PELAKSANAAN KTSP DI MADRASAH TSANAWIYAH ROUDLOTUL ULUM MOJODUWUR MOJOWARNO JOMBANG
Disusun oleh:
SYAMSUL ARIF NIM: 076168
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG
TAHUN 2009
BAB I
PENDADHULUAN
1.1 Latar Belakang.
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dalam hal ini merujuk pada undang-undang satuan pendidikan adalah sekolah (Sutrisno, 2008). Dalam mengembangkan KTSP dilakukan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan/kantor Depag Kab/Kota untuk Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus. ( faizun, 2009 )
Penerapan KTSP dalam sistem pendidikan Indonesia tidak sekedar pergantian
kurikulum, tetapi menyangkut perubahan secara mendasar dalam sistem pendidikan. Penerapan KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran dan persekolahan, karena dengan penerapan KTSP tidak hanya menyebabkan perubahan konsep, metode, dan strategi guru dalam mengajar, tetapi juga menyangkut pola pikir, filosofis, komitmen guru, sekolah, dan stakeholder pendidikan. Dalam KTSP guru ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Perhatian utama pada siswa yang belajar, bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. ( faizun ,2009 )
Dengan uraian diatas, penulis meneliti penerapan kurikulum yang berada di bawah koordinasi dan supervisi kantor Depag Kabupaten Jombang yang tepatnya di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Ulum Mojoduwur Mojowarno Jombang. MTs Roudlotul Ulum menjalin hubungan kemitraan dengan Australia sehingga penulis juga tergugah untuk meniliti kurikulum KTSP yang berada di MTs ini. Penulis berharap dalam penilitian ini mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan wawasan lebih banyak tentang KTSP.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Visi dan Misi MTs Roudlotul Ulum ?
2. Bagaimana Struktur Kurikulum MTs Roudlotul Ulum ?
3. Apa saja Renstra MTs Roudlotul Ulum ?
4. Bagaimana pelaksanaaan KTSP di MTs Roudlotul Ulum ?
5. Apakah sudah sesuai antara misi dan visi?
6. Mata pelajaran apakah yang mendukung untuk pelaksanaaan misi dan visi ?
7. Apakah muatan lokal dan pengembangan diri juga sesuai dan turut mendukung dalam membentuk dan terwujudakan visi MTs. Roudlotul Ulum?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa jauh kurikulum KTSP itu dilaksanakan di MTs Roudlotul Ulum
2. Untuk mengetahui tantangan atau kendala apa saja yang dialami ketika KTSP ini diterapkan di MTS Roudlotul Ulum.
3. Untuk mengetahui secara menyeluruh bagaimana pelaksanaan KTSP di MTs. Roudlotul Ulum
4. Untuk Mengetahui Apakah mata pelajaran, muatan lokal, dan penegembangan diri itu sesuai dan mendukung untuk mewujudkan Visi dan Misi MTs. Roudlotul Ulum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Visi dan Misi MTs Roudlotul Ulum
Visi
”Terwujudnya Siswa Berilmu, Bertaqwa Dan Berkualitas.”
Misi
1. meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
2. memotivasi setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya
3. melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisien
4. meningkatkan potensi siswa dalam hal seni, olahraga dan keterampilan
5. menumbuhkan kedisiplinan pada warga madarasah
2.2 Struktur Kurikulum MTs Roudlotul Ulum.
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran kedalam muatan kurikulum pada tiap mata pelajaran dan setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai denagn beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan menjadadi indikator berdasarkan Standar Kompetensi Kelulusan. Muatan lkal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian kegiatan intergral dari struktur kurikulum pada pendidikan dasar dan menengah.
Struktur kurikulum terdiri dari tiga komponen yaitu : mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Kelompok mata pelajaran menurut peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005, menyatakan bahwa kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a. Kelompok mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia
b. Kelompok Mata Pelajaran Kewarganega-raan dan Kepribadian
c. Kelompok mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
d. Kelompok mata Pelajaran Estetika
e. Kelompok mata Pelajaran Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Sedangkan menurut Permen Depag Nomor 2 tahun 2008 mata pelajaran agama terdiri atas ;
1. Al-Quran – Hadits
2. Akidah Akhlak
3. Fikih
4. Sejarah Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
Berikut ini akan saya paparkan struktur kurikulum MTs Roudlotul Ulum. Strukrur kurikulum MTs Roudlotul Ulum meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII ampai kelas IX, struktur kurikulum Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Ulum disusun berdsarkan standar isi dan Standar Kelulusan dengan ketentuan sebagai berikut.
Tabel Struktur Kurikulum MTs Roudlotul Ulum
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
a. Al-Quran – Hadits 2 2 2
b. Akidah Akhlak 2 2 2
c. Fikih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Arab 2 2 2
5. Bahasa Inggris 4 4 4
6. Matematika 4 4 4
7. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
8. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
9. Seni Budaya 2 2 2
10. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
11. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2
B. Muatan Lokal *) 2 2 2
C. Pengembangan Diri **) 2 2 2
Jumlah 42 42 42
Keterangan :
*) kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan cirri khas dan potensi daerah, yang ditentukan satuan pendidikan ( madrasah).
**) bukan mata pelajaran tetapi harus diasuh oleh guru dengan tujuan mamberikan kesempatan peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan kondisi satuan pendidikan ( madrasah )
2.3 Rencana Strategi MTs Roudlotul Ulum
Rencana Strategis yang dilakukan oleh MTs Roudlotul ulum hanya berupa Program tahunan yang berupa program kerja. Progaram kerja Mts Roudlotul Ulum untuk tahun 2008/2009 disusun menjadi 2 program yaitu :
A. Program prioritas
1. Efektifitas tenaga guru dan tata usaha
2. Peningkatan mutu siswa MTs Roudlotul Ulum
3. Transparan, efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran
4. Pengembangan sarana dan prasarana
B. Program Rutin
1. Adsministrasi
2. Supervisi
3. Pelaksanaan kurikulum
4. Kalender Pendidikan
5. Jadwal kegiatan
Dalam program tahunan juga terdapat program dalam kegiatan belajar mengajar yang diagendakan sepanjag tahun. Yaitu :
1. mengadakan, menambah dan mengembangkan alat pelajaran.
2. memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan bahan yang disampaikan.
3. mengusahakan agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik/ mengenai bahan dengan disampaikan.
4. mengadakan daftar presensi
5. mengadakan pencatatan mengenai hal-hal yang khusus
6. menguahakan agar siswa melaksanakan tugas dengan baik
7. selalu membersekan tugas dirumah / disekolah satu tahun 3 – 4 kali melihat kebutuhan.
8. mengadakan rapat guru untuk membicarakan permasalahan yang dihadapi oleh guru / pegawai
9. memberi bimbingan kepada siswa tentang kesulitan yang dihadapi.
2.4 Gambaran umum pelaksanaan KTSP.
Penerapan KTSP di MTs Roudlotul Ulum dimulai pada tahun 2006, pada tahun 2006 hanya kelas VII saja dalam penerapannya. Kemudian tahun 2007 sudah bisa dimuali kelas VIII dan tahun 2008/2009 sudah semua kelas dalam pembelajaran sudah diterapkan KTSP. Perjalanan dari waktu ke waktu terus ditingkatkan dalam pembelajaran yang berdasarkan KTSP.
Dalam pelaksanaan KTSP di MTs Roudlotul Ulum ini bisa dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran serta muatan lokal dan Pengembangan diri yang yang dikembangkan oleh MTs Roudlotul Ulum dalam aplikasi kurikulum KTSP. Akan saya paparkan sebgai berikut :
1. Perencanaan
Dalam hal perencanaan bisa dilihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dilakukan oleh guru MTs Roudlotul Ulum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Dalam hal ini bisa dilihat contoh RPP yang dibuat oleh salah satu Guru MTs. Roudlotul Ulum sebagai berikut:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Sekolah : MTs Roudlotul Ulum
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : VII/ 1
Standar Kompetensi : 2. mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan menyampaikan pengumuman.
Kompetensi Dasar : 2.1. menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
Indikator : a. Mampu mengembangkan kalimat topik/ kalimat utama
b. mampu mengembangkan laimat topik secara kreatif
c. mampu menyususn kerangka pembicaraan
d. mampu membaca buku harian dalam bentuk cerita
e. mampu menentukan hal-hal yang diceritakan dalam cerita pengalaman
f. mampu menentukan kerangka cerita berdasarkan cerita pengalaman
g. mampu menceritakan pengalaman yang mengesankan
h. mampu mengubah kata tidak baku menjadi kata baku dan menggunakannya dalam kalimat.
Alokasi waktu : 60 x 40 menit ( 2 kali pertemuan )
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran ini adalah siswa dapat menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
2. Materi Pembelajaran
a. Cara mengembangkan kalimat topik / kalimat utama
b. Cara mengembangkan kalimat topik secara efektif
c. Cara menyususn kerangka pembicaraan
d. Cara membaca buku harian dalam bentuk cerita
e. Cara menentukan hal-hal yang diceitakan dalam cerita pengalaman
f. Cara menentukan kerangka cerita berdasarkan cerita pengalaman
g. Cara menceritakan pengalaman yang mengesankan
h. Cara mengubah kata tidak baku menjadai kata baku dan menggunakannya dalam kalimat
3. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Waktu
Kegiatan awal
a. Guru menjelaskan kepada siswa kompetensi yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran, menunjukkan kepada siswa unit pelajran yang akan dibahas, dan siswa berlatih melengkapi kalimat-kalimat penjelas untuk mengembangkan kalimat topik / kalimat utama.
b. Siswa berlatuh melengkapi kalimat utama dengan kalimat penjelas untuk mengembangkan kalimat topik secara kreatif
c. Guru memberikan contoh cara membuat kerangka pembicaraan, kemudian siswa berlatih menyususn kerangka pembicaraan.
Kegiatan inti
d. Siswa diminta membaca buku harian dalam bentuk cerita berjudul ” diudang manggung di tepi sungai ” dan mengisi daftar pertanyaan yang sudayh disiapkan.
e. Secara berkelompok siswa berlatih menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan hal-hal yang diceritakan dalam cerita pengalaman.
f. Secara berkelompok siswa menentukan kerangka cerita berdsarkan cerita pengalaman berjudul ” diudang manggung di tepi sungai ” dengan menentukan pikiran pokok setiap paragrafnya.
g. Siswa diminta menceritakan pengalaman yang mengesankan yang pernah dialami.
Kegiatan Akhir
h. Secara berkelompok siswa berlatih mendiskusikan tugas tentang mengubah kata tidak baku menjadi kata yang baku dan menggunakannya dalam kalimat. Selanjutnya siswa dan guru melakukan refleksi berkaitan pembelajaran yang telah dialami.
20 menit
20 menit
20 menit
20 menit
20 menit
20 menit
100 menit
20 menit
4. Media dan Sumber Belajar
a. contoh kalimat
b. contoh kerangka pembicaraan
c. teks cerita pengalaman grup musik harapan jaya ketika diundang pentas dipinggir sunagai (sumber jawa pos 15 agustus 2003 dengan penggubahan. )
d. buku teks bahasa ndonesia ( nurhadi, dawud. Pratiwi, yunu .2007.Bahasa Indonesia jilid 1 untuk SMP kelas VII. Jakarta : Erlangga. )
5. Penialaian
Teknik : penugasan
Bentuk Instrumen : Uraian
Soal / instrumen : masing-masing instrumen terdapat dalam buku teks.
Rubrik penilaian penceritaan pengalaman
No Aspek yang dinilai Kriteria Sekor
1 2 3
1 Isi Isi cerita memuat
Latar belakang terjadinya peristiwa
Waktu terjadinya peristiwa
Perasaan yang dilamai
Peristiwa yang dialami
Urutan peristiwa
Akhir peristiwa yang dialami
2 Bahasa Keefektifan kalimat
Kesesuaian pilihan kata
3 Penyampaian ceita Kepercayaan diri
Kejelasan cerita
Pelafalan dan intonasi
Catatan : 3 baik
2. cukup / sedang
1. kurang
Jumlah sekor maksimal : 33
Perolehan sekor
Nilai akhir : ------------------------- x skor ideal ( 100 )
Skor maks ( 33 )
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran diatas sesuai dengan KD dan SK yang telah ada di kurikulujm KTSP. Pengembangan kurikulum itu berdasarkan kemampuan dan sesui kondisi yang ada di MTs Roudlotul Ulum. Pada dasarnya pelaksanaan KTSP itu sesuai dengan kemampuan satuan sekolah untuk mengaplikasikan dan mengembangkan sendiri dan dilihat dari pembelajaran yang telah dilakukan oleh pelaku kurikulum KTSP di MTs Roudlotul Ulum, telah terealisasikan dan secara bertahap telah melaksakan KTSP dengan baik dan sesuai kebutuhan tuntutan zaman yang semakin luas dan global. Evalusi pembelajaran baik formatif dan sumatif telah juga MTs sendiri yang telah menyelenggarakannya.
2. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kuikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaiakan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Subtansi mata pelajaran muatan lokal di MTs Roudlotul Ulum terdiri atas :
a. Bahasa Jawa
Sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai budaya (jawa) masyarakat setempat dalam masyarakat dalam komunikasi dan apresiasi sastra.
b. Mabadiul Fiqih
Sebagai upaya meningkatkan kemampuan membaca kitab serta memahami tentang hukum-hukum islam.
c. Ta’lim Muta’alim
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemamapuan untuk membaca dan memahami serta mengamalkan adab dalam mencari ilmu.
3. Pengembangan Diri
Pengembangan diri meliputi bergam kegiatan extra kurikuler sesuai dengan minat dan bakat siswa yang terdiri atas :
a. Kewiraan
• Kepramukaan
b. Olah Raga
• Atletik
• Bulu Tangkis
• Basket
• Sepak Bola
• Bola Voly
c. Seni
• Teater
• Qiroah
• Drum Band
• Perkusi Banjari
d. Bela Diri
• Silat
e. Ketrampilan
• Menjahit
Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Dalam pelaksanaan kurikulum di MTs Roudlotul Ulum menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
2. 5 kesesuaian antara Visi dengan Misi
Menurut peneliti bahwa Visi sudah tepat karena visinya sudah berupa kalimat deklaratif dan Visi MTs. Roudlotul Ulum sudah sesuai dengan Misinya, alasannya diatas disebutkan bahwa Visi MTs. Roudlotul Ulum adalah ” Terwujudnya siswa Berilmu, Bertaqwa dan berkualitas” yang kemudian misinya yang poin pertama disebutkan ”meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah SWT”. Pada misi poin pertama ini sudah menunjukkan kalau misinya sudah mendukung akan terwujudnya Visinya yaitu terwujudnya siswa bertaqwa.
Pada misi poin kedua yaitu ”memotivasi setiap sisiwa untuk mengenali potensi dirinya”. Pada misi poin kedua ini sesuai dengan Visinya yang berbunyi terwujudnya siswa yang berilmu. Bahwa untuk mengenali potensi diri pada masing-masing siswa merupakan langkah awal agar anak mempunyai ilmu yang sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya dan juga berkualitas.
Pada misi poin ke tiga yaitu ” melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisien” pada misi poin ketiga ini juga relevan dengan visinya karena pembelajaran yang efektif dan efisien akan sangat membantu dan faktor penting terwujudnya visi.
Pada misi poin ke empat yaitu ”meningkatkan potensi siswa dalam hal seni, olahraga dan keterampilan”. Pada misi ini juga merupakan sangat mendukung akan terwujudnya sebuah misi karena potensi siswa dalam hal seni, olahraga dan keterampilan merupakan hal yang harus ada dalam mewujudakan siswa yang berkualitas yang bisa mengenali estetika, olah fisik yang membentuk perkembangn baik fisik maupun mental karena dalam suatu kata bijak ” dalam tubuh yang sehat akan tersimpan akal yang sehat/cerdas”dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu yang masing-masing merupakan bentuk dari wujud pembekalalan kepada siswa yang benar-benar akan mempunyai keahlian tertentu agar dapat disosialisasikan yang akan membuahkan hasil yang bernilai ekonomi dan bisa hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Pada misi yang kelima yaitu ” menumbuhkan kedisiplinan pada warga madarasah” artinya pada misi ini juga mendukung terwujudnya visi karena didalam mewujudkan visi itu perlu adanya kedisiplinan yang ditanamkan kepada peserta didik maupun kepada guru.
2.6. beberapa pelajaran yang turut mendukung akan terwujudnya Visi dan Misinya MTs. Roudlotuyl Ulum
1. Pendidikan Agama
a. Al-Quran – Hadits
b. Akidah Akhlak
c. Fikih
d. Sejarah Kebudayaan Islam
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia
4. Bahasa Arab
5. Bahasa Inggris
6. Matematika
7. Ilmu Pengetahuan Alam
8. Ilmu Pengetahuan Sosial
9. Seni Budaya
10. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
11. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dalam pengamatan peneliti pelajaran-pelajaran yang telah ada dan tecantum dalam struktur pendidikan sudah sesuai dengan visi dan misi karena pelajaran-pelajaran itu semuanya mendukung untuk mewujudkan visi dan misi.
Dari pelajaran tentang pendidikan agama diatas disebutkan : Al-Qur’an –Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, dan sejarah kebudayaan islam,pelajaran ini semua adalah pelajaran yang mengarahkan dan mendidik serta membimbing pertumbuhan dan perkembangan kemampuan dasar/potensi peserta didik melalui ajaran agama islam ke arah titik optimal dari pertumbuhan dan perkembangan peserta didik baik jasmani maupun rohani.
Pelajaran umum yang diberikan juga cukup mendukung misi dan visi MTs. Roudlotul Ulum termasuk mata pelajaran keterampilan/Teknologi informsi dan komunikasi yang tercantum dalam struktur kurikulum sangat mendukung karena pada misi point ke empat telah disebut kan ”meningkatkan potensi siswa dalam hal seni, olahraga dan ketermpilan” sehingga pelajaran keterampilan/Teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan misi.
2.7. Kesesuaian Muatan lokal dan Pengembangan Diri dalam mendukung dan mewujudkan misi dan visi MTs. Roudlotul Ulum
Dalam muatan lokal dan dan pengembangan menurut peneliti sudah sesuai dengan visi dan misi MTs Roudlotul Ulum karena diatas disebutkan dalam muatan lokal yaitu :
a. Bahasa Jawa
Sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai budaya (jawa) masyarakat setempat dalam masyarakat dalam komunikasi dan apresiasi sastra.
b. Mabadiul Fiqih
Sebagai upaya meningkatkan kemampuan membaca kitab serta memahami tentang hukum-hukum islam.
d. Ta’lim Muta’alim
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemamapuan untuk membaca dan memahami serta mengamalkan adab dalam mencari ilmu.
Dalam muatan lokal ini ada bahasa jawa, mabadiul Fiqih dan Ta’lim Muta’alim yang kesemuanya menurut peniliti sangat mendukung untuk terwujudnya visi dan misi. Bahasa jawa merupakan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari-hari sebgai alat komunikasi dan mencari pengetahuan dimasyarakat untuk lebih berkualitas.
Mabadiul Fiqih dan Ta’lim Muta’alim merupakan muatan yang sangat mendukung terwujudnya Visi karena kesemuanya membentuk peserta didik menjadi lebih mendalam lagi untuk mengerti agama islam dn akan terbentuk siswa yang bertaqwa dan berkualitas.
Dalam pengembangan diri telah disebutkan yaitu :
a. Kewiraan
• Kepramukaan
b. Olah Raga
• Atletik
• Bulu Tangkis
• Basket
• Sepak Bola
• Bola Voly
c. Seni
• Teater
• Qiroah
• Drum Band
• Perkusi Banjari
d. Bela Diri
• Silat
e. Ketrampilan
• Menjahit
Kesemuanya ini menurut peneliti sesuai dan sangat mendukung untuk bisa mewujudkan Visi dan Misi MTs. Roudlotul Ulum karena dalam poin misi ke empat disebuhtkan yaitu ”meningkatkan potensi siswa dalam hal seni, olahraga dan keterampilan ”
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dalam pelaksanaan KTSP di MTs. Roudlotul Ulum telah dilaksanakan sejak pemerintah meresmikan KTSP sebagai kurikulum yang telah ditatapkan yaitu pada tahun 2006. walaupun perjalanan penerapan KTSP ini bertahap karena meneyesuaikan kondisi dan kesiapan untuk melaksanakannya.
Dalam pelaksanaan KTSP di MTS ini sudah ditunjang beberapa sarana yang mendukung dalam pelaksanaan pembelajaran yang efektif.
Dalam analisis ini antara Visi, Misi, Mata Pelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan diri sudah sesuai karena kesemuanya saling mendukung untuk terwujudnya Visi dan Misi.
Senin, 25 April 2011
analisis cerkak
ANALISIS UNSUR INTRINSIK KUMPULAN CERKAK
Oleh :
Nama : Syamsul Arif
Nim : 076168
Jurusanan : Bahasa dan Sastra Indonesia
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2007 D
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil Alamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua, dan sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Agung Nabi Muhammad SAW. Penulis bersyukur kehadirat Allah SWT yang memberikan kesempatan dan kekuatan untuk membuat makalah ini. Tanpa izin dan kehendak Allah kami tidak bisa melakukan apa-apa. Makalah ini adalah merupakan kerja individual yang ditugaskan kepada kami, yang memberikan kontribusi banyak manfaat kepada kami karena makalah ini merupakan bekal kami untuk memahami karya sastra yang ditinjau dari sosiologinya.
Kami juga berterima kasih kepada bapak dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan kepada kami baik spiritual maupun material yang bermanfaat bagi kami, karena dukungan dan semangat dari teman-teman kami bisa cepat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan sebuah ulasan yang mengenai sebuah karya perlu adanya mediasi, dan dalam penelitian ini kami menggunakan metode penelitian yang beraliran strukturalisme , karena dalam kumpulan cerkak yang saya teliti ini merupakan cerkak dimana bisa dimengerti dengan mudah oleh pembaca dengan mengkaji unsur-unsur cerkak itu endiri dari berbagai aspek. Seperti yang dikatakan oleh Hartoko, (1986:135-136 dalam Yapi taum, 1997:38) bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antar berbagai unsur teks.unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unser itu memperoleh artinya didalam relasi, bauik relasi asosiasi ataupun relasi oposoisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat saling berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat) keseluruhan yang lebih luas (bait, bab) maupujn intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu)relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi atau kontras dn parody.
asumsi peneliti adalah merupakan cerminan realistic. Kumpulan cerkak ini menceritakan kehidupan seseorang yang penuh dengan lika-liku kehidupan. Dan pengungkapan relitas kehidupan masyarakat dalam pengungkapan bahasa yang indah sehingga dapat menyentuh emosi pembaca.
Penulis juaga berharap semoga makalah ini bisa dibaca oleh semua pihak dan bermanfaat.
Penulis .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satra adalah seni. Seni sastra bersifat imajinatif. Artinya peistiwa-peristiwa yang i kemukakan dalam bentuk sastra bukan peristiwa yang sesungguhnya, tapi merupakan hasil rekaan pengarang. Melalui daya khayalnya pengarang pikiran, ide dan perasaan dengan mempergunakan bahasa sebagai alat untuk membangkitkan pesona cipta sastra. Dalam mewujudkan ide-idenya itu pengarang menggunakan materi penciptaanyang berupa pengalaman nyata yang dialaminya maupun [enghayatan terhadap kehidupan disekitarnya.
Secara umum karya satra melukiskan realita kehidupan masyarakat sehingga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun tertentu akan berkaitan dengan norma-norma dan adat-itiadat pada waktu itu. Sebagai cbang kesenian, sastra berfungsi untuk memperjelas, memperdalam dan memperkaya penghayatan manusia terhadap kehidupan mereka. Walaupun khayal yang diciptakan oleh pengrang bukan kenyataan tetapi dengan kepekaan cita rasanya. Masyarakat dapat berpikir mengenai hidup baik atau buruk, benar atau salah yang disajikan pengarang dalam karya nyata.
Karya sastra dibangun berdasarkan dua unsur dominan yaitu usur intrisik dan ekstrinsik. Keduamya merupakan unsur pembangun dalamd karya sastra.
Unsur intrinsik adalha unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Dalamd unsur intrinsik terdapat dua segi, yakni segi isi dan bentuk. Tema dan amanat dapat dimasukkan kedalam segi isi, sedangkan yang gtermasuk kedalam segi bentuk adalah alur, setting, pusat pengisahan, penokohan, dan gaya bahasa. Antar isi dan bentuk merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpaduan yang harmonis akan menghasilakan karya yang bermutu.
Adapaun unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar yang dapat mempebgaruhi dan menunjang kehadiran cipta sastra, seperti faktor politik, filsafat, keagamaan, sosial masyarrakat dan sebagainya.
Sastra sebagai pengungkapan bakuy dari apa yang telah sisasksikan orang dalamd kehidupan, apa yang telah diperenungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung lagi kuat pada bahasa (hardjana, 1981:10).
Dengan demikian untuk memahami karya sastra tidak mudah. Karya sastra sebagai ungkapan bahasa tidadk mungkin dapat dipahami tanpa pengetahuan mengenai bahasa tersebut. Berdasarkan pengertian diatas, maka unsur memahami suatu karya sastra dapat ditempuh dengan jalan menganalisis struktur karya sastra itu.
Analisis struktur membatasi diri pada pembahasan karya sastra itu sendir. Pembahasannya dilakukan secara intrinsik dengan melihat unsur-unsur yang membangun karya sastra sehingga menjadikan kebulatabn makna, yaitu unsur tema, alur, setting, sudut pandangan, penokohan dan gaya bahasa.
Setiapa hasil karya satra akan mencerminkan sifat-sifat dari penciptany. Sastrawan akan menghadirkan dirinya lewat karyanya. Lewat hasil karyaya sastrawan mengungkapkan realita kehidupan untuk direnungi, dihayati, dan dinilmati oleh pembaca. Demikian Halnya para pengarang cerkak adalah seorang cerpenis yang mampu menghidangkan permasalahan tentang kehidupan seorang dan menarkan solusinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah unsur intrinsik cerkak ?
1.3 Batasan Masalah
Pembahsan ini dibatasi dengan pembahasan pada unsur intrinsik cerkak yang telah disajikan .
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
Landsan Teori berisi uraian-uraian teori-teori yang dipakai dalam penelitian. Suatu teori memiliki fungsi yang cukup penting dalam memandu penelitian guna mendekati objek penelitian secara tepat dan akurat. Teori itu sendiri disusun berdasarkan fenomena yang empiris, yaitu gejala-gejala yang kongkrit dalam dalam kehidupan yang memperlihatkan hubungan keterkaitan yang jelas dan dapat diuji kebenarannya.(semi, 1993:43)
Pada Landasan Teori ini akan dibicarakan persolan-persoalan tentang pengertoan (1). Tinjauan Struktural (2) cerpen/cerkak sebagai karya fiksi (3) Pengertian cerpen/cerkak(4) unsur-unsur pembangun cerpen/cerkak (5) Tema Cerita (6) Penokohan. (7) Plot/Alur. (8) latar (9)point of View. (10) gaya bahasa . Pengambilan bahasan-bahasan tersebut berdasarkan pada satuan-satuan bahasan yang tersurat dalam judul penelitian, dengan harapan agar masaslah-masalah yang akan dikemukakan dan dijawab dalam penelitian mendapatkan arah yang tepat.
2.2 Pengertian Sastra
Dalam hal ini perlu diketahui juga bahwa apa sebenarnya sastra itu sendiri?. Untuk mengetahui definisi sastra, para sastrawan membuat batasan-batasan,dan batasan-batasan itupun tidak total dan tidak tepat, maka ada beberapa alasan mengapa batasan tetang sastra sulit untuk dibuat. Menurut jakob sumardjo dan saini K.M. (1986 : 1-2 ) sebagai berikut
1. sastra bukan ilmu, sastra adalah seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk didalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan metode keilmuan.
2. sebuah batasan berusaha mengungkapkan hakekat sebuah sasaran. Dan hakekat sesuatu itu sifatnya universal dan abadi. Padahal apa yang disebut sastra itu tergantung pada tempat dan waktu.
3. batasan sastra itu sulit menjangkau hakekat dari semua jenis bentuk sastra. Sebuah batasan mungkin tepat untuk karya-karya sastra puisi tetapi kurang tepat untuk jenis novel.
4. sebuah batasan tentang sastra biasanya tidak berhenti pada membuat pemerian(deskripsi) saja tetapi juga usaha penilaian
walaupun tidak mungkin membuat batasan sastra yang memuaskan, tetap bermunculan pula batasan –batasan sastra. Ada yang menyatakan bahwa :
1. sastra adalah seni bahasa
2. sastra adalah ungkapan spontandari perasaan yang mendalam.
3. sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, sedang yang dimaksud pikiran disi adalah ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia.
Dan meurut jakob sumardjo dan saini K.M. (1986 : 3 ) kiranya dapat dibuat batasan sastra dalam arti luas, yang tidak menunjuk satu nilai atau norma yang menjadi syarat sesuatu karya disebut karya sastra yang baik dan bermutu. Jadi batasan tadi dapat dinyatakan sebagai berikut :
sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakian dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Batasan ini bersifat deskripsi saja dan dapat mencakup semua karya sastra yang disebut bermutu atau tidak
2.3 Pengertian Analisis Struktur
Setiap karya satra memiliki struktur. Struktur adalah satu-kesatuan dari bagian-bagian yang kalau salah diubah atau dirusak akan berubah atau susaklah seluruh stuktur itu. ( Yakob Sumardjo dan Saini, 1991:142) dari pengertian tersebut dikatakan stuktur adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk satu-kasatuan yang bulat dan utuh. Dengan demikian kesatuan struktur mencakup setiap bagian dadn sebaliknya setiap bagian menunujukkan keseluruhan yang tidak dapat dispisahkan.
Struktur suatu karya sastra terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur itu antara lain tokoh, alur, tema, perwatakan, sudut pandang, setting, dan gaya. Pembahasan sutu karya sastra terhadap unsur-0unsur strukturnya dan bagaimana hubungan tiap-tiap unsur tersebut sisebut tinjauan unsur struktur atau aalisi struktur. Jadi tinjauan struktur dapat diartikan sebagai tinajauan unsur intrinsik karya sastra, yaitu segala unsur yang membangun karya sastra itu dari dalam. Unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam itu adalah hal-hal yang berhubungan dengan bentuk ( alur, latar, sudut pandang, perwatakan, gaya) juga hal-hal yang berhubungan dengan makna ( pembayangan peristiwa, tegangan, nada, suasana dan tema ).
Analisi struktur pada prinsipnay bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, mendetel dan sedalam mungkin keterkaitan semua unsur dan aspek kartya satra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Analisi struktur bukanlah penjumlahan aasir-anasir itu tapi yang penting adalah sumbangan yang diberikan oleh tiap-tiap unsur itu terhadap keseluruhan makna sehingga dapat diketahui keterkaitan antara unsur-unsur itu untuk membentuk satu kesatuan yang utuh.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa analisis struktur merupakan tinjauan terhadap struktur karya satra itu yang bersifat otonom. Jadi yang dianalisis adalah unsur-unsur yang membangun karyua sastra itu. Hubungan antara unsur-unsur tersebut akan memperlihatkan makana yang utuh. Dengan kata lain karya satra harsu dipahami dengan secara intrinsik, dari dalam karya sastra itu sendiri, lepas dari latar belakang dari sejarah penciptaannya, bebas dari niat pengarang waktu mencipta dan lepasa dari efeknya pembaca.
2.3. Cerpen/Cerkak Sebagai Karya Satra
Istilah prosa fiksi atau cerita rekaan adalah cerita olahana pengarang berdasarkan pandanagan, tasfsiran dadn penilaian terhadap suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peranah belangsung dalam khayalan (Chamidah, 1981:8). Aminuddin (1985:59) dalam bukunya mengistilahkan prossa fiksi dengan istilah prosa narasi atau cerita berplot adalah kisahan atau cerita yang diembanopleh pelaku-pelaku tertentu dngan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari imajinasi pengarangnya sehingg aterjalin suatu cerita.
Cerita fiksiu biasanya dituangkan dalam dua bentuk pokok yaitu roman atau novel dan cerita pendek atau cerkak ( cerita cekak). Bentuk-bentuk cerita inilah yang paling populer dan paling banyak dibaca orang. Dalam perkembangannya kemudian lahir bentuk-bentuk campuran antara kedua bentuk tadi. Ada novel yang lebih pendek disebut novelet. Ada cerpen yang panjang yang disebut cerita pendek panjang (long short-story ) dadan ada cerita pendek yang pendek disebut cerita pendek yang pendek ( short-short story ) Sumarjo, 1983:53)
Di Indonesia cerpen berkembang setelah perang dunia II. Bentuk ini tidak digemari oleh pengarang yang dengan spendek itu bisa menulus dan mengutarakan kandungan pikiran yang 20 atau 30 sebelumya harus dilahirkan dalam bentuk roman, tetapi oleh pembaca yang ingin menikmati hasil sastra dengan tidak ingin mengorbankan waktu terlalu banyak.
2.4. Pengertian Cerpen/Cerkak
Cerkak adalah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalamd sekali duduk. Daerah lingkupnya kecil dan karena itu ceritanya bisanya berpusat pada satu tokoh atau satu masalah.ceritanya sangat kompoak tidak ada bagiannya yang berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap tanda bacanya tidak ada yang sia-sia. Semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang sia-sia. (Diponegoro,!994:6).
Sedgwick mengatakan bahwa cerpen/cerkak adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerpen tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang gtidak perlu.(tarigan,1984:34). Sedangkan menurut Satiyagraha Hoerep cerpen adalah karakter yang dijabarakan lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang terjadi didalamnya lazim merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan. Dan reaksi mental itulah pada hakikatnya disebut cerpen (sami, 1988:34)
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan ciri-ciri cerpen/cerkak adalah :
1. singkat, padu dan intensif.
2. ada adegan, tokoh, dan gerak (alur )
3. ceritanya harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian,
4. harus menimbulkan satu pada pikiran pembaca,
5. harus mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
6. harus mempunyai pelaku utama
7. jharus mempunyai efek atau kesan yang menarik,
8. memberikan impresi tunggal,
9. menyajikan satu emosi
10. memiliki jumlah kata-kata tidak lebih dari 10.000 kata (tarigan,1984:177)
2.5. Unsur-Unsur Pembangun Cerpen/Cerkak
Cerpen/cerkak bagian dari salah satu karya satra dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra itu dari dalam. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh, penokohan, sudut pandang, setting dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada diluar karya sasatra ayang turut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, yang meliputi pendidikan pengarang, faktor sosial ekonomi, politik, sgsms, tata nilai yang danut masyarakat dan lain-lain (semi, (1988:35)
Kedua unsur tersebut dalam membengun karya sastra mempunyai satu totalitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Unsur yang satu akan mendukng eksistensi unsur yang lain. Tanpa danya keterkaitan tidak akan tercipta suatu bangunan karya sastara yang utuh, indah dan bermanfaat.
Meskipun totalitas unsur intrinsik dan ekstrinsik tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam peristiwa analisis keberadaan dapat diterangkan bagian demi bagian yang mendukungnya. Jadi secara fungsional kedua unsur intrinsik dan ekstrinsik adalah satu,tetapi sebagai unsur struktur masih sapat dikenali, inilah keunikan yang dimiliki karya sastra.
2.6. Unsur intrinsik cerkak/cerpen
Sebagai salah satu genre sastra karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator (2) isi penciptaan (3) media penyampaian isi berupa bahasa dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsic yang mambangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana. Pada sisi lain dalam rangka memaparkan isi tersebut pengarang akan memaparkannya lewat (1) pemjelasan atau komentar (2) dialog atau monolog dan (3) lewat kelakuan atau action. ( Aminudin, 1987: 66)
Nurgiantoro (1994:23) mengatakan bahwa unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual aan dijumpai jika oang membaca karya sastra.unsur-unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya jika kita lihat kita dari sudut pembaca, unusur-unsur cerita inilah yang akan kita jumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.
Menurut A.G.Sutoyo unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur intrinsic terbagi atas :
Menurut A.G.Sutoyo unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra.
Dari pengertian diatas ada beberapa unsur intrinsik yang ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tema Cerita
Seorang pengarang ketika akan menulis cerita bukan akan sekedar bercerita, tetapi akan mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang akan disampaikah itu bisa berupa pandangan hidupnya, kehidupan dan seluk beluknya atau komentar terhadap kehidupan. Persoalan-persoalan yang disampaikan lewat kejadian dan perbuatan tokoh cerita semuanya didasari tokoh cerita semuanya didasari olah ide dasasr pengarang dan ide dasar itu lazim disebut tema.
Ada beberapa macam pengertian tentang tema. Menurut tjahjono (1988:158) tema atau theme merupakan ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak keberangkatan pengarang dalam menyusun cerita. Jadai sebelum menulis karya sastra, seorang pengarang harus enyiapkan terlebih dahulu. Karena itu penyikapan hterhadap eksistensi tema akan berbeda antara pengarang dan pembaca. Sebelum melakukan kegiatan menulis seorang pengarang harus sudah mempunyai permasalahan yang berupa tema. Sebaliknya, seorang pembaca baru akan mendapatkan tema tema yang terkandung dalam karya satra itu setelah membacanya.
Sedangkan menurut sumarjo (1983:57) tema adalah sebuah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita, cerita bukanlah sekedar berisi sebuah rentetan kejadian yang disusun dalam bagan, tetapi susunan bagan itu sendiri mempunyai maksud tertentu. Pengalaman yang dibeberkan dalam sebuah cerita harus mempunyai permasalahan dan permasalahan itu biasanya tentang hal-hal pokok yang sering dibicarakan. Misalnya tentang kemanusiaan, kemasyarakatan, kejiwaan, kematian, ketuhanan dan lain-lain. Tema-tema besar itu harus dipersempit oelh pengarang sehingga permasalahannya jadi jelas.
Lebih luas lagi sudjiaman ( 1988:50 ) mengatakan bahwa tema adalah gagasan utama atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Pengertian ini menyiratkan adanya suatu permasalahan baik berupa pemikiran, ungkapan, perasaan, ambisi yang ingin ditampilkan pengarang. Jadi dalam hal ini karya sastra adalah ungkapan tentang pemikiran pengarang atau perasaan pengarang.
Menurut sudjiman da beberapa ragam tema duitinjau dari corak maupun kedalamannya. Antar lain :
1. tema ringan,
tema ringan biasanya ada dalam cerita rekaan dalam majalah hiburan. Misalnya kegembiraan cerita yang terbalas, pertengkaran antar kekasih dan lain-lain.
2. tema berat atau besar
tema berat atau tema besar misalnya tema kehidupan keluarga secara serius. Dan yang diutamakan bukan peristiwa yang berlaku dalam kehidupan keluarga. Namun falsafah yang yang terkandung dalam kemanusiaan secara universal.
3. tema biasa
misalnya cinta itu indah, cinta sejati itu abadi, perpisahan itu sesuatau yang menyedihkan.
4. tema tidak biasa
misalnya cinta itu menyedihkan. Miskin membawa kebahagiaan, perpisahan itu menyenangkan dan lain-lain.
Dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar cerita dari suatu karya sastra. Disamping kedudukannya sebagai ide dasar, tema akan mengikat seluruh bagian dari karya sastra. Karena itu tema yang jelas akan mempertegas bangunan karya sastra itu. Kebalikannya, tema yang tidak jelas akan membuat karya sastra itu kendor dan gembur-gembur atau meleleh cair.( Diponegoro, 1994:7)
Walaupun peranan tema sangat penting dalam sebuah karya sastra, namun baik buruk suatu karya sastra tidak semata-mata tidak ditentukan oleh tema. Kepiawian pengarang dalam menggarapnya turut menentukan karena tema suatu cerita dapat berbeda-beda meskipun dari satu gagasan, sehingga gagasan yang sama dapat menjadikan tema tau pokok cerita kedalam bermacam-macam cerita rekaan yang ringan, berat, biasa tau tidak biasa.
Aminuddin (1987 : 91) mendefinisikan ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebiha jauh lagi Aminuddin memberikan beberapa langkah untuk memahami tema. Langkah-langkah tersebut melalui (1) pemahaman setting, (2) memahami penokohan (3) pemahaman satuanm peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa (4) pemahaman plot dan alur (5) hubungan pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa (6) menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan (7) identifikasi pengarang memaparkan cerita (8) menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya.
Setiap fiksi haruslah mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Penulis melukiskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar itu. Dengan demikian tidak berlebihan bila dikatakan bahwa tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Suatu cerita yang tidak mempunyai tema tentu taka ada gunanya dan artinya.
Brooks, Puser dan Warren dalam buku lain mengatakan bahwa “ tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau yang membangun dasar atau gagasn utama dari suatu karya sastra”. Dalam Tarigan (1986 :125)
Jakob Sumardjo dan saini KM ( 1986:56 ) mengatakan bahwa tema tidak perlu selalu berwujud moral atau ajaran moral. Tema hanya bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan.kesimpulannya, atau bahkan hanya bahan mentah pengamatannya saja. Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu masalah kehidupan, dan problem tersebut tak perlu dia pecahkan. Pemecahannya terserah pada masing-masing pembaca.
Untuk menentukan makna pokok sebuah novel, kita perlu memiliki sebuah kejelasan pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto, 1986:142 dalam Nurgiantoro, 1994:68)
Sebagai sebuah makna, pada umumnya tema tidak dilukiskan, paling tidak pelukisan secara langsung atau khusus. Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung tersebut. Hal ini pulalah antara lain yang menyebabkan tidak mudahnya penafsiran tema. Penafsiran tema utama diprasarati oleh pemahaman cerita yang secara keseluruhan. Namun, adakalanya juga dapat ditemukan adanya kalimat-kalimat ( atau alinea-alinea, percakapan) tertentu yang dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengandung tema pokok.( Nurgiantoro, 1994:69)
Beberapa tingkatan tema menurut Shipley (1962:417)dalam Nurgiantoro(1994:80) yang mengartikan tema sebagai subjek wacana, topic umum atau masalah utama yang dituangkan dalam cerita. Shipley membedakan tema –tema karaya satra kedalam tingkatan-tingkatan semuanya ada lima yaitu :
1. Tema tingkat fisik, manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan ) molekul, man as molecul. Tema karya sastra pad atingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditujukan oleh banyaknya aktifitas fisik dari pada kejiwaaan.
2. Tema tingkat organic, manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan)protolasma, man as protoplasma. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan mempersoalkan masalah seksualitas- suatu aktivitas yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dalam tingkat ini khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang.
3. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, kehidupan bermasyarakat yang merupakan tempat aksi-interaksinya sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain lainyang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu berupa ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan bawahan, dan berbagai masalah hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam dalamd karya satra sebgai kritik sosial.
4. Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualisnya.dalam kedudukannya sebagai makhlik individu manusia juga mempunyai banyak permasalahan dan kobnflik misalanya, yang berwujud reaksi manusia terhadap maslah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas itu berupa diantara lain: berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya,yang pada umumnya lebih bersifat batin yang dirasakan oleh yang bersangkutan.
5. Tema tingkat devine, manusia sebagai makhluuk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tingkat ini adalah masalah manusia dengan sang pencipta, Masalah reliogisitas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainya seperti pandangan hidup, visi dan keyakinan.
Akhirnya perlu ditegaskan dalam sebuah karya fiksi mungkn saja ditemukan lebih dari satu tema dari ke lima tingkatan tema diatas.
Menurut Nurgiantoro, (1994:82-83) bahwa tema terbagi menjadi dua yaitu tema utama dan tema tambahan. Tema utma disebut tema mayor artinya makna pokok ceritaq yang menjadi dasar atau gagasan dasar umm sebuah karya. Dan makna minor adalah makna yang hanya terdapat bagin-bagian tertentu cerita.
2. Penokohan
Membecarakan penokohan berarti membicarakan tentang tokoh ceritadan perwatakan. Tokoh cerita adalah individu yang mengemban cerita, sehingga cerita tersebut dapat dinikmati. Menurut Tarigan (1986:141) tokoh adalah pelakau cerita. Sebagai pelaku cerita tokoh harus dilihat sebagai yang berada dalam masa dan tempoat tertentu dan haruslah pula diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilkukaknnya. Artinya sebagai pelaku cerita tokoh harus dilukiskan seperti manusia yang sesungguhnya. Punya perasaan, pikiran, hati nurani dan lain-lain. Sebagai manusia yang bernapasa dan berdarah segala sesuatau yang dilakukannya harus masuk akal.
Menurut fungsi dan kedudukannya, tokoh terdiri dari tokoh utama, tokoh pendamping, tokoh bawahan, tokokh figuran dan tokokh bayangan. Tokoh utama dalah tokoh yang sangat berperan dalam membawa permasalahan, semua tokoh berpusat padanya. Tokoh pendamping adalah tokoh yang mempunyai kedudukan yang sama sama sejajar tetapi selalu menentang tokoh utama. Tokoh bawahan adalah tokoh selain tokoh utama dan tokoh pendamping, tetapi kehadirannya diperlukan karena mendukung tokoh utama dan tokoh pendamping. Tokoh figuran adalah tokoh yang dihadirkan untuk meelengkapi suasana sehingga kehadirannya dapat menggunakan dialog atau tanpa dialog. Tokoh bayangan dalah tokoh yang hanya dibicarakan tetapi tidak perlu hadir.
Terciptanya suatu alur cerita dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari unsur penokohan. Hal itu disebabkan tokoh merupakan pengejawantahan manusia dalam realitas kehidupan tidak lepas dari pemikiran pemikiran puas tidak puas, suka tidak suka, benci, rindu, dendam, ambisi, serakah, dan perasaan-perasaan lain. Pertanyaan yang timbul kemudian apakah yang sebenarnya yang dimaksud dengan penokohan?.
Menurut liverti, penokohan atau karakterisasi adalah proses yang diperginakan oleh seorang pengarang untuk menciptkan tokoh-tokoh fiksinya. Tooh fiksi harus dilihat sebagai yang berada dalam suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula diberikan motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas pengarang adalah membuat tokoh itu sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada. Cara untuk mencapi tujuan itu tentu beraneka raagam, termasuk pemerian atau analisis, apa yang dilkuakan dan yang dikatakan para tokoh, cara mereka beraksi dalam situasi-situasi tertentu, apa yang dikatakan tokoh lain terhdap mereka atau bagaimana mereka bereaksi terhadapnya ( Tarigan, 1986:141)
Sedangkan menurut Aminudin adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Lebih lanjut Aminudin mengatakan bahwa peristiwa dalam karya siksi seperti halnya dalam peristiwa kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh-tokoh atau pelaku tertentu. Pelaku-pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan ( Aminuddin, 1984:85 )
Peristiwa dalam cerita terjadi karena aksi atau perbuatan yang dilakukan oleh pra tokoh. Karakter atau watak adalah ciri khusus dari struktur kepribadian seseorang. (Soekanto, 1983:50 ) struktur kepribadian manusia tidak terlepas dari pengetahuaannya, rasa dan kehendaknya, serta keinginan itu sendir yang dapat membedakan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu. Perwatakan sebagai ciri khusus struktur kepribadian merupakan akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku dan tindakan dari tipa-tiap individu.
Ada bebrapa macam metode untuk menyajikan perwatakan atau penokohan. Panuti sudjiman membagi menjadi tiga metode. 1. metode analisis, atau metode lansung. Dalam metode ini pengarang memaparkan watak tokohnya dengan menambahkan komentar tentag watak tersebut. 2. metode tak langsung atau metode dramataik, yaitu watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambarang lingkungan atau tempat tokoh. Metode ini disebut juga metode ragaan. 3. metode kontekstual yaitu watak dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang dalam mengacu kepada tokoh. (sudjiman, 1988:23-26 ).
Menurut Tarigan (1984:133, ada bebrapa cara yang dapat digunakan oleh pengarang untuk melikiskan rupa, watak atau pribadi tersebut, antara lain:
1. psycal description ( melukiskan bentuk lahir dari pelakon )
2. portrayal of thought stream or conscious thought ( melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa-apa yang terlintas dalam pikirannya )
3. reaction to events ( melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadapo kejadian-kejadian )
4. Direct author analysis ( pengarang dengan langsung menganalisi watak tokoh )
5. pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon
6. pengarang meluiskan bagaimana pandanagan-pandangan pelakon lain pada suatu cerita terhadapa pelakon utama .
7. pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama, dengan demikian secara tidak langsung pembca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenaiu pelakon utama itu.
Pendapat diatas daa kesamaan dengan Aminuddin (1984:87) dalam memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusuri lewat :
1. tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
2. gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaiannya.
3. menunjukkan bagaimana cara perilakunya.
4. bmelihat bagaimana tokoh berbicara tentang dirinya sendiri
5. bagaimana jalan pikirannya
6. melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
7. melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
8. melihat bagaimana tokoh –tokoh yang lain memberikan reaksi terhdapnya.
9. melihat bagaimana tokoh itu mereaksi tokoh hyang lainya.
Pendapat saad dalam Tjahjono ( 1988:138) hampir sama dengan pendapat Panutu Sudjiman. Cara pengarang melukiskan para tokoh-tokohnya dapat melalui dua jalan yaitu :1. cara analitik dan, 2 . cara daramtik. Cara analitik adalah seorang pengarang akan menjelaskan langsung keadaan dan watak-watak tokohnya. Sedangan cara dramatik adalah cara melukiskan watak tokoh dengan tidak lansung, tetapi dengan berbagai cara. Yaitu :
a. dengan melukiskan reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama.
b. Dengan melukiskan keadaan sekitar tempat tokoh tinggal
c. Dengan cara melukiskan jalan pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut
d. Dengan cara melukiskan perbuatan-perbuatan tokoh tersebut.
Tokoh-tkoh sebagai pelaku pengemban cerita, memiliki peranan yang berbeda-beda tersebut menimbulkan bermacam-macam perwatakan. Menurit Ahmad Badrun (1083:88) perwatakan meliputi : 1. penokokhan dasar. 2. penokohan bulat. 3. penokohan kombinasi.
Aminudin (1987 : 79 ) mendefinisikan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.
Menurut Sumarjo ( 1954 : 57 ) bahwa penokohan adalah seluruh pengalaman yang yang dituturkan dalam cerita yang kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalam yang dijalani oleh pelakunya.
Willian dan Addison menggunakan istilah perwatakan dan mendifinisikan sebagai gambaran kreatif tentang tokoh-tokoh bayangan, yang dapat dipercaya demikian rupa, karea mereka hadir didepan pembaca seperti sesungguhnya (dalam Sukada, 1987 : 63)
Ada yang menggunakan istilah karakter dan karakterisasi . penggunaan istilah karakter (character) sendiri dalam berbagai litertuare bahasa ingris menyaran pad dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prisip moril yang dimilikitokoh-tokoh tersebut ( Staton, 1964:17) dengan demikian character dapat diberi arti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’ antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang suatu kepaduan yang utuh.
Ada beberapa macam tokoh dan ada bebrapa perbedaan yang dapat disajikan oleh pengarang dalam sebuah karya fiksi, perbedaan itu sebagaimana keterangan berikut :
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita ( central character, main character). Sedang yang tokoh kedua adalah tokoh tambahan. (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan ceritanya dalam novel yang brsangkutan. Ia merupakan tokoh yang banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh protagonist dan antagonis. Memkbaca sebuah novel, pembaca sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonist ( alterbernd & Lewia, 1996:59).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satunya jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawentahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita ( alterbernd & Lewia, 1996:59). Tokoh protagonist menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca.
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan. Khususnya konflik dan tegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. ( Nurgiantoro,1994:179 )
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakanke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diaungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton hanya mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan. Perwatakan tokoh yang sederhana yang benar-0benar sederhana dapat dirumuskan denganb sebuah kalimat atau bahkan sebuah frase saja. Misalnya ” ia seorang yang miskin, tetapi jujur”, atau ”ia seorang yang kaya, tapi kikir” ”ia orang yang senantiasa pasrah dan nasib ”
Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya sisi kepribadian dan jati dirinya.ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun iapun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam- macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.oleh karena itu,perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh buat lebih menyerupaikehidupan manusia yang sesungguhnya, karena memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981:201)
d. Tokoh statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat dibedakan dalam tokoh statis, tak berkembang(statis character) dan tokoh berkembang ( developing character).
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-periatiwa yang terjadi ( Altenber dan Lewis, 1966:58).
Tokoh berkembang, dipihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perbahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-peubahan yang terjadi diluar dirinya, dan adnya hubungan antar manusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal, tengah. Dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.
e. Tokoh Tipikal dan Netral
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap ( sekelompok ) manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh tipikal (tipical character) dan tokoh netral ( neutralcharacter ).
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. ( Altenberd dan Lewis, 1966:60 ), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang, atau sekelompok oarang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian suatu lembaga, yang ada didunia nyata.
Tokoh netral, dipihak lain, adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajener yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Is hadair (dihadirkan) semata-mata demi cerita,m atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang diluar dirinya, seorang yang berasal dari dunia nyata. Atau palig tidak, pembaca mengalami kesulitan untuyk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.
3.Alur / plot
Pendapat Jan Van Luxemburk yang di indonesiakan oleh Dick Hartono mengemukakan bahwa alur atau plot adalah kontruksi yang dibuat pengarang mengenai sebuah deretan peristiwa yang logis dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami para pelaku ( Hartoko, 1984 :149)
Aminudin (1987 : 83) mendifinisikan alur adalah rangkai cerita yang dibetuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Staton dalam Nurgiantoro(1994:113) mengatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun kejadian itu dihubung secara sebab akibat, peristiwa yang satu sisebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Kenny (1996:14) dalam Nurgiantoro (1994:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Foster (1970:93)dalam Nurgiantoro(1994:113)juga mengemukakan plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Plot sebuah karya fiksi, menurut foster (1970:94-5) dalm Nurgiantoro(1994:114-115) mengtakan bahwa plot memiliki sifat misterius dan intelektual. Plot menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik bahkan mencekam pembaca. Hal itu mendorong pembaca untuk mengetahui kejadian-kejadian berikutnya. Tentu saja hal itu tidak akan dikemukakan begitu saja secara sekaligus dan cepat oleh pengarang, melainkan mungkin saja, disiasati dengan hanya dituturkan sedikit demi sedikit. Sengaja memisakan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya berhubungan logis-langsung. Atau menunda(baca) menyembunyikan pembeberan sesuatu yang menjadi kunci permasalahn, dengan demikian, justru akan lebih mendorong pembaca untuk mengetahui kelanjutan kejadian yang diharapkan itu. Keadaan yang demikian inilah yang oleh foster disebut sebagai sifat misteriusnya plot.
Dalam plot ada kaidah pemplotan yang diterangkan oleh Kenny(1966:19-22) dalam Nrgiantoro(1994:130) bahwa kaidah-kaidah pemplotan itu adalah meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu ( suspense) dan kepaduan (unity).
Plausibilitas adalah menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita . plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca. Adanya sifat dipercaya itu juga merupakan hal yang esensial dalam karya fikasi. Khususnya yang konvensional.
Suspense menyaran pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca (Abrams, 1981:138) atau menyaran pada adanya harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny, 1966:21). Suspense tidak semata-mata berurusan dengan perasaan ketidaktahuan pembaca terhadap kelanjutan crita, melainkian lebih dari itu, adanya kesadaran diri seolah-olah terlibat dalam kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan dialami tokoh-tokoh cerita. Unsur suspense, bagaimanapun, akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita.
Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca ( Abrams, 1981:138) jadi dalam karya sastra itu terdapat suatu penyimpangan, pelanggaran, dan atau pertentangan apa yang ditampilkan dalm cerita dngan apa yang telah menjadi biasanya. Dengan kata lain yang telah mentradisi, yang telah mengkonvensi dalam penulisan karya fiksi, disimpangi atau dilanggar dalam penulisan karya fiksi itu.
Kasatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa funsional, kaitan, dan acauan yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memilki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Ada benang-benang merah yang menghubungkan berbagai aspek cerita tersebut sehingga seluruhnya dapat terasakan sebagai satu kesatuan
S. Tarif menyebutkan bahwa setiap cerita dapat dibagi dalam lima again:
a. situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
b. generating sircumstances (peristiwa ang bersangkut paut mulai bergerak )
c. rising action (keadaan mulai memuncak )
d. climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)
e.denonement (pengarang mulai memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa) dalam ( tarigan, 1986 : 128)
Didalam memahami buku cerita rekaan dijelaskan pengaluran adalah pengaturan peristiwa membentuk cerita ( sudjiman, 1988 : 31 ). Ada beberapa cara yang dilakuakan untuk mengetahui pengaluran dalam sebuah cerita yaitu :
f. Ad avo, jika sebuah cerita disusun dan dimulai pada awal peristiwa
g. In medis res, jika cerita dimulai ditengah kisah kemudian dipertautkan dengan semua peristiwa sebelum dan sesudahnya.
h. Alih bakih atau sorot balik jika urutan kronologisnya peristawa- peristiwa yag disajikan dalam karaya sastra disela denga peristiwa yang terjadi sebelumnya.
i.
4. Latar
Pendapat Brooks yang dikutip oleh tarigan Henny Guntur (1986 : 136 ) latar adalah latar belakang fisik unsur tempat dan ruang, dalam suatu cerita.
Latar atau stting yang juga disebut landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan( Abrams, 1989:175 dalam Nurgiantoro,1994:216).
Nurgiantoro(1994:227-233) menerangkan Unsur-unsur latar ada tiga yaitu :
a. latar tempat
latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan geografis tempat yang brsangkutan. Masing-masing tempat tentunya mempunyai karakteristiknya sendiri yang membedakannya dengan tempat-tempat yang lain.
Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai medan. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan karakteristik sungai, laut, gubuk reot, rumah, hotel, dan lain-lain mempunyai ciri khas untuk menandainya.
b. latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
c. latar sosial
latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakandalam karya fiksi.
Latar dapat digunakan untuk beberapa maksud atau tujuan antara lain:
Pertama,latar dapat dengan mudah dikenali kembali, dan juga dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerakan serta tindakanya. Kedua, latar suatu cerita dapat mempunyai suatu relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti yang umum dari suatu cerita. Ketiga, kadang-kadang mungkin juga terjdi bahwa latar itu bekerja bagi maksud-maksud tertentu dan terarah dari pada menciptakan atsmosfir yang ermanfaat dan berguna.
5. Point of Viuw ( Penyudut Pandangan )
Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana utuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. ( Abrams, 1981:142 dalam Nurgiantoro,1994:247).
Dengan demikian sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanyaitu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sudut pandang bagaimana merupakan sesuatu yang menyaran pada masalah teknis, sarana untuk menyampaikan maksud yang lebih besar dari pad sudut pandang itu sendiri. Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca ( Booth dalam stevick, 1967:89 ).
Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan kedalam dua macam: pesona pertama, first-person, gaya pandang “aku” dan pesona ketiga, third-person, gaya “dia”. Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia”, dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut masing-masing menyaran dan menuntut konsekuensinya sendiri.
Penggunaan sudut pandang ”aku” ataupun ”dia” yang biasanya juga berarti :tokoh aku atau tokoh dia, dalam karya fiksi adalah untuk memerankan dan menyampaikan berbagai hal yang dimaksudkan pengarang. Ia dapat berupa ide, gagasan, nilai-nilai, sikap dan pandangan hidup, kritik, pelukisan, penjelasan, dan penginformasian namun juga demi kebagusan cerita yang kesemuanya dipertimbangkan dapat mencapai tujuan artistik. Untuk mencapai tujuan tersebut tentulah terkandung pertimbangan: lebih efektif manakah diantara dua ( lengkap dengan variasinya ) sudut pandang itu? Jawab terhadap pertanyaan itu dapat dikembalikan pada argumentasi aristoteles : jika mengharap efek seperti itu, penggunaan sudut pandang tertentu dapat menjadi lebih baik atau buruk ( Booth, dlam stevick, 1967 : 89 )
Titik pandang adalah cara pengarang menampilakan para pelakau dalam cerita yang dipaparkannya( aminudun , 1987 : 90) titik pandang atau bisa di istilahkan dengan poit of view atau titik kisah meliputi :
Narrator Amniscient, Narrator observer, Narrator obserfer amniscient, narrator the third person amniscient.
a. Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
b. Narrator observer adaladh bila pengisah yang berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu prilaku batiniah para pelaku.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk Cerkak
(1)( Sumber: Mekarsari, 11 Mei 2008 )
MBOK KARTO
GENEP limang sasi ngenggoni los anyar ing pasar kuwi, saiki dagangane saya sepi. Kamangka yen dietung-etung meh telung puluh taun, kepara luwih anggone dodolan Sop Kikil.
Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe. Biyen sadurunge pasar paling gedhe ing kutha kabupaten kuwi dibangun, warunge laris manis. Semono uga nalikane isi ana papan penampungan sajroning pasar kuwi dibangun.
Nanging wektu iki, para pelanggan saya suwe saya suda, kepara malah ilang. Menu masakan Mbok Karto Kikil, mangkono tangga-tanggane yen ngundang, kegolong istimewa. Biasane, Sop Kikil alot yen dicakot, nanging sing iki beda. Ana tangane Mbok Karto, kikil kang alot mau dadakan dadi empuk nyamleng jalaran bumbune mrasuk ana ing pori-pori. Ana maneh sing istimewa, teh nasgithel cem-cemane wong tuwa kuwi nikmat, seger ora ana tunggale. Papane ndhewe ana pojok mburi, ora dadi siji karo papane wong dodol ratengan liyane, nanging malah cedhak karo bakul barang loakan. Mbok Karto bisa ngenggoni kapling nyleneh mau, gara-gara papan kang dadi hak-e wis didol marang pedagang anyar.
Sawijining awan, warunge katekan wong wadon ayu, nganggo blus ketat lan rok mini pink, ngatonake lekuk-lekuk awake kang endah trep karo kulite sing kuning mrusuh. Ndadekake kabeh wong sing ana kono kamitenggengen, nggatekake sing lagi teka. Mbok Karto takon, lan wong wadon ayu kuwi mung manthuk semu mesem kaya kepeksa. Wong loro mung padha mbisu, nalikane wong wadon ayu mau noleh, Mbok Karto ngerti yen ana rasa kasedhihan saka sorot mripate. Nganti sore wong wadon ayu mau isih lungguh ana kono, kamangka gelas lan piringe wis kothong kawit mau. Mbok Karto wiwit tata-tata arep kukut.
“Wis sore ndhuk, apa ora bali?” pitakone diwanek-wanekake. Dumadakan wadon ayu malah ndhelikake raine, ungkep-ungkep ana meja, nangis. Mbok Karto mlongo. Nalurine minangka ibu age-age, nyedhaki. Baune wadon ayu mau dicekel “Ana apa ndhuk?” Raine diangkat, katon mripate kaca-kaca. Sabanjure tanpa sungkan-sungkan ngebrukake raine ana pangkone Mbok Karto. Nerusake anggone nangis, nganti jarite Mbok Karto teles kebes. “Ndhuk, gelem mulih menyang nggone simbok, ya? Mengko bisa crita-crita sing luwih dawa,”.
Bengine, nalikane wong loro padha nonton sinetron lokal ing TV, tanpa dijaluk Tiwi mangkono jenenge wadon ayu mau cerita. Wis limang taun nikah, nanging durung duwe anak. Bojone dagang bathik. Sing maune anggone bebrayan rukun, tentrem, ndadak sawijining ndina bojone teka karo wong wadon liya. Sawise padudon, Tiwi diusir lan lunga saparan-paran nganti tekan nggone Mbok Karto.
Tekane Tiwi ana warunge Mbok Karto nggawa pangaribawa gedhe. Sing maune wis endrap-endrip arep mati, sepi, saiki rame maneh. Kabar sumebar yen Mbok Karto anggone dodol Sop Kikil dibantu ponakane kang ayu lindri-lindri. Warunge mbok Karto dadi regeng maneh, senajan diakoni sing andhok ing kono, mung kepengin weruh Tiwi sing ayu, kanthi rok mini lan klambi sing ketat sahengga saranduning awake kang endah katon kabeh. Senajan kentekan Sop Kikil nanging ora gela, jalaran sing baku bisa ndeleng lenggak-lenggoke lan eseme Tiwi.
Ora krasa wis limang sasi luwih Tiwi ngancani Mbok Karto dodolan Sop Kikil. Sasuwene iki wis nggawa panguripan anyar tumraping Mbok Karto, dodolane laris nganti gusis, ateges bathine saya akeh. .
Nanging kahanan ora langgeng, kaya nalika tekane, lungane Tiwi uga ora pepoyan ngerti-ngerti wis ora ana. Nalikane Mbok Karto mulih saka pengajian kampung, ora methuki Tiwi, mung ana layang sa suwek kang isine njaluk pamit lan njaluk ngapura jalaran wis rumangsa nggawe repote Mbok Karto. Mesthi wae lungane Tiwi nggawa owah-owahan maneh ing warunge Mbok Karto, sing maune wis rame, regeng, laris, saiki bali sepi maneh ora ana sing andhok.
Mbok Karto bisane mung ngonggo-onggo ana pojok bangku dawane maneh, nganti sawijining esuk ana kedadeyan kang gawe geger wong akeh. Wong sa pasar padha gemrudug menyang panggonan loakan, kabeh suk-sukan mung kepengin ndeleng Mbok Karto anggone dodolan Sop Kikil nganggo rok mini pink, kaya sing biasane dienggo Tiwi.
2. Tumbal
SĂȘjatinĂ© abĂłt anggĂłnku nindakakĂ© pakaryan iki. NangĂng piyĂ© manĂšh.Aku mĂșng sakwijinĂng bawahan sĂng kudu loyal marang atasan. KamĂ„ngkĂ„ atasanku Drs SĂȘngkuni SH MBA wĂs nginstruksĂškakĂ© yĂšn proyĂšk iki kudu di-mark up.MbĂșh piyĂ© caranĂ© sĂng pĂȘnting kabĂšh bisa olĂšh pangan. PancĂšn iki konsĂȘkuĂšnsinĂ© nduwĂšni jabatan sĂng stratĂȘgis kĂ„yĂ„ awakku iki.Tak akĂłni sakwisĂ© dadi Kasubag PĂȘngĂȘlolaan ProyĂšk iki rĂȘjĂȘkiku mbanyu mili. Paribasan nganti kĂ„yĂ„ diwĂšnĂšh-wĂšnĂšhi.
NangĂng yĂšn Ă„nĂ„ pĂȘrkĂ„rĂ„ sĂng kĂ„yĂ„ mĂȘngkĂ©nĂ© aku ugĂ„ kudu wani ndhadhagi.AwĂt yĂšn ora, bisĂ„ dipĂȘsthĂškkĂ© yĂšn tahĂșn ngarĂȘp aku mĂȘsthi bakal dimutasi."WĂs tĂ„ DĂk Har, ora sah dipikirkĂ© abĂłt-abĂłt. Soal wĂłng sĂ„kĂ„ KPK, mĂȘngko aku sĂng mback-up wĂs," mangkono pangandikanĂ© atasanku kasĂȘbĂșt Ăng sak wijinĂng wĂȘktu nalikĂ„ aku ditimbali Ăng ruangĂ©."SĂng pĂȘntĂng kowĂ© bisĂ„ ngolah Ă„ngkĂ„-Ă„ngkĂ„ iku kanthi layak.
Masalah liyanĂ© mĂȘngko aku sĂng ngatĂșr," sĂȘsambungĂ© Pak SĂȘngkuni karo ngĂȘpĂșk-ĂȘpĂșk pundhakku."Lha piyĂ© kirĂ„-kirĂ„? Ă pĂ„ DhĂk Har kabĂłtan? SoalĂ© DĂk WĂsnu wingi ugĂ„ nawakakĂ© arĂȘp nggarap proyĂšk iki," ujarĂ© Pak SĂȘngkuni kĂ„yĂ„ ngĂȘrti kĂȘmrusuhing atiku."Oh, mbotĂȘn Pak. KulĂ„ taksĂh sagah ngayahi piyambak," ujarku gurawalan. "WĂšll! yĂ„ ngono iku sĂng tak karĂȘpkĂ©. YĂšn pancĂšn kowĂ© sĂȘ-visi karo aku, mĂȘsthi aku ora bakal ninggal kowĂ© DhĂk. WĂs sak iki rampĂșngna aku pĂ©ngĂn Minggu ngarĂȘp wĂs rampĂșng. SanggĂșp tĂ„?""SĂȘndikĂ„ Pak," ujarku karo manthĂșk-manthĂșk.Aku Ă©nggal-Ă©nggal ninggalakĂ© ruang kĂȘrjanĂ© bĂłs tĂȘrĂșs nyĂȘlĂșk DhĂk Wakino wakĂlku sartĂł Ăndah sĂ©krĂȘtarĂsku.Tak jak rĂȘmbugan barĂȘng pĂȘrkĂ„rĂ„ iki. AwĂt pancĂšn wĂłng loro iku sĂng dadi nyawaku. IbaratĂ© DhĂk Wakino karo Ăndah kuwi think-tank-ku. SangĂ©nggĂ„ aku bangĂȘt mbutĂșhakĂ© bantuanĂ© dhĂšwĂškĂ©."NĂšk masalah Ă„ngkĂ„ gampang diowahi, Mas. MĂșng sĂng dadi masalah iki tanggĂșng jawabĂ© abĂłt awĂt nyangkĂșt dana sĂng ora sĂȘthitĂk," ujarĂ© DhĂk Wakino."NangĂng tĂȘrĂșs piyĂ© DhĂk? BĂłs wĂs nĂȘtĂȘpkĂ© kudu bisĂ„. YĂšn ora awakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap ninggalkĂ© kantĂłr iki," sĂȘmaĂșrku.DhĂk Wakino manthĂșk-manthĂșk karo ngulati layar kĂłmputĂȘr Ăng ngarĂȘpĂ©."YĂ„ wĂs, arĂȘp piyĂ© manĂšh. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ iki pancĂšn rĂ©siko pĂȘkĂȘrjaan. AwakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap," sambungĂ© wĂłng sĂng bangĂȘt tak pĂȘrcĂ„yĂ„ iku.
*****
PancĂšn iki dudu masalah sĂng ĂšnthĂšng, awĂt proyĂšk iki gungungĂ© mĂšh nĂȘm bĂȘlas mĂlyar rupiah.SĂng kudu di-mark up mĂšh sĂȘpulĂșh mĂliar dhĂ©wĂ©. Ă pĂ„ ora Ă©dan-Ă©danan. NangĂng piyĂ© manĂšh. Aku iki mĂșng bawahan kudu loyal mĂȘnyang atasan. AwĂt yĂšn ora bisĂ„-bisĂ„ aku dilĂłrĂłt jabatanku.KamĂ„ngkĂ„ ngĂȘrti dhĂ©wĂ© kanggo ningkatakĂ© karir Ăng kantĂłr iki ora barang sĂng gampang.AwĂt mĂšh wĂłlulas tahĂșn anggĂłnku bĂȘrjuang ngrintĂs karir, wiwĂt gĂłlĂłngan tĂȘlu A nganti sak iki bisĂ„ dadi Kasubag sak wijinĂng kantĂłr. MĂȘsthi waĂ© dudu bab sĂng gampang.KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© sĂng wĂȘktu iki kĂȘlĂȘbu Ă„nĂ„ bagian sĂng ĂȘmpĂșk.Ora sithĂk sĂng pĂ„dhĂ„ kĂȘpĂ©ngĂn bisĂ„ nglungguhi kĂșrsiku iki.
AwĂt pancĂšn ya nyĂȘnĂȘngkĂ© tĂȘnan. GolĂšk dhuwĂt paribasan kĂȘcap waĂ© dadi atusan Ă©wĂłn.NangĂng ugĂ„ mujĂșdakĂ© bagian sĂng Ă„nĂ„ pucuking ĂȘri, yĂšn ora ngati-ati bisa ndang ngglĂșndhĂșng tĂȘnan."DurĂșng sarĂ©, Pah?" panyĂ©nggĂłlĂ© Nani, sisihanku.Ora tak rĂ„sĂ„ yĂšn wĂȘktu iki aku nĂȘdhĂȘng ngalamĂșn nĂšng tĂȘras kamar lantai loro.
"DurĂșng ngantĂșk, Mah?" sĂȘmaurku karo nyumĂȘt rĂłkĂłk ĂȘmbĂșh sĂng kĂȘpira mau?
"SajakĂ© Ă„nĂ„ masalah nĂšng kantĂłr?" pitakĂłnĂ© bojoku sĂng wĂs apal lagĂłnku. SabĂȘn Ă„nĂ„ masalah mĂȘsthi tangkĂȘpku dadi sĂ©jĂ© karo padatan.Aku mĂșng manthĂșk. TĂȘrĂșs sisihanku lunggĂșh Ăng sandhĂngku.AwĂt yĂšn wĂs ngono biasanĂ© aku tĂȘrĂșs critĂ„ masalahku marang dhĂšwĂškĂ©. PancĂšn sak suwĂ©nĂ© iki sisihanku sĂng dadi sparing partnĂȘr-ku.
DhĂšwĂškĂ© kuwi wĂłng wadĂłn sĂng istimĂ©wa, sĂȘnadyan mĂșng ibu rumah tangga, nangĂng otakkĂ© ora kalah karo wanita karir. Ora nggumĂșnankĂ© sĂȘjatinĂ© sisihanku lulusan sarjana lan mbiyĂšn tahu dadi dosĂšn Ăng univĂȘrsitas swasta. MĂșng amargĂ„ aku ora kĂȘpĂ©ngĂn bojoku bĂȘrkarir, mula dhĂšwĂškĂ© tak kĂłn dadi ibu rumah tangga thĂłk. SupĂ„yĂ„ anak-anakku bisĂ„ kopĂšn, nyatanĂ© anakku cacah tĂȘlu sakiki wĂs ngancĂk dhĂ©wĂ„sĂ„ kabĂšh, sĂng mbarĂȘp malah wĂs mĂšh lulĂșs sĂ„kĂ„ univĂȘrsitasĂ©.
***
"PancĂšn abĂłt posisi panjĂȘnĂȘngan, Pah. AwĂt iki dilĂ©ma. YĂšn njĂȘnĂȘngan wĂȘgah, mĂȘsthi bakal dilĂłrĂłt. NangĂng yĂšn pĂȘnjĂȘnĂȘngan tindakkĂ©, abĂłt rĂ©sikonĂ©," komĂȘntarĂ© sisihanku sak wisĂ© tak critani pĂȘrmasalahanku."Ya kuwi sĂng gawĂ© bingĂșngku. Lha trĂșs aku kudu piyĂ©?" "YĂșk awakkĂ© dhĂ©wĂ© tahajĂșd, nyoba nyuwĂșn tuntunan Gusti Allah, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mĂȘngko njĂȘnĂȘngan olĂšh pĂȘpadhang," ujarĂ© sisihanku.Aku manthĂșk-manthĂșk tĂȘrus wĂłng loro pĂ„dhĂ„ tumuju kamar mandhi njupĂșk banyu wudu kanggo ngrĂȘsiki badan. Ă nĂ„ sak jroning tahajĂșd tak rasakakĂ© kĂ„yĂ„ ngĂ„pĂ„ jumbal-jumbulĂ© wĂȘwayangan ing alam pikirku. SĂȘnadyan wola-wali tak cobĂ„ nyilĂȘmakĂ© wĂȘwayangan iku nanging krĂ„sĂ„ angĂšl bangĂȘt.SabĂȘn-sabĂȘn wĂȘwayanganĂ© Pak SĂȘngkuni atasanku kanthi polatan nĂȘsu ngulatakĂ© aku. Gonta-ganti karo lapuran proyĂšk sĂng kudu tak gawĂ©. TĂȘrĂșs nglambrang manĂšh wĂȘwayanganku dipĂȘcat dĂ©nĂng atasan.TĂȘrĂșs Ă„nĂ„ gambaran pĂ„rĂ„ polisi sĂng tĂȘkĂ„ ing kantĂłrku tĂȘrĂșs mbĂłrgĂłl tanganku."DĂșh, GĂșsti Allah...... KulĂ„ pasrah wĂłntĂȘn ngarsĂ„ padukĂ„!" pambĂȘngĂłkku Ăng sak jronĂng tahajĂșd. Bubar kuwi aku ngrasakakĂ© pĂȘndĂȘlĂȘnganku pĂȘtĂȘng. Aku ambrĂșk ngambĂșng karpĂšt sĂng dadi lambaran anggĂłnku ngadhĂȘp Ăng PangĂ©ran.
iki DhĂk WĂsnu tĂȘkĂ„ Ăng kantĂłrku karo mĂšnĂšhakĂ© layang kanggo aku. Tak bukak layang iku tibakĂ© surat pĂȘrintah sĂ„kĂ„ Pak SĂȘngkuni supĂ„yĂ„ aku mĂšnĂšhakĂ© proyĂšk iku marang dhĂšwĂškĂ©."Sorry lho Mas, aku mĂșng nindakakĂ© dhawĂșh," ujarĂ© WĂsnu katĂłn pĂȘkĂ©wĂșh karo aku. "Ora Ă„pĂ„-Ă„pĂ„, DhĂk. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ kowĂ© luwĂh pintĂȘr timbang aku," ujarku karo mĂšnĂšhakĂ© bĂȘrkas-bĂȘrkas administrasi proyĂšk. SĂȘnadyan Ă„nĂ„ kang kĂłbĂłng Ăng dhĂ„dhĂ„ iki, nangĂng tak cobĂ„ mĂȘkak hardening kanĂȘpsĂłnku.MugĂ„-mugĂ„ waĂ© Gusti Allah tansah mĂšnĂšhi kĂȘsabaran marang aku. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng ora lĂ„rĂ„ ati, yĂšn nĂšng tĂȘngah dalan gawĂ©yanĂ© dipasrahkĂ© wĂłng liyĂ„. Pak SĂȘngkuni pancĂšn kĂȘbangĂȘtĂȘn. KatĂłnĂ© dhĂšwĂškĂ© wĂs malĂk imanĂ© sak ĂȘnggĂ„ tĂ©gĂ„ karo aku sĂng ora liya anak buahĂ©.Awan iku aku milĂh mulĂh gasik, awĂt yĂšn tak tĂȘrĂșs-tĂȘrĂșskĂ© nĂšng kantĂłr bisa-bisa malah aku dhĂ©wĂ© sĂng ora kuwat.***
Aku wĂs ngrumangsani yĂšn karirku mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ bakal mĂȘntĂłk. AwĂt wĂȘktu iki Pak SĂȘngkuni, atasanku ora gĂȘlĂȘm nyĂ„pĂ„ arĂșh marang aku. SabĂȘn-sabĂȘn dhĂšwĂškĂ© butĂșh, mĂȘsthi Dik WĂsnu sĂng diundang Ă„nĂ„ kantĂłr. Lan tingkah kang kĂ„yĂ„ mangkono mau disĂȘngĂ„jĂ„ ovĂȘr acting nĂšng ngarĂȘpĂ© pĂ„rĂ„ bawahan.Aku rumĂ„ngsĂ„ korban pangrĂ„sĂ„. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng kuwat dipĂȘrlakukan kĂ„yĂ„ mangkono. NangĂng aku nyoba sabar. Karo Ăng batin tansah ndĂȘdongĂ„, mugĂ„-mugĂ„ Pak SĂȘngkuni diapurĂ„ dosanĂ© dĂ©nĂng Gusti Allah, sartĂ„ dibukakakĂ© atinĂ© supĂ„yĂ„ ora bangĂȘt-bangĂȘt anggĂłnĂ© nĂȘsĂłni aku.Lan
sak wijinĂng wĂȘktu sĂ„pĂ„ sĂng bakal ngirĂ„, yĂšn kantĂłrku ditĂȘkani polisi pirang-pirang. WiwitanĂ© ruangku sĂng dipriksĂ„, barĂȘng ora Ă„nĂ„ tĂȘrĂșs ruangĂ© KĂȘpala KantĂłr bubar kuwi tĂȘrĂșs tak tĂłntĂłn Ă„nĂ„ polisi nganggo sĂȘragam nyĂȘrahakĂ© surat marang atasanku kasĂȘbĂșt.Tanpa suwĂ„lĂ„ manĂšh Pak SĂȘngkuni diglandhang dĂ©nĂng pĂȘtugas kĂȘpolisian iku.AwĂt disinyalĂr dhĂšwĂškĂ© wĂs mark up dhuwĂt proyĂšk nganti sĂȘpulĂșh miliar. Ora mĂșng Pak SĂȘngkuni dhĂ©wĂ©, kĂȘlĂȘbu DhĂk Wisnu sĂng kumawani nglancangi gawĂ©yanku. Lan wĂs bisĂ„ diwĂ„cĂ„, Ăng ngĂȘndi papan KĂȘpala iku ora tahu salah. SĂng salah mĂȘsthi bawahan. AwĂt ora gantalan suwĂ© Pak SĂȘngkuni bĂłsku wĂs mĂȘtu sĂ„kĂ„ kantĂłr polisi. DĂ©nĂ© DhĂk WĂsnu ditĂȘtĂȘpkĂ© dadi tĂȘrsangka. Wisnu wĂs dadi tumbal ing kantĂłrku, awĂt dhĂšwĂškĂ© kudu mikĂșl dosanĂ© bĂłsku sĂng wĂȘktu iki mĂșng cukĂșp dimutasi Ăng luar jawa."BĂȘgjĂ„ sampĂ©yan Pah. UntungĂ© nolak Ă„pĂ„ dhawuhĂ© bĂłs mbiyĂšn," ujarĂ© sisihanku karo ngrangkĂșl aku lan nangĂs mingsĂȘg-mingsĂȘg.
"GĂșsti isĂh njampangi awakku, Mah. Lan kabĂšh mau uga ora uwal sĂ„kĂ„ dukunganĂ© Mamah," ujarku.Ah, pancĂšn kabĂšh iki kĂ„yĂ„ wĂs diatĂșr dĂ©nĂng Gusti Allah. KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© rumĂ„ngsĂ„ dislamĂȘtakĂ© dĂ©nĂng PanjĂȘnĂȘnganĂ©. Coba mbiyĂšn aku sĂng nindakakĂ© bab mau, bisĂ„-bisĂ„ aku sĂng mlĂȘbu kunjaran.
::Dening: Tri Wiyono::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
Sumber : Jagad Jawa - Solopos
3. Tamu Kang Pungkasan
LakunĂ© dinĂ„ rumangsaku cĂȘpĂȘt bangĂȘt, wĂȘktu sĂȘwulan sĂng diidinakĂ© sĂ„kĂ„ pĂȘmĂȘrintah rumangsaku lagi dhĂšk wingi, nangĂng ngĂȘrti-ngĂȘrti kari sĂȘdinĂ„ iki. DinĂ„ sĂ©sĂșk aku lan kĂ„ncĂ„-kĂ„ncĂ„ sak profĂšsiku gĂȘlĂȘm ora gĂȘlĂȘm kudu ninggalakĂ© panggĂłnan iki, yĂ„ panggĂłnan Ă„lĂ„ sĂng dadi mungsuhĂ© masyarakat sĂng kĂȘpĂ©ngin uripĂ© slamĂȘt donyĂ„ lan akhirat.PancĂšn wiwitanĂ© aku ora sĂȘngĂ„jĂ„ mlĂȘbu papan ĂšlĂšk sĂng diarani lokalisasi, nangĂng kabĂšh amargĂ„ kĂȘpĂšpĂšt kahanan, biyĂ„sĂ„... masalah klasik sĂng diadhĂȘpi pawĂłngan sĂng urĂp Ăng padĂ©san, kurang pangan lan sandhang lan ora kuwat ngadhĂȘpi sanggan urĂp, gĂšk kamĂłngkĂł sĂng jĂȘnĂȘngĂ© golĂšk pĂȘnggawĂ©yan iki angĂšlĂ© jan ngĂȘpĂłl tĂȘnan.
Ă jĂ„ manĂšh aku sakkĂ„ncĂ„ sĂng mĂșng duwĂ© ijazah SMP tanpĂ„ nduwĂšni kĂȘtrampilan, sanajan sĂng wĂs duwĂ© ĂšmbĂšl-ĂšmbĂšl gĂȘlar sarjana waĂ© akĂšh sĂng kĂȘcĂȘmplĂșng ing profĂšsi iki sanajan bĂ©dĂ„ kĂȘlasĂ©. Ora krĂ„sĂ„ lĂșh tĂȘmĂštĂšs ing pipiku, urĂp kĂłk mĂșng kĂ„yĂ„ ngĂ©nĂ©, gĂšk sĂșk kapan aku bisĂ„ mĂȘntas sĂ„kĂ„ panggĂłnan iki? DhĂșh,... GĂșsti Allah paringĂ„nĂ„ pitudĂșh mĂȘrgi Ăngkang lĂȘrĂȘs lan pinanggihnĂ„ jodho Ăngkang saĂ©. Aku unjal ambĂȘgan landhĂșng, gĂšk kĂ„yĂ„ aku iki Ă„pĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng sudi mĂȘngku? NĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn GĂșsti Allah iku ora sarĂ©, sakwijinĂng dinĂ„ mĂȘngko aku bakal kĂȘtĂȘmu jodhoku.
Dak Ă©lĂng-Ă©lĂng nasibĂ© kĂ„ncĂ„-kĂ„ncĂ„ sak profĂšsiku nyatanĂ© ugĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng gĂȘlĂȘm ngĂȘpĂšk bojo. Mbak Ăndah dipĂšk bojo sopĂr trĂȘk lĂȘnggananĂ© malah nyatanĂ© saiki bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„ Ăng ndĂ©sĂ„. DhĂk HĂšsti ugĂ„ dipĂšk bojo wĂłng lanang sanajan mĂșng dadi mbĂłk ĂȘnĂłm anangĂng kabĂšh kĂȘbutuhanĂ© bisĂ„ dicukupi, Ăndang kancaku sak kampĂșng ugĂ„ diwĂȘngku wĂłng lanang sanajan wĂs rĂ„dĂ„ sĂȘpĂșh yuswanĂ© nangĂng nyatanĂ© gĂȘmati bangĂȘt malah saiki diparingi putrĂ„.Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah, biyĂ„sĂ„,... mancĂng iwak alias nggodhĂ„ wĂłng lanang sĂng kĂȘpĂ©ngin awakĂ© dikĂȘpĂ©nakakĂ© sanajan mĂșng sĂȘdhĂ©lĂ„, syĂșkĂșr yĂšn gĂȘlĂȘm nginĂȘp sĂȘwĂȘngi, wah... mĂȘsti bayaran sĂng dak tĂ„mpĂ„ lumayan kanggo sangu mulĂh mĂȘnyang ndĂ©sĂ„."MampĂr Mas,"... godhaku nalikĂ„ Ă„nĂ„ sakwĂšnĂšhĂng pawĂłngan mlaku ijĂšn karo miling-miling nyawang tĂȘras pĂłndhĂłkanku, dhĂšwĂškĂ© mĂšsĂȘm lan gĂȘlĂȘm mampĂr."NgunjĂșk mĂȘnĂ„pĂ„ Mas?" ujarku karo nggandhĂšng tanganĂ© dak jak lunggĂșh Ăng sandhĂngku. WĂłng lanang mau manĂșt waĂ©."BiyasanĂ© wĂłng lanang iku sĂȘnĂȘnganĂ© ngunjĂșk susu yĂ„, kĂłpi susu Ă„pĂ„ coklat susu?" aku sansaya wani nggodhĂ„, lha wĂłng sĂng digodhĂ„ yĂ„ sansĂ„yĂ„ sĂȘnĂȘng atinĂ©.YĂ„ kĂ„yĂ„ mĂȘngkĂ©nĂ© pĂȘnggawĂ©yanku sabĂȘn ndinĂ„ nglayani tamu sĂng gĂȘlĂȘm mampĂr Ăng kamarku. WĂȘktu limang tahĂșn urĂp Ăng lokalisasi pancĂšn akĂšh bungah lan susahĂ©, nangĂng kĂȘpĂ©nakĂ© mĂșng watĂȘs bab kadonyan, bisa cukĂșp sandhang lan pangan ora nyambĂșt gawĂ© abĂłt, nangĂng rĂȘkasanĂ© bisĂ„-bisĂ„ kĂȘtularan pĂȘnyakit sifilis utawa AIDS lan dadi mungsuhĂ© masarakat, amargĂ„ dianggĂȘp dadi sampah masyarakat sĂng kudu disĂrnakakĂ©. Aku isĂh kĂšlingan nalikĂ„ lokalisasi iki didhĂ©mo warga masyarakat, awakku nganti ndrĂȘdhĂȘg kawĂȘdĂšn.
"Lho kĂłk malah ngalamĂșn?" ujarĂ© wĂłng lanang sĂng dadi tamuku iku ngagĂštakĂ© atiku."Ah, iyĂ„ yĂ„ bĂȘnĂȘr ngĂȘndikamu Mas, lha kĂȘpriyĂ© ora ngalamĂșn, mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ panjĂȘnĂȘngan iku tamuku Ăng papan kĂ©nĂ© kang pungkasan amargĂ„ sĂ©sĂșk aku sak kĂ„ncĂ„ kudu lungĂ„ sĂ„kĂ„ papan iki.""DitĂȘpungakĂ© jĂȘnĂȘngku BagĂșs sanajan rupaku ora bagĂșs," mĂȘngkono tamuku mau nĂȘpĂșngakĂ©. "Sunthi jĂȘnĂȘngku Mas," aku ganti sĂȘmaĂșr. PriyayinĂ© pancĂšn grapyak lan akĂšh gunĂȘmĂ©, lagi tĂȘtĂȘpungan kurang sĂ„kĂ„ limang mĂȘnĂt waĂ© rasanĂ© wĂs bisĂ„ akrab."Aku mrĂ©nĂ© pancĂšn golĂšk kĂȘnangan kang pĂșngkasan sĂ„kĂ„ papan lokalisasi iki, aku ngajab papan iki pancĂšn bisĂ„ rĂȘsĂk sĂ„kĂ„ tumindak maksiyat," mĂȘngkono ujarĂ© Mas BagĂșs. Sak jam luwĂh aku lan Mas BagĂșs ngĂłbrĂłl ngalĂłr ngidĂșl, lan pungkasanĂ© Mas BagĂșs pamitan arĂȘp mulĂh mĂȘnyang omahĂ©. DhĂšwĂškĂ© ninggali dhuwĂt aku sing lumayan akĂšh lan njalĂșk jĂȘnĂȘng lan alamat omahku sĂng sakbĂȘnĂȘrĂ©.
****
AnĂšng ngomah rasanĂ© kĂ„yĂ„ dikunjĂ„ra waĂ©, la kĂȘpriyĂ© ora susah, la anĂšng ngomah yĂ„ mĂșng thĂȘngĂșk-thĂȘngĂșk waĂ© tanpĂ„ duwĂ© gawĂ©yan sĂng ngasilakĂ©. DhuwĂt cĂšlĂšnganku wĂs wiwĂt nipĂs, rasanĂ© ati wĂs kĂȘtar-kĂȘtir, dumadakan pak pĂłs mandhĂȘg anĂšng ngarĂȘp omah, ngĂȘtĂȘrakĂ© layang sĂ„kĂ„ Mas BagĂșs, dhĂșh,... bungahĂ© ati iki, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mbĂ©sĂșkĂ© Mas BagĂșs bisĂ„ ngĂȘntasakĂ© aku sĂ„kĂ„ urĂp kang nisthĂ„ iki. Layang dak bukak kanthi alĂłn, Ă„nĂ„ rĂ„sĂ„ bungah lan ati iki tambah dĂȘg-dĂȘgan waĂ©.
"DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trĂȘsnani," mak dhĂȘg rasanĂ© atiku kaya diumbĂșllakĂ© karo Mas BagĂșs. PancĂšn jĂȘnĂȘngku sĂng asli iku SutinĂȘm, nangĂng ing lokalisasi aku nganggo jĂȘnĂȘng "Sunthi", layang dak waca kanthi ati kang dĂȘg-dĂȘgan
Surabaya, 12 DĂ©sĂšmbĂȘr 2007 "DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trisnani"WiwĂt kĂȘtĂȘmu karo sliramu ing papan kĂ„nĂ„ kaĂ©, aku dadi kĂȘpingĂn omah-omah karo sliramu. Bab sĂ„pĂ„ tĂ„ sliramu aku kabĂšh wĂs mangĂȘrtĂšni, nangĂng Ă„pĂ„ sliramu ngĂȘrtĂšni aku lan sĂ„pĂ„ tĂ„ sĂȘjatinĂ© aku iki? BarĂšs waĂ© ya dhĂk, aku iki wĂłng lanang sĂng ora bĂ©dĂ„ karo sliramu. Tumindak nistĂ„ lan Ă„lĂ„ kabĂšh waĂ© wĂs natĂ© dak tindakakĂ©. NangĂng aku pĂ©ngĂn marĂšni kabĂšh mau sakdurungĂ© kasĂšp. Mula yĂšn sliramu gĂȘlĂȘm dak jak urĂp bĂȘbarĂȘngan nyabrang Ăng samodrĂ„ bĂȘbrayan agĂșng, ayo dhĂk wangsulana layang iki, gĂȘlĂȘmĂ„ DhĂk SutinĂȘm dak jak urĂp anyar Ăng sakjĂȘronĂng balĂ© somah kang rĂȘsmi lan ayo pĂ„dhĂ„ urĂp kang anyar, urĂp kang kĂȘbak laku utĂ„mĂ„ sanajan mĂșng urĂp sarwĂ„ prasĂ„jĂ„, wĂs bĂšn lĂȘlakĂłnmu lan lĂȘlakĂłnku dikubĂșr barĂȘng-barĂȘng lan dilarĂșng Ăng samodra pangapurĂ„. Aku ora njanjĂškakĂ© urĂp kang moncĂšr kĂȘbak kĂȘmĂ©wahan donyĂ„, nangĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn aku karo sliramu bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„. SĂȘpisan manĂšh, aku ora mĂȘksĂ„ nangĂng aku tĂȘtĂȘp nunggu walĂȘsan layang iki bĂšn atiku bisa tĂȘntrĂȘm. SĂ„kĂ„ kĂ„ncĂ„ anyarmu sĂng nĂȘmbĂ© kasmaran.BagĂșs Ora krĂ„sĂ„, kacu cilĂk wĂs tĂȘlĂȘs kĂȘbĂȘs ĂȘlĂșhku, bisaku mĂșng pasrah jiwĂ„ lan rĂ„gĂ„ marang Mas BagĂșs. SunarĂ© srĂȘngĂ©ngĂ© wayah Ă©sĂșk Ăng SurĂ„bĂ„yĂ„ nambahi Ă©ndahĂng swasĂ„nĂ„ balĂ© somahku. KĂȘmbang kĂȘnĂ„ngĂ„ Ăng ngarĂȘp omahku nyĂȘbarakĂ© gĂ„ndĂ„ kang arĂșm. CĂȘpĂȘt-cĂȘpĂȘt aku dandan sak pĂȘrlu arĂȘp ngĂȘtĂȘrakĂ© Panji anakku mbarĂȘp sĂ„kĂ„ titisanĂ© Mas BagĂșs kang saiki makaryĂ„ dadi mĂłntĂr sĂȘpĂ©da mĂłtĂłr, Allahuakbar,... laillahaillallah, alhamdulilllah pujiku marang PangĂ©ran Kang Maha Kuwasa.
::Dening: Sumédi::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
4. DĂșrjĂ„nĂ„
Pak SarmĂn katĂłn gĂȘtĂȘm-gĂȘtĂȘm, ngrungĂłkakĂ© pawartĂ„, yĂšn Ăng wĂȘktu iki akĂšh wĂłng kang kĂ©langan, akĂšh malĂng kang pĂ„dhĂ„ bĂȘropĂ©rasi. Sak liyanĂ© omah-omah biasa, papan kang kanggo jujugan malĂng yĂ„ iku kantĂłr-kantĂłr pĂȘmĂȘrintahan.
Pak SarmĂn katĂłn anyĂȘl amargĂ„ sĂȘtĂȘngah tahĂșn kĂȘpungkĂșr kantĂłrĂ© yĂ„ pĂȘrnah disatrĂłni malĂng. Sanadyan bapak kĂȘpala Ăng kantĂłrĂ© ora parĂng dukĂ„ marang dhĂšwĂškĂ©, nangĂng Pak SarmĂn rumĂ„ngsĂ„ isĂn. Ă pĂ„ manĂšh dhĂšwĂškĂ© kudu ngadhĂȘpi pitakĂłnĂ© bapak-bapak sĂ„kĂ„ kĂȘpulisian, sĂng sĂȘmunĂ© kĂ„yĂ„ nudhĂșh marang dhĂšwĂškĂ©.
Pak SarmĂn anggĂłnĂ© jĂ„gĂ„ malĂȘm Ăng salah sawijinĂ© kantĂłr pĂȘmĂȘrintahan wĂs sawĂȘtĂ„rĂ„ suwĂ©, kurang luwĂh wĂs rĂłng pulĂșh tahun. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ umurĂ© wĂs kĂȘtuwan mĂȘnĂ„wĂ„ ngajĂłkakĂ© dadi pĂȘgawai nĂȘgĂȘri, mulĂ„ dhĂšwĂškĂ© wĂs mupĂșs. JĂ„gĂ„ malĂȘm kanggonĂ© dhĂšwĂškĂ© ora nggolĂški lĂȘmbaran rupiah, nangĂng ngiras pantĂȘs kanggo tirakat, mĂȘlĂšk wĂȘngi, kanggo sĂȘsirĂh. Ora Ă„nĂ„ liyĂ„ sĂng diprihatinakĂ©, didongakkĂ© sabĂȘn dinĂ„ yaiku anak lanang siji-sijinĂ©, Parjo. Anak lanang sĂng didĂ„mĂ„-dĂ„mĂ„, digadhang-gadhang lan digayĂșh mugĂ„-mugĂ„ bisa mikĂșl dhuwĂșr mĂȘndhĂȘm jĂȘro marang dhĂšwĂškĂ©. Parjo salah sawijinĂng pĂȘmudha kang gagah, dĂȘdĂȘg piadĂȘgĂ© Ă©ntĂșk, lan praupanĂ© ya ora pati nguciwani. MulĂ„ ora maido yĂšn duwĂ© pĂȘpinginan dadi pulisi. Nanging Pak SarmĂn sĂȘmpat was-was, sawisĂ© lulĂșs SMA, Parjo wĂs nyobĂ„ ndhaftar dadi pulisi kapĂng pindho, nangĂng gagal tĂȘrĂșs, lan ora mangĂȘrtĂšni Ă„pĂ„ sĂng nyĂȘbabakĂ© gagalĂ©. YĂšn ditakoni jarĂ© kabĂšh ujianĂ© yĂ„ bisĂ„ nggarap, ujian fisik yĂ„ bisĂ„, mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ nasibĂ© waĂ© sing durĂșng apĂk.
RĂłng ndinĂ„ iki Pak SarmĂn ora doyan mangan, amargĂ„ mikĂr pĂȘnjalukĂ© anakĂ© lanang. Anak lanang siji-sijinĂ© ora tau njalĂșk, njalĂșk pisan waĂ© dhĂšwĂškĂ© ora bisĂ„ nuruti. Parjo pancĂšn arang nĂȘmbĂșng njalĂșk marang wĂłng tuwanĂ©, wĂs kulinĂ„ sĂ„kĂ„ cilĂk, kĂȘpingĂn klambi waĂ© ora bakal nĂȘmbĂșng marang wĂłng tuwanĂ©. NĂšk ditukĂłknĂ© yĂ„ diĂȘnggo, nĂšk ora yĂ„ mĂșng mĂȘnĂȘng waĂ©. RĂłng ndinĂ„ kĂȘpungkĂșr Parjo sĂȘmpat ngĂłmĂłng marang bapakĂ©, "Pak, pripĂșn nĂšk kulĂ„ pĂȘnjĂȘnĂȘngan pundhĂștkĂ© mĂłtĂłr, krĂ©dit mawĂłn, mĂȘngkĂ© kula tak ngojĂšk, hasilĂ© rak sagĂȘd kanggĂ© ngangsĂșr..., timbanganĂ© kulĂ„ nganggĂșr wĂłntĂȘn ndalĂȘm, sak mĂȘnika padĂłs pĂȘdamĂȘlan nggĂh angĂšl?!". "Jo..., Jo... Ă„pĂ„ kowĂ© ki ra ngĂȘrti, dinggo nyukupi butĂșh sabĂȘn dinanĂ© waĂ© kangĂšlan, la kĂłk dinggo tuku mĂłntĂłr!, kowĂ© kuwi nglindĂșr pĂł piyĂ©?" "NggĂh sampĂșn....".
***
TĂȘlĂșng sasi wĂs mlaku, rikĂ„lĂ„ wĂȘktu ngasar Karmo, adinĂ© lanang Pak SarmĂn nyĂȘdhaki lungguhĂ© Pak SarmĂn tĂȘrĂșs ngĂłmĂłng kanthi sora lan sĂȘmangat makantar-kantar, "Mas... Mas SarmĂn, ati-ati lho Mas... sakiki wis wiwĂt akĂšh pĂȘncurian, malĂng-malĂng wĂs mĂȘrajalĂ©la manĂšh, kĂ„yĂ„ tĂȘlĂșng sasi kĂȘpungkĂșr, iki malah tambah nĂȘmĂȘn." "Mo... Mo! ĂmĂłng kĂłk pathing pĂȘcĂłthĂłt, mĂȘrajalĂ©la ki Ă„pĂ„ cobĂ„?" "HĂ©... hĂ©..., ĂȘmbĂșh Mas, wĂłng aku gĂșr mĂšlu-mĂšlu koran kaĂ© kĂłk! NĂng tĂȘnan lho Mas, soalĂ© sĂng diarah sakiki kantĂłr-kantĂłr manĂšh, biasanĂ© njikĂșk kĂłnmutĂ©r, sĂng di jikĂșk Ă„pĂ„ ya... anu, nĂšk ora salah jĂȘnĂȘngĂ© cĂ©... pĂ©... u." "MbĂłk nĂšk ra mudhĂȘng ki takĂłn sĂk, dadi nĂšk ĂłmĂłng ora ngisin-isini, kĂłnmutĂȘr ki bĂšn mumĂȘt pĂ„?! SĂng bĂȘnĂȘr ki kĂłmputĂȘr....., cah nĂšk ra tau mangan sĂȘkolahan yĂ„ kĂ„yĂ„ kowĂ© kuwi...." NgrungĂłkkĂ© sindhiranĂ© kakangĂ©, Karmo gĂșr njĂȘgĂšgĂšs, malah tĂȘrĂșs nĂȘrangakĂ© nganggo bahasa IndonĂ©sia. "Coba bayangkan dalam satu bulan saja di sĂȘkitar kita ini sudah tĂȘrjadi lima kali pĂȘncurian dan anĂšhnya sĂȘpĂȘrti di jadwal. Hari ini sĂȘbĂȘlah barat, dua hari kĂȘmudian timĂșr, tĂȘrĂșs sĂȘlatan, utara... wah uĂ©dan tĂȘnan. Apa polisi tidak bĂȘrtindak yĂ„ Mas?! Wah..... sungguh tĂȘrlalu!" Karmo nirĂłkakĂ© gayanĂ© salah sawijinĂ© pĂȘran ing sinĂȘtrĂłn ĂntĂłng. "IyĂ„, aku ngĂȘrti, tĂȘrĂșs aku kĂłn ngĂ„pĂ„?" sĂȘmaurĂ© Pak SarmĂn. "Lho.... SampĂ©yan niku pripĂșn tho Mas, lha wĂłng kĂȘmarin kan kantĂłrĂ© Mas SarmĂn baru dapat kiriman lima sĂšt kĂłmputĂȘr lĂȘngkap, pasti mĂȘrĂ©ka sudah tahu. Saya yakin lima ratĂșs pĂȘrsĂšn kalau sĂȘbĂȘntar lagi pasti mĂȘnjadi TO-nya para pĂȘncuri itu!"."KowĂ© kuwi ĂłmĂłngan nyĂȘlĂłt ra nggĂȘnah, lĂ© mu sinau bahasa IndonĂ©sia ki nĂšngĂȘndi to Mo, wĂłng yakin kĂłk limangatĂșs pĂȘrsĂšn, Ă©h.... Mo, TO kuwi Ă„pĂ„ tĂł?" "Wah Mas SarmĂn ki kurang gaĂșl tĂȘnan, TO itu singkatan dari TargĂšt OpĂȘrasi!! you know?!... yĂ„ opĂȘrasinya pĂ„rĂ„ pĂȘncuri itu," Sarmo njawab karo nyĂȘngĂšngĂšs. "O... alah Mo... Mo, mbĂłk nyĂȘbĂșt. Lha wĂłng kowĂ© kuwi gĂșr lulusan kathĂłk cĂȘndhak waĂ© kĂłk kĂȘmaki!"DurĂșng suwĂ© anggĂłnĂ© pĂ„dĂ„ rĂȘmbugan, Parjo katĂłn nyĂȘdhaki bapakĂ© karo nggawa bungkusan. "PĂșn dangu, LĂk? Niki kula tumbaskĂ© gorĂšngan, mumpĂșng taksĂh angĂȘt. Niki Pak kula tumbaskĂ© sĂȘs, rĂȘmĂȘnĂ© bapak!" Parjo ngulĂșngakĂ© rĂłkĂłk marang bapakĂ©. Karmo njawab pitakĂłnĂ© ponakanĂ© tĂ©rĂșs nyaĂșt tĂ©mpĂ© gorĂšng lan lĂłmbĂłk rawĂt."Wah kowĂ© kalĂȘbu wĂłng sĂng untĂșng, Mas! Anak mĂșng siji, gĂšk ngĂȘrti marang wĂłngtuwĂ„. Lha aku iki anak papat, jan blas ora Ă„nĂ„ sĂng ngĂȘrti siji-sijia. Ă pĂ„ manĂšh nukĂłkkĂ© rĂłkĂłk, isanĂ© ya nyĂȘlĂȘri rĂłkĂłkĂ© bapakĂ©! Parjo ki sakiki kĂȘrja nĂšnggĂȘndi ta, Mas?" "Ora kĂȘrjĂ„ Ă„pĂ„-Ă„pĂ„, nĂšk tak takĂłni jarĂ© yĂ„ mĂșng bĂsnĂs kĂȘmbang karo kancanĂ©, kuwi lho... sĂng jĂȘnĂȘngĂ© JĂȘmani karo GĂȘlĂłmbang Cinta Ă„pĂ„ piyĂ©? Aku ra pati mudhĂȘng."
***
WiwĂt sorĂ© rĂ„sĂ„ atinĂ© Pak SarmĂn ora kĂȘpĂ©nak, tansah was-was ora Ă„nĂ„ jalaranĂ©. BisĂ„ ugĂ„ yĂ„ amarga pĂȘngarĂșh ngimpinĂ© dhĂšk wingi bĂȘngi. Ngimpi sĂng kanggonĂ© wĂłng-wĂłng jaman ndhisik Ă„nĂ„ sasmita sĂng ora bĂȘcĂk. MiturĂșt piwulang JĂ„wĂ„, ngimpinĂ© Ă„nĂ„ pĂ©rangan wĂȘngi kang diarani puspĂ„tajĂȘm, miturĂșt pĂ„rĂ„ pinisĂȘpĂșh biyasanĂ© bakal numusi. Pak SarmĂn ngimpi yĂšn untu nduwĂșr pathal siji. "Pak..., mbĂłk rasah digagas, lha wĂłng ngimpi kuwi kĂȘmbangĂ© wĂłng turu...," ngono sĂȘmaurĂ© bojonĂ© rikĂ„lĂ„ dicĂȘritani ngimpinĂ©. UdĂ„kĂ„rĂ„ jam wolu bĂȘngi, Pak SarmĂn mangkat mĂȘnyang kantĂłr nindakakĂ© pakaryanĂ© jĂ„gĂ„ malĂȘm. KirĂ„-kirĂ„ jam sĂȘtĂȘngah siji bĂȘngi Pak SarmĂn wĂȘrĂșh klĂ©batĂ© wĂłng loro kang nuju marang ruang kĂłmputĂȘr, sajakĂ© nyubriyani, tĂȘrĂșs dhĂšwĂškĂ© ndhĂȘdhĂȘpi. Nyumurupi ruang kĂłmputĂȘr kasĂl dibukak, Pak SarmĂn katĂłn gĂȘmĂȘtĂȘr, sikilĂ© kĂ„yĂ„ dipaku nĂšng njogan. Pak SarmĂn gumĂșn, malĂng saiki pancĂšn pintĂȘr-pintĂȘr tĂȘnan, lha wĂłng ruangan Ă„nĂ„ kuncinĂ© kĂłk bisĂ„ dibukak kanthi gampang. DiwanĂšk-wanĂškkĂ©, Pak SarmĂn nyaĂșt kayu pĂłthĂłlan sikĂl kursi, nyĂȘdhaki wĂłng loro kang mbukak ruang kĂłmputĂȘr, Ă©manĂ© praupanĂ© wĂłng loro mau ora katon, amargo ditutupi nganggo topĂšng. SawisĂ© cĂȘdhak, Pak SarmĂn nggĂȘtak sak rosanĂ©, dadi kagĂštĂ© wĂłng sakklĂłrĂłn mau. "ArĂȘp dhĂ„ ngĂ„pĂ„ kuwi???" Krungu suaranĂ© Pak SarmĂn, pawĂłngan sĂng isĂh Ă„nĂ„ njĂ„bĂ„ kagĂšt tĂȘrĂșs mlayu sipat kupĂng. Luwih kagĂšt pawĂłngan sĂng isĂh Ă„nĂ„ njĂȘro, rikĂ„la mlayu mĂȘtu dhadhanĂ© diantĂȘm nganggo kayu sikĂl kursi, "blukk!!!" tanpa sambat sak nalikĂ„ klĂȘngĂȘr, lan njĂȘbabah Ă„nĂ„ tĂȘras. Nyumurupi sĂng digĂȘbĂșg ambrĂșk, Pak SarmĂn tambah gĂȘmĂȘtĂȘr, katĂłn ngĂłs-ngĂłsan, tĂȘrĂșs ndhĂ©prĂłk Ă„nĂ„ cĂȘdhakkĂ© pawĂłngan mau. SakwisĂ© gĂȘmĂȘtĂȘrĂ© rĂ„dĂ„ mĂȘndha, topĂšngĂ© pawongan mau dibukak. "Lho... kĂłk kowĂ©, Parjo!" Pak SarmĂn sĂ©mapĂșt.
::Dening: P Dasihanto FD::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
5. GĂȘlĂ„
Asih unjal ambĂȘgan barĂȘng kumbahan sĂng pungkasan rampĂșng diucĂȘk. SabĂșn buthĂȘk tilas kumbahan disuntak, diganti banyu rĂȘsĂk kanggo mbilasi. NĂȘngah-nĂȘngahi mbilasi, AsĂh kĂšlingan wĂȘlingĂ© ragilĂ© mau Ă©sok, sadurungĂ© mangkat sĂȘkolah."Aku gawĂškna kolak yĂ„, Mak," mĂȘngkono panjalukĂ©."IyĂ„," wangsulanĂ© AsĂh cĂȘkak. KĂšlingan panjalukĂ© anakĂ© kuwi, AsĂh ora nĂȘrĂșsakĂ© anggĂłnĂ© mbilasi. MumpĂșng isĂh Ă©sok gagĂ© ngadĂȘg saprĂȘlu blĂ„njĂ„ kanggo gawĂ© kolak. Ranti, ragilĂ© kuwi, wiwĂt cilĂk angĂšl mangan. AwakĂ© cilĂk. TujunĂ© kĂłk isĂh gĂȘlĂȘm mĂłdĂłt, dadi ora kalah dhuwĂșr karo sabarakanĂ©. MulĂ„ AsĂh kĂȘrĂȘp nuruti yĂšn Ranti njalĂșk digawĂškakĂ© panganan."ArĂȘp nyang ĂȘndi, DhĂk?" Warsi, tangga pas kidulĂ©, arĂșh-arĂșh."TĂȘng nggĂ©nĂ© Supi, DhĂ© War, blĂ„njĂ„," saurĂ© AsĂh tanpĂ„ mandhĂȘg. Wayah ngĂ©nĂ© iki lagi sĂȘpi-sĂȘpinĂ© swasĂ„nĂ„. MĂȘrgĂ„ sĂng sĂȘkolah lan kĂȘrjĂ„ wĂs pĂ„dhĂ„ mangkat, sĂng Ă„nĂ„ ngomah iwut nandhangi pĂȘgawĂ©an omah. AsĂh nyabrang. DhĂšwĂškĂ© kulinĂ„ nyidat dalan liwat kĂȘbĂłnĂ© Mbah Tiah sabĂȘn arĂȘp blĂ„njĂ„ nĂšng pracanganĂ© Supi. Lagi waĂ© tĂȘkan sabrang dalan, AsĂh diawĂ© Sutar, dudĂ„ tangganĂ© sĂng taĂșn-taĂșn pungkasan iki wĂs katĂłn ora sigrak. JarĂ©nĂ© kĂȘna gĂȘjala strok. "MandhĂȘgĂ„ dhisĂk Yu SĂh." "ĂntĂȘn nĂ„pĂ„, Mbah?" takĂłnĂ© AsĂh. "Nuning kayanĂ© arĂȘp babaran, TulĂșng sampĂ©yan ingĂșk..."TanpĂ„ takĂłn-takĂłn manĂšh, AsĂh mlaku rikat mlĂȘbu omah. TansĂ„yĂ„ rikat barĂȘng krungu tangisĂ© bayi. Ăng salah sijinĂ© kamar, NunĂng, ontang-antingĂ© Sutar kuwi ngglĂ©thak Ă„nĂ„ ambĂšn kanthi dlĂšwĂšran kringĂȘt lan ĂȘlĂșh. Ăng sĂȘlanĂ© sikĂl Ă„nĂ„ bayi abang gupak gĂȘtĂh sĂng nangĂs kĂȘjĂȘr."GĂșsti," sambatĂ© AsĂh mĂȘruhi kahanan iku. PĂ„dhĂ„-pĂ„dhĂ„ wĂłng wadĂłn sĂng wĂs ngrasakakĂ© babaran, AsĂh bangĂȘt trĂȘnyĂșh ndulu kahanan sĂng Ă„nĂ„ ngarĂȘpĂ©. Bayi sĂng isĂh jangkĂȘp karo ari-arinĂ© Ă©nggal diupĂ„kĂ„rĂ„ sabisa-bisanĂ©.
AsĂh nolĂšh nalikĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng liya mlĂȘbu kamar iku. Mbah Tiah.
"AndĂșm gawĂ© nggĂh, Mbah," ujarĂ© AsĂh. WĂłng wadĂłn tuwa iku tumandhang tanpĂ„ kakĂšhan ĂłmĂłng. Ora suwĂ© sĂ„kĂ„ tĂȘkanĂ© Mbah Tiah, Munah lan Lastri tĂȘrĂșs mĂ„rĂ„, njĂșr iwut nggĂłdhĂłg banyu. Lastri kĂ„ndhĂ„ yĂšn wĂs kĂłngkĂłnan ipĂ©nĂ© supĂ„yĂ„ ngaturi bidhan ugĂ„ njujuli Kandar, bojonĂ© NunĂng. AsĂh ngopĂšni sĂng bubar babaran. AwakĂ© NunĂng disĂ©kĂ„ banyu angĂȘt nganti rĂȘsĂk."Yu SĂh ki lho olĂšhĂ© dhĂłkĂłh. KĂ„yĂ„ nyang anakĂ© waĂ©," kandhanĂ© Lastri sĂng ngrĂ©wangi AsĂh, ngringkĂȘsi jarĂt-jarĂt rĂȘgĂȘt."BĂšn ndang rĂȘsĂk," mĂșng kuwi sĂng mĂȘtu sĂ„kĂ„ lambĂ©nĂ© AsĂh sinambi masang stagĂšn ing wĂȘtĂȘngĂ© NunĂng.KamĂ„ngkĂ„ sĂȘjatinĂ© sĂȘnajan mĂșng saklĂȘpasan, nalika ngrĂȘsiki gĂȘtĂh babaran iku AsĂh kĂšlingan lĂȘlakĂłn sĂng wĂs mungkĂșr. WĂȘktu NunĂng isĂh duwĂ© anak siji lan panguripanĂ© durĂșng rĂȘkĂ„sĂ„ kĂ„yĂ„ saiki. KajĂ„bĂ„ omah sĂng wĂs tumĂ„tĂ„, NunĂng isĂh duwĂ© tinggalan dhuwĂt lan anggĂłn-anggĂłn cukĂșp sĂ„kĂ„ swargi ibunĂ©. NunĂng njĂșr bribĂk-bribĂk gawĂ© pracangan. AsĂh isĂh Ă©lĂng nalikĂ„ dhĂšwĂškĂ© mlaku rikat mĂȘnyang pracanganĂ© NunĂng saprĂȘlu utang puyĂȘr sakbungkĂșs sĂng diajab bisa nyudĂ„ lĂ„rĂ„ untu sĂng disandhang bojonĂ©. "TĂȘlas, DhĂ© SĂh puyĂȘrĂ©," kandhanĂ© NunĂng. AsĂh tĂȘrĂșs kĂłngkĂłnan anakĂ© tangganĂ© supĂ„yĂ„ nukĂłkakĂ© puyĂȘr. Bocah sĂng dikĂłngkĂłn kĂȘlakĂłn nggĂ„wĂ„ puyĂȘr lan ĂłmĂłng yĂšn tukunĂ© nĂšng nggĂłnĂ© NunĂng. AsĂh ora bisĂ„ ngampĂȘt nĂȘsunĂ©. KĂłk apĂk kowĂ©, Mbak, diutangi puyĂȘr siji aĂ© muni ĂȘntĂšk barĂȘng tuku kĂłk tĂȘrus Ă„nĂ„. UrĂpmu kuwi durĂșng suwĂ©, durĂșng kĂȘsandhĂșng rĂȘkasanĂ©!"AsĂh ngundhĂ„mĂ„nĂ„. SĂng diundhĂ„mĂ„nĂ© ora mangsuli.
"WĂs, Pak, ora usah diombĂ©. MugĂ„-mugĂ„ tanpĂ„ ngombĂ© puyĂȘr iki untumu bias mari," nĂȘsunĂ© AsĂh durĂșng sudĂ„ wĂȘktu tĂȘkan omah. PuyĂȘr siji kuwi ora sidĂ„ diombĂ© bojonĂ©. Dadi tumbal gĂȘni pawĂłn sĂng mramĂłng. BojonĂ© AsĂh mĂșng trimĂ„ kĂȘmu godhĂłgan banyu surĂșh sĂng ditambahi uyah sithĂk. Nganti saiki untunĂ© malah wĂs ora kumat manĂšh. DuwĂ© anak loro, YĂłnĂł lan Titin, uripĂ© NunĂng tansĂ„yĂ„ mulĂșr malah rĂȘkĂ„sĂ„. BojonĂ© sĂng nalikĂ„ mantĂšn anyar bral-brĂłl akĂšh dhuwĂt, ora ngĂȘrti mĂȘrgĂ„ Ă„pĂ„, ujug-ujug lĂšrĂšn sĂ„kĂ„ pĂȘgawĂ©anĂ© Ă„nĂ„ kuthĂ„. Kandar pungkasanĂ© mĂșng bisĂ„ dadi mantri pasar. PĂȘgawĂ©an sĂng dilakĂłni mĂșng sĂȘtĂȘngah dinĂ„ kuwi ora bisa nyukupi butĂșh sabĂȘn dinĂ„. Kandar dhĂ©wĂ© ora mbudidya golĂšk tambahan pamĂȘtu liyanĂ© malah sĂłk kĂšli ombyakĂ© togĂȘl. PrancanganĂ© NunĂng kukĂșt. AnggĂłn-anggĂłnĂ© nganti bĂȘkakas njĂȘro omah kadĂłl diijĂłlakĂ© butĂșh.
AwakĂ© NunĂng tansĂ„yĂ„ kuru. KatĂłn luwĂh tuwĂ„ tinimbang umurĂ©. JĂšngkĂšl sĂng dirasakakĂ© AsĂh nyang NunĂng wis sudĂ„. Mula NunĂng wani nĂȘmbĂșng utang dhuwit. AnggĂȘr ditagĂh pijĂȘr sĂȘmĂ„yĂ„. WĂȘrĂșh kahanan sĂng kĂ„yĂ„ ngĂ„nĂ„, AsĂh malih ora ngarĂȘp-arĂȘp dhuwitĂ©. ApamanĂ©h mĂšh sabĂȘn uwĂłng ngĂȘrti yĂšn utangĂ© NunĂng nganti tĂȘkan ngĂȘndi-ĂȘndi. AsĂh babar pisan ora ngira yĂšn bobotanĂ© NunĂng wis tuwĂ„. AwakĂ© sĂng bangĂȘt kuru nyĂȘbabakĂ© wĂȘtĂȘngĂ© ora katĂłn gĂȘdhi. BarĂȘng wĂs ora isi bayi, wĂȘtĂȘng iku kaya kĂȘlĂšt gĂȘgĂȘr. TujunĂ© GĂșsti Kang Maha Kuwasa isĂh paring wĂȘlas. SĂȘnajan lair sĂ„kĂ„ ibu kang ora kĂȘrumat awakĂ©, bayinĂ© NunĂng lair kanthi ora kurang sawiji Ă„pĂ„. IsĂh Ă„nĂ„ sĂng mĂ„rĂ„ nĂšng omahĂ© Sutar. Patmi tĂȘkĂ„ bĂȘbarĂȘngan karo Bu Wulan, bidhan dĂ©sĂ„. Bidan iku njĂșr ngĂȘthĂłk pusĂȘrĂ© bayi. DĂ©nĂng bidhan tĂȘrĂșs didusi sisan. MĂȘrgĂ„ ora Ă„nĂ„ pasĂȘdiyan wĂȘdak bayi Ă„pĂ„dĂ©nĂ© lĂȘngĂ„ tĂȘlĂłn, bayi anakĂ© NunĂng kĂȘpĂȘksĂ„ langsĂșng digĂȘdhĂłng. SuwĂ© sawisĂ© ibu lan bayinĂ© diupĂ„kĂ„rĂ„, bapakĂ© bayi mĂȘksa durĂșng tĂȘkĂ„. MĂ„ngkĂ„ pasar iku ora adĂłh. UmpĂ„mĂ„ mlaku waĂ© kudunĂ© wĂs tĂȘkan. Ă nĂ„ sĂng budal nyusĂșl manĂšh.
"OranĂ© tĂ„, Mbak NunĂng, nalikĂ„ mbĂłbĂłt sĂng kĂšri iki sampĂ©yan Ă„pĂ„ ora disĂȘnĂȘngi Kandar?" takĂłnĂ© AsĂh ati-ati. Sing ditakĂłni bali dlĂšwĂšran luhĂ©. "Mas Kandar mbotĂȘn purĂșn ngakĂšni nĂšk niki yoganĂ© kĂłk, DhĂ© SĂh..." NunĂng kĂȘrĂ„ntĂ„-rĂ„ntĂ„. "KandhanĂ© BapakĂ© Yono, wĂłng mĂȘsthi ditĂłkakĂȘn wontĂȘn njawi kĂłk sagĂȘd ngandhĂșt." "Lha nĂšk ora ngakoni kuwi rumangsanĂ© Kandar iki anakĂ© sĂ„pĂ„?" gĂȘnti Mbah Tiah sĂng ndhĂȘdĂȘs karo srĂȘngĂȘn. "TĂȘrosĂ© yoganĂ© Bapak... kulĂ„ ngantĂłs sumpah-sumpah yĂšn pancĂšn iki yoganĂ© Bapak kĂȘrsĂ„ nĂ© mbĂłtĂȘn sisah lair." SĂng krungu nganti sawĂȘtĂ„rĂ„ ora bisĂ„ ngucap. "SawangĂȘn tĂ„, DhĂșk, gĂšk anakmu iki nggĂ„wĂ„ rupanĂ© sĂ„pĂ„? WĂłng jĂȘnah jĂšblĂȘs Kandar ngĂ„nĂ„ lho!" Mbah Tiah mbukani ĂłmĂłng, mĂȘcah sĂȘpinĂ© kamar. "KaromanĂšh Ă„pĂ„ Bapakmu wĂs mingĂȘr yĂšn tumindak ngono nĂšng kowĂ©." SawisĂ© ngĂȘrti yĂšn mangkono kĂȘlakuanĂ© Kandar, AsĂh lan Mbah Tiah tumandang nggĂȘntĂšni tanggĂșng jawabĂ© bapakĂ© bayi, ngrĂȘsiki ari-ari. "SampĂ©yan sĂȘbĂșt Mbah, mĂȘngkĂ© yĂšn ĂšntĂȘn napa-napanĂ© kĂȘrsanĂ© bapakĂ© bayi niki sĂng nanggĂșng," ujarĂ© AsĂh gĂȘtĂȘm-gĂȘtĂȘm. Nganti sĂng nusĂșl wĂs ngayahi pĂȘgawĂ©anĂ© manĂšh, Kandar mĂȘksĂ„ durĂșng ngatĂłnakĂ© irungĂ©. Pisan iki wĂłng-wĂłng sĂng Ă„nĂ„ kĂ„nĂ„ njalĂșk tulĂșng RT supĂ„yĂ„ marani Kandar. SĂng pĂ„dhĂ„ rĂ©wang isĂh durĂșng bali. NĂȘrĂșsakĂ© nggawĂ© jĂȘnang abang jĂȘnang sĂȘngkĂ„lĂ„. KabĂšh wĂs bisĂ„ nglĂȘnggĂ„nĂ„ yĂšn bayi kang nĂȘmbĂ© lair iku ora dibrĂłkĂłhi kĂ„yĂ„ adat ing dĂ©sĂ„ kĂ„nĂ„.
"NyuwĂșn pangapuntĂȘn sadĂšrĂšngipĂșn nggĂh, Bu, kulĂ„ badhĂ© matĂșr," kandhanĂ© AsĂh nĂšng Bu bidhan. "Nggih, DhĂ©, wĂłntĂ©n nĂ„pĂ„?" "MbĂłk bilih mangkĂ© Mbak NunĂng badhĂ© suntĂk KB lan mbĂłtĂȘn gadhah dhuwĂt, njĂȘnĂȘngan suntik mawĂłn nggih, Bu. WĂłng kawĂłntĂȘnanĂ© nggĂh kadĂłs ngatĂȘn. MĂȘsakakĂȘn mĂȘnawi gadhah mĂłmĂłngan malĂh," tĂȘmbungĂ© AsĂh nglancangi. "NggĂh, DhĂ© Sih, kulĂ„ mbĂłtĂȘn kawratan," wangsulanĂ© bidhan ayu iku, nglĂȘgakakĂ©. "MĂȘnawi ngĂȘrsakakĂȘn suntĂk mangga mawĂłn, Mbak NunĂng, tindhak griya kulĂ„." "Matur nuwĂșn, Bu," kandhanĂ© Nuning. NyatanĂ© RT kuwagang nggĂ„wĂ„ mulĂh Kandar. Lagi mathĂșk lawang wĂs dipapag AsĂh. "Mas Kandar, tulĂșng sampĂ©yan tumbasakĂȘn wĂȘdhak bayi lan minyak tĂȘlĂłn," pakĂłnĂ© AsĂh kanthi sarĂšh. Ora ngatĂłnakĂ© rasanĂ©. RampĂșng kabĂšh sĂng kudu ditandangi Ă„nĂ„ omahĂ© NunĂng, AsĂh mulih bĂȘbarĂȘngan karo tĂ„nggĂ„ liyanĂ©. Ora sidĂ„ blĂ„njĂ„ mĂȘrgĂ„ wis kawanĂȘn. TĂȘkan ngarĂȘp omahĂ© Warsi, AsĂh wĂȘrĂșh sĂng duwĂ© omah lagi dĂłndĂłm cĂȘdhak lawang. KĂȘbĂȘnĂȘran wĂłngĂ© nolĂšh barĂȘng ngĂȘrti klĂ©batĂ©. "DhĂ© War, kulĂ„ wau sampĂ©yan takĂšni mungĂȘl badhĂ© blanja. TibanĂ© mbĂłtĂȘn sidĂ„. Mbak NunĂng babaran," ora nganggo ditakoni, AsĂh sĂȘngaja muni. "Aku ora krungu Ă© Dhik," wangsulanĂ© Warsi, mĂ„rĂ„tuwanĂ© NunĂng. "Putu sampĂ©yan sĂng nĂȘmbĂ© lair niki Ăšstri. Ayu blĂłngĂłr. Jan jĂȘblĂšs bapakĂ©," AsĂh njĂșr bablas mulĂh. Ora ngĂȘntĂšni tanggĂȘpanĂ© Warsi. MĂșng mbatĂn yĂšn simbĂłk karo anak kĂłk pĂ„dhĂ„ waĂ©, ora Ă„nĂ„ sĂng kĂȘna dipilĂh. Mokal mĂȘnĂ„wĂ„ Warsi nganti ora ngĂȘrti yĂšn NunĂng babaran. OmahĂ© NunĂng isĂh bisĂ„ disawang cĂȘthĂ„ sĂ„kĂ„ omahĂ© Warsi. GĂšk tĂ„nggĂ„ sĂng mĂ„rĂ„ ugĂ„ akĂšh. PancĂšn wĂs sawĂȘtĂ„rĂ„ suwĂ© mĂ„rĂ„tuwĂ„ lan mantu iku anggonĂ© ora cĂłcĂłk. AsĂh ora ngĂȘrti sĂȘbab sĂng sabĂȘnĂȘrĂ©. AsĂh uga Ă©thĂłk-Ă©thĂłk ora ngĂȘrti bab ora cĂłcĂłkĂ© NunĂng lan Warsi.
DurĂșng nganti sĂȘpasar, AsĂh krungu yĂšn bayi wadĂłn anakĂ© NunĂng iku arĂȘp diwĂšnĂšhakĂ© uwĂłng. SĂng ngĂȘpĂšk sĂȘdulurĂ© Sari sĂng wĂs suwĂ© omah-omah nĂng durĂșng duwĂ© mĂłmĂłngan lan manggĂłn Ă„nĂ„ kuthĂ„. "Kandar dhĂ©wĂ© kĂłk, Yu SĂh, biyĂšn sĂng tĂ„wĂ„-tĂ„wĂ„ mbĂłkmĂȘnĂ„wĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng sĂng gĂȘlĂȘm ngĂȘpĂšk anakĂ©. SadurungĂ© babaran kaĂ©. Aku krungu tĂȘrus crita nyang sĂȘdulurĂ© bojoku sĂng tau rasan-rasan arĂȘp golĂšk anak pupĂłn. GolĂškĂ© sĂng cĂȘthĂ„ wĂłng tuwanĂ© sakĂȘlĂłrĂłn. MulĂ„ yĂ„ tĂȘrĂșs digĂȘlĂȘmi dĂ©nĂng sĂȘdulurĂ© bojoku," kandhanĂ© Sari dĂ„wĂ„ nĂšng AsĂh sing nlĂȘsĂh kabar mau. Bubar sĂȘpasar anakĂ© NunĂng digĂ„wĂ„ wĂłng sĂng ngadopsi.
Ora nganti sĂȘwulan, nalika anggĂłnĂ© mĂ©lu lĂ„rĂ„ ati mĂȘrga wĂȘrĂșh pokalĂ© Kandar isĂh dirasakakĂ©, AsĂh wĂȘrĂșh NunĂng lan Kandar gojĂšg nĂšng iringan omah. WĂłng loro katĂłn rukĂșn sajak wĂs nglalĂškakĂ© kĂȘdadĂ©yan-kĂȘdadĂ©yan sadurungĂ©. AsĂh malah gĂȘlĂ„. Ă pĂ„manĂšh sawisĂ© ngĂȘrti ing sasi-sasi sabanjurĂ© Nuning ora mĂ„rĂ„ suntik KB nĂšng Bidan Wulan.
::Dening: Dhiana Andriyani::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
3.2. Analisis Unsur Intrinsik Cerkak
Cerkak (1)
Judul : Mbok Karto
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah perjuangan menghidupkan ekonomi seorang janda yang ditinggal mati suaminya dengan berdagang jualan sob kikil yang pelanggannya pasasng surut dan berupaya agar dagangannya laris.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah Campuran yaitu pertama pengarang dalam menceritakan masa lalu mbok kartu yang julan sudah tiga puluh tahun dan yang kedaua sudah lima tahun saat sekarang menempati los baru di pasar yang dagangannya bertambah menurun.
2. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat satu tokoh utama yaitu mbok karto dan tokoh pendamping yaitu Tiwi dan tokoh bayanagan yaitu suami Mbok Karto.
Tokoh utama mbok karto adalah orang sabar dan ulet bagaimana memperjuanagkan hidupnya bahkan melalukan hal konyol dengan memakai rok mini yang dipakai Tiwi saat Tiwi masih bersamanya Untuk berjualan, karena Tiwi pergi tanpa pamit maka dagangannya sepi kembali agar dagangan laris kembali saat seperti masih ada Tiwi maka Mbok Karto memakai rok mini yang dipakai Tiwi yang seksi untuk mesarik pelanggan.
Pada penjelasan diatas dapat dilihat dari data berikut :
”Mbok Karto bisane mung ngonggo-onggo ana pojok bangku dawane maneh, nganti sawijining esuk ana kedadeyan kang gawe geger wong akeh. Wong sa pasar padha gemrudug menyang panggonan loakan, kabeh suk-sukan mung kepengin ndeleng Mbok Karto anggone dodolan Sop Kikil nganggo rok mini pink, kaya sing biasane dienggo Tiwi”
Tokoh pendamping adalah Tiwi yaitu tiwi sebagai tokoh yang dihadirkan seorang pengarang untuk mendampingi tokoh utama dalam perjalanna hidupnya dan memberi warna dalam kehidupan Mbok Karto yang asalnya dagangan mbok karto yang sepi dengan datangnya Tiwi dagangannya laris kembali karena tiwi mempunyai tubuh yang seksi dan wajah yang cantik dapat kami sajikan data sebagai berikut
“Tekane Tiwi ana warunge Mbok Karto nggawa pangaribawa gedhe. Sing maune wis endrap-endrip arep mati, sepi, saiki rame maneh. Kabar sumebar yen Mbok Karto anggone dodol Sop Kikil dibantu ponakane kang ayu lindri-lindri. Warunge mbok Karto dadi regeng maneh, senajan diakoni sing andhok ing kono, mung kepengin weruh Tiwi sing ayu, kanthi rok mini lan klambi sing ketat sahengga saranduning awake kang endah katon kabeh. Senajan kentekan Sop Kikil nanging ora gela, jalaran sing baku bisa ndeleng lenggak-lenggoke lan eseme Tiwi.”
Tokoh bayangan yaitu tokoh yang hanya diceritakan tetapi tidak ditampilkan dalam cerita ini yaitu tokoh suaminya Mbok karto yang telah lama meninggalkan Mbok Karto. Saya sajikan data sebagai berikut :
“Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe.”
3. setting
setting mempunyai tiga bentuk yaitu setting tempat, waktu dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
1. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah los pasar dan dirumah Mbok karto
“Nanging wektu iki, para pelanggan saya suwe saya suda, kepara malah ilang. Menu masakan Mbok Karto Kikil, mangkono tangga-tanggane yen ngundang, kegolong istimewa. Biasane, Sop Kikil alot yen dicakot, nanging sing iki beda. Ana tangane Mbok Karto, kikil kang alot mau dadakan dadi empuk nyamleng jalaran bumbune mrasuk ana ing pori-pori. Ana maneh sing istimewa, teh nasgithel cem-cemane wong tuwa kuwi nikmat, seger ora ana tunggale. Papane ndhewe ana pojok mburi, ora dadi siji karo papane wong dodol ratengan liyane, nanging malah cedhak karo bakul barang loakan. Mbok Karto bisa ngenggoni kapling nyleneh mau, gara-gara papan kang dadi hak-e wis didol marang pedagang anyar.”
2. setting waktu, pengarang meletakan setting waktu hanya menyebutkan berapa lama Mbok Karto jualan dan Tiwi menemani Mbok Karto. Saya sajikan data sebagai berikut
“Kamangka yen dietung-etung meh telung puluh taun, kepara luwih anggone dodolan Sop Kikil.”
3. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Mbok Karto yang sebagai penjual sob kikil disebuah los pasar dan Tiwi yang menemani yang suka memakai rok mini agar pengunjungya banyak yang datang. Saya sajikan data sebagai berikut :
“Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe. Biyen sadurunge pasar paling gedhe ing kutha kabupaten kuwi dibangun, warunge laris manis. Semono uga nalikane isi ana papan penampungan sajroning pasar kuwi dibangun.”
4. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiaga yaitu Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
“Wis sore ndhuk, apa ora bali?” pitakone diwanek-wanekake. Dumadakan wadon ayu malah ndhelikake raine, ungkep-ungkep ana meja, nangis. Mbok Karto mlongo. Nalurine minangka ibu age-age, nyedhaki. Baune wadon ayu mau dicekel “Ana apa ndhuk?” Raine diangkat, katon mripate kaca-kaca. Sabanjure tanpa sungkan-sungkan ngebrukake raine ana pangkone Mbok Karto. Nerusake anggone nangis, nganti jarite Mbok Karto teles kebes. “Ndhuk, gelem mulih menyang nggone simbok, ya? Mengko bisa crita-crita sing luwih dawa,”.
Carkak Nomor (2)
Judul : Tumbal
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah berbuat jujur itu sungguh sulit dan tidak gampang dan seringkali orang yang duduk di kursi pegawai yang jabatannya sudah tinggi akan bertindak tidak jujur dan berkorupsi. seperi yang dilakaukan oleh Har sebagai bahawan yang ingin bekerja dengan jujur dan sabar pasti akan selamat walau diiming-iming harta yang banyak unuk berkorupsi pasti akan selamat dan orang yang bekerja dengan tamak dan rakus serta tidak jujur maka pasti akan mendapat hukuman seperti atasannya yaitu Drs. Sengkuni. Yang rakus dan tamak untuk berkorupsi.
Dapat saya sajikan data sebgai berikut :
PancĂšn iki dudu masalah sĂng ĂšnthĂšng, awĂt proyĂšk iki gungungĂ© mĂšh nĂȘm bĂȘlas mĂlyar rupiah.SĂng kudu di-mark up mĂšh sĂȘpulĂșh mĂliar dhĂ©wĂ©. Ă pĂ„ ora Ă©dan-Ă©danan. NangĂng piyĂ© manĂšh. Aku iki mĂșng bawahan kudu loyal mĂȘnyang atasan. AwĂt yĂšn ora bisĂ„-bisĂ„ aku dilĂłrĂłt jabatanku.KamĂ„ngkĂ„ ngĂȘrti dhĂ©wĂ© kanggo ningkatakĂ© karir Ăng kantĂłr iki ora barang sĂng gampang.AwĂt mĂšh wĂłlulas tahĂșn anggĂłnku bĂȘrjuang ngrintĂs karir, wiwĂt gĂłlĂłngan tĂȘlu A nganti sak iki bisĂ„ dadi Kasubag sak wijinĂng kantĂłr. MĂȘsthi waĂ© dudu bab sĂng gampang.KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© sĂng wĂȘktu iki kĂȘlĂȘbu Ă„nĂ„ bagian sĂng ĂȘmpĂșk.Ora sithĂk sĂng pĂ„dhĂ„ kĂȘpĂ©ngĂn bisĂ„ nglungguhi kĂșrsiku iki.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah Campuran yaitu pertama pengarang dalam menceritakan keadaan Har yang bekerja di perusahaan dan kemudian menceritakan istri Har yang dulunya menjadi Dosen di Perguruan Tinggi Swasta dan kemudian menceritakan kehidupannya kembali bersama Bosnya yang ada di kantor.
3. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat satu tokoh utama/protagonis yaitu Har dan tokoh antagois yaitu Drs. Sangkuni SH MBA. Dan tokoh figuran Makino dan Endah dan tokoh bayanagan yaitu Nani.
1. Har (Tokoh utama/protogonis) : sebagai bawahan yang jujur dan tidak mau korupsi dan sabar atas segala kelakuan juragannya /atasannya.
Data yang saya sajikan :
“ Aku wĂs ngrumangsani yĂšn karirku mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ bakal mĂȘntĂłk. AwĂt wĂȘktu iki Pak SĂȘngkuni, atasanku ora gĂȘlĂȘm nyĂ„pĂ„ arĂșh marang aku. SabĂȘn-sabĂȘn dhĂšwĂškĂ© butĂșh, mĂȘsthi Dik WĂsnu sĂng diundang Ă„nĂ„ kantĂłr. Lan tingkah kang kĂ„yĂ„ mangkono mau disĂȘngĂ„jĂ„ ovĂȘr acting nĂšng ngarĂȘpĂ© pĂ„rĂ„ bawahan.Aku rumĂ„ngsĂ„ korban pangrĂ„sĂ„. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng kuwat dipĂȘrlakukan kĂ„yĂ„ mangkono. NangĂng aku nyoba sabar. Karo Ăng batin tansah ndĂȘdongĂ„, mugĂ„-mugĂ„ Pak SĂȘngkuni diapurĂ„ dosanĂ© dĂ©nĂng Gusti Allah, sartĂ„ dibukakakĂ© atinĂ© supĂ„yĂ„ ora bangĂȘt-bangĂȘt anggĂłnĂ© nĂȘsĂłni aku.Lan”
2. Drs.Sangkuni SH MBA(Tokoh antagonis) : atasan yang serakah dan tamak serta suka korupsi dan menginjak anak buah yang tidak mau diajak kerja sama.
"WĂs tĂ„ DĂk Har, ora sah dipikirkĂ© abĂłt-abĂłt. Soal wĂłng sĂ„kĂ„ KPK, mĂȘngko aku sĂng mback-up wĂs," mangkono pangandikanĂ© atasanku kasĂȘbĂșt Ăng sak wijinĂng wĂȘktu nalikĂ„ aku ditimbali Ăng ruangĂ©."SĂng pĂȘntĂng kowĂ© bisĂ„ ngolah Ă„ngkĂ„-Ă„ngkĂ„ iku kanthi layak.Masalah liyanĂ© mĂȘngko aku sĂng ngatĂșr," sĂȘsambungĂ© Pak SĂȘngkuni karo ngĂȘpĂșk-ĂȘpĂșk pundhakku”
3.Makino dan endah (Tokoh figuran) : bawahan yang tidak mau diajak sekongkol untuk korupsi karena dia bertanggung jawab.
“IbaratĂ© DhĂk Wakino karo Ăndah kuwi think-tank-ku. SangĂ©nggĂ„ aku bangĂȘt mbutĂșhakĂ© bantuanĂ© dhĂšwĂškĂ©."NĂšk masalah Ă„ngkĂ„ gampang diowahi, Mas. MĂșng sĂng dadi masalah iki tanggĂșng jawabĂ© abĂłt awĂt nyangkĂșt dana sĂng ora sĂȘthitĂk," ujarĂ© DhĂk Wakino."NangĂng tĂȘrĂșs piyĂ© DhĂk? BĂłs wĂs nĂȘtĂȘpkĂ© kudu bisĂ„. YĂšn ora awakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap ninggalkĂ© kantĂłr iki,"
5. Nani (tokoh pendamping ) : sabar dan istri yang sholehah, tidak mau suaminya terlibat korupsi..
"PancĂšn abĂłt posisi panjĂȘnĂȘngan, Pah. AwĂt iki dilĂ©ma. YĂšn njĂȘnĂȘngan wĂȘgah, mĂȘsthi bakal dilĂłrĂłt. NangĂng yĂšn pĂȘnjĂȘnĂȘngan tindakkĂ©, abĂłt rĂ©sikonĂ©," komĂȘntarĂ© sisihanku sak wisĂ© tak critani pĂȘrmasalahanku."Ya kuwi sĂng gawĂ© bingĂșngku. Lha trĂșs aku kudu piyĂ©?" "YĂșk awakkĂ© dhĂ©wĂ© tahajĂșd, nyoba nyuwĂșn tuntunan Gusti Allah, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mĂȘngko njĂȘnĂȘngan olĂšh pĂȘpadhang,
4. setting
setting mempunyai tiga bentuk yaitu setting tempat, waktu dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah perkantoran tempat bekerja dan rumah dimana tempat Har berdiskusi dengan istrinya ketika ada masalah dikantor
b. setting waktu, pengarang meletakan setting waktu ketika menceritakan sudah lama perjuangan Har untuk menempati kedudukan menjadi Kasubag di kantornya tempat bekerja
c. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Har yang bekerja sebagai Kasubag dikantor dan rekan-rekanya bekerja dan mempunyai atsan yang tamak dan Rakus akan harta.
5. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang pertama yaitu Aku. Dan memakai orang ketiaga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
Carkak Nomor (3)
Judul : Tamu Kang Pungkasan
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah bahwa orang yang masuk ke lembah lokalisasi adalah orang sama halnya dengan orang yang hidupnya bersosial normal dan yang bukan Amoral. Mereka kelembah itu karena terpaksa untuk mempertahankan hidup yang disebabkan oleh himpitan ekonomi. Dan mereka juga ingin hidup layaknya manusia juga ingin mempunyai suami yang sah dan hidup bahagia berdua.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur maju, menceritakan kehidupan ketika mendapatkan tamu yang terakhir dan pualng kekampung kemudian tamu yang datang ingin mempersunting dirinya menjadi istrinya
3. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu sunti yang sebagai PSK yang ingin bertobat dari pekerjaannya dan mendapatkan suami hidup berbahagia berdua dengan kehidupan yang baru.
Dapat saya sajikan data berikut :
”Ora krĂ„sĂ„ lĂșh tĂȘmĂštĂšs ing pipiku, urĂp kĂłk mĂșng kĂ„yĂ„ ngĂ©nĂ©, gĂšk sĂșk kapan aku bisĂ„ mĂȘntas sĂ„kĂ„ panggĂłnan iki? DhĂșh,... GĂșsti Allah paringĂ„nĂ„ pitudĂșh mĂȘrgi Ăngkang lĂȘrĂȘs lan pinanggihnĂ„ jodho Ăngkang saĂ©. Aku unjal ambĂȘgan landhĂșng, gĂšk kĂ„yĂ„ aku iki Ă„pĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng sudi mĂȘngku? NĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn GĂșsti Allah iku ora sarĂ©, sakwijinĂng dinĂ„ mĂȘngko aku bakal kĂȘtĂȘmu jodhoku”.
Dan tokoh pendamping yaitu Bagus seorang leleki yang dulunya juga punya pekerjaan yang Amoral yang juga ingin bertobat dengan mempersunting sunti mejadi istrinya. Dapat saya sajikan data sebagai berikut :
"DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trisnani"WiwĂt kĂȘtĂȘmu karo sliramu ing papan kĂ„nĂ„ kaĂ©, aku dadi kĂȘpingĂn omah-omah karo sliramu. Bab sĂ„pĂ„ tĂ„ sliramu aku kabĂšh wĂs mangĂȘrtĂšni, nangĂng Ă„pĂ„ sliramu ngĂȘrtĂšni aku lan sĂ„pĂ„ tĂ„ sĂȘjatinĂ© aku iki? BarĂšs waĂ© ya dhĂk, aku iki wĂłng lanang sĂng ora bĂ©dĂ„ karo sliramu. Tumindak nistĂ„ lan Ă„lĂ„ kabĂšh waĂ© wĂs natĂ© dak tindakakĂ©. NangĂng aku pĂ©ngĂn marĂšni kabĂšh mau sakdurungĂ© kasĂšp. Mula yĂšn sliramu gĂȘlĂȘm dak jak urĂp bĂȘbarĂȘngan nyabrang Ăng samodrĂ„ bĂȘbrayan agĂșng, ayo dhĂk wangsulana layang iki, gĂȘlĂȘmĂ„ DhĂk SutinĂȘm dak jak urĂp anyar Ăng sakjĂȘronĂng balĂ© somah kang rĂȘsmi lan ayo pĂ„dhĂ„ urĂp kang anyar, urĂp kang kĂȘbak laku utĂ„mĂ„ sanajan mĂșng urĂp sarwĂ„ prasĂ„jĂ„, wĂs bĂšn lĂȘlakĂłnmu lan lĂȘlakĂłnku dikubĂșr barĂȘng-barĂȘng lan dilarĂșng Ăng samodra pangapurĂ„.
Tokoh bayangan teman-teman sunti yang sudah keluar dari lokalisasi karena dinikahi orang. Dapat saya sajkan data sebagai berikut :
Mbak Ăndah dipĂšk bojo sopĂr trĂȘk lĂȘnggananĂ© malah nyatanĂ© saiki bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„ Ăng ndĂ©sĂ„. DhĂk HĂšsti ugĂ„ dipĂšk bojo wĂłng lanang sanajan mĂșng dadi mbĂłk ĂȘnĂłm anangĂng kabĂšh kĂȘbutuhanĂ© bisĂ„ dicukupi, Ăndang kancaku sak kampĂșng ugĂ„ diwĂȘngku wĂłng lanang sanajan wĂs rĂ„dĂ„ sĂȘpĂșh yuswanĂ© nangĂng nyatanĂ© gĂȘmati bangĂȘt malah saiki diparingi putrĂ„.Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah,
4. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah lokalisasi dimana tempat sunti bekerja. Dapat sasya sajikan data sebagai berikut:
”PancĂšn wiwitanĂ© aku ora sĂȘngĂ„jĂ„ mlĂȘbu papan ĂšlĂšk sĂng diarani lokalisasi, nangĂng kabĂšh amargĂ„ kĂȘpĂšpĂšt kahanan, biyĂ„sĂ„... masalah klasik sĂng diadhĂȘpi pawĂłngan sĂng urĂp Ăng padĂ©san, kurang pangan lan sandhang lan ora kuwat ngadhĂȘpi sanggan urĂp, gĂšk kamĂłngkĂł sĂng jĂȘnĂȘngĂ© golĂšk pĂȘnggawĂ©yan iki angĂšlĂ© jan ngĂȘpĂłl tĂȘnan.”
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan sunthi yang sebagai pekerja seks komersil. Dapat saya sajikan data sebagai berikut :
Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah, biyĂ„sĂ„,... mancĂng iwak alias nggodhĂ„ wĂłng lanang sĂng kĂȘpĂ©ngin awakĂ© dikĂȘpĂ©nakakĂ© sanajan mĂșng sĂȘdhĂ©lĂ„, syĂșkĂșr yĂšn gĂȘlĂȘm nginĂȘp sĂȘwĂȘngi, wah... mĂȘsti bayaran sĂng dak tĂ„mpĂ„ lumayan kanggo sangu mulĂh mĂȘnyang ndĂ©sĂ„."MampĂr Mas,"... godhaku nalikĂ„ Ă„nĂ„ sakwĂšnĂšhĂng pawĂłngan mlaku ijĂšn karo miling-miling nyawang tĂȘras pĂłndhĂłkanku,
5. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang pertama yaitu Aku. Dan memakai orang ketiaga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
Carkak Nomor (4)
Judul : DĂșrjĂ„nĂ„
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah orang itu tidak bisa dilihat dari luarnya saja, tidak semua orang yang kelihatan kelakuan baik dan sopan dia itu baik. Karena manusia jika sudah terdesak dan kepepet tidak punya uang dan tidak kuat imannya maka orang itu akan melakukan apa saja termasuk mencuri sepertii yang dilakukan oleh parjo yang kelihatannya baik tapi dia hantam oleh bapaknya sendiri karena mencuri.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur maju, menceritakan kehidupan seorang penjaga perkantoran pemerintah yang mempunyai anak laki-laki yang ingin menjadi polisi. Karena sudah daftar dua kali tidak lulus dan dia menganggur belum kerja yang didamkan keluarganya menjadi seorang yang baik dan luhur malah dia menjadi pencuri ditempat kantor bapaknya berjaga.
6. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu pak sarmin yang bekerja sebagai penjaga malam disebuah perusahaan swasta dan berambisi anak satu-satunya dijadikan polisi tapi malah anaknya jadi poencuri.
Dan tokoh pendamping yaitu Parjo seorang leleki yang baik kesehariannya yangsudah dua kali daftar polisi tidak lulus dan dia penganguran sehingga entah kenapa dia malah menjadi pencuri ditempat bapaknya bekerja jaga malam.
Tokoh figuran yaitu karmo adiknya laki-lakinya pak sarmin dia orang yang sok tau dan lucu yang dengan sok modern.
7. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah kantor pemerintahan
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan pak sarmin sebagai penjaga kantor pemerintahan yang sering didatangi pencuri.
8. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiga yaitu yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
CERKAK KE (5)
Judul : GĂȘlĂ„
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah hidup bermasyarakat haruslah saling tolong menolong dan menghargai kebaikan orang yang menolong walau sekecil apapun dan jangan penah bosan untuk saling mengingatkan.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur campuran yaitu maju mundur, menceritakan kehidupan Asih seorang ibu rumah tangga yang ringan tangan istilahnya suka membantu walaupun orang yang dibantu itu pernah menyakitinya.
9. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu asih seorang ibu rumah tangga yang menolong tetangganya yang bernama Nuning yang dulu peranah menyakitinya, walaupun pernah disakiti tidak sedikitpun pernah untuk membalas dendam malah membantu Nuning pertama kali sebelum orang lain menolongnya ketika saat nuning melahirakan.
Dan tokoh pendamping yaitu Nuning tokoh yang hidupnya tidak enak karena ketiaka melahirkan anaknya tidak diakui oleh suaminya dan tidak mau berKB
Tokoh figuran yaitu mbok Tiah yang baik yang juga menolong kepada nuning saat melahirkan.
10. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di perumahan penduduk
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Asih dengan masyarkat setempat dan tetangganya yang kadang membuat Asih marah karena tidak bertepo selero.
11. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
BAB IV
PENUTUP
4. 1. SIMPULAN
1. Untuk memahami sebuah cerkak perlu pengkajian yang lebih dalam agar bisa benar-benar dipahami. Dan pesan pengarang kepada pembaca dapat tersampaikan .
2. Pengkajian ini perlu untuk mengetahui lebih dalam sastra daerah
3. pengakajian ini dapat diambil berbagai pegalaman pengarang cerkak tentang kehidupan.
4. pengkajian ini memberikan sumabangan pemahaman tehadap kumpulan cerkak yang telah dipilih penulis untuk danalisis.
4.2. KRITIK DAN SARAN
Dalam analisis ini tentunya masuih jauh dari sempurna dan saya memomohon dari semua pihak yang membaca analisis ini untuk memberiakan saran dan kritikannya yang membangun agar analisis ini menjadi sempurna. Dan saya berharap analisis ini bermanfaat dan dapat dibaca oleh semua kalangan sehingga menjadi khasanah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi.2004. Metodologi Sastra.Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Ratna, Nyoman kuta.2004. Teori dan teknik penelitian sastra. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Faizah, Nur. 2001. Bahasa dan Sastra Indonesia. Kirana OFFSET:Jombang
Ratna, Kutha Nyoman. S.U. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Sudikan, Yuwana Styo. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Citra Wacana:Surabay
Oleh :
Nama : Syamsul Arif
Nim : 076168
Jurusanan : Bahasa dan Sastra Indonesia
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2007 D
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil Alamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua, dan sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Agung Nabi Muhammad SAW. Penulis bersyukur kehadirat Allah SWT yang memberikan kesempatan dan kekuatan untuk membuat makalah ini. Tanpa izin dan kehendak Allah kami tidak bisa melakukan apa-apa. Makalah ini adalah merupakan kerja individual yang ditugaskan kepada kami, yang memberikan kontribusi banyak manfaat kepada kami karena makalah ini merupakan bekal kami untuk memahami karya sastra yang ditinjau dari sosiologinya.
Kami juga berterima kasih kepada bapak dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan kepada kami baik spiritual maupun material yang bermanfaat bagi kami, karena dukungan dan semangat dari teman-teman kami bisa cepat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan sebuah ulasan yang mengenai sebuah karya perlu adanya mediasi, dan dalam penelitian ini kami menggunakan metode penelitian yang beraliran strukturalisme , karena dalam kumpulan cerkak yang saya teliti ini merupakan cerkak dimana bisa dimengerti dengan mudah oleh pembaca dengan mengkaji unsur-unsur cerkak itu endiri dari berbagai aspek. Seperti yang dikatakan oleh Hartoko, (1986:135-136 dalam Yapi taum, 1997:38) bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antar berbagai unsur teks.unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unser itu memperoleh artinya didalam relasi, bauik relasi asosiasi ataupun relasi oposoisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat saling berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat) keseluruhan yang lebih luas (bait, bab) maupujn intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu)relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi atau kontras dn parody.
asumsi peneliti adalah merupakan cerminan realistic. Kumpulan cerkak ini menceritakan kehidupan seseorang yang penuh dengan lika-liku kehidupan. Dan pengungkapan relitas kehidupan masyarakat dalam pengungkapan bahasa yang indah sehingga dapat menyentuh emosi pembaca.
Penulis juaga berharap semoga makalah ini bisa dibaca oleh semua pihak dan bermanfaat.
Penulis .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satra adalah seni. Seni sastra bersifat imajinatif. Artinya peistiwa-peristiwa yang i kemukakan dalam bentuk sastra bukan peristiwa yang sesungguhnya, tapi merupakan hasil rekaan pengarang. Melalui daya khayalnya pengarang pikiran, ide dan perasaan dengan mempergunakan bahasa sebagai alat untuk membangkitkan pesona cipta sastra. Dalam mewujudkan ide-idenya itu pengarang menggunakan materi penciptaanyang berupa pengalaman nyata yang dialaminya maupun [enghayatan terhadap kehidupan disekitarnya.
Secara umum karya satra melukiskan realita kehidupan masyarakat sehingga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun tertentu akan berkaitan dengan norma-norma dan adat-itiadat pada waktu itu. Sebagai cbang kesenian, sastra berfungsi untuk memperjelas, memperdalam dan memperkaya penghayatan manusia terhadap kehidupan mereka. Walaupun khayal yang diciptakan oleh pengrang bukan kenyataan tetapi dengan kepekaan cita rasanya. Masyarakat dapat berpikir mengenai hidup baik atau buruk, benar atau salah yang disajikan pengarang dalam karya nyata.
Karya sastra dibangun berdasarkan dua unsur dominan yaitu usur intrisik dan ekstrinsik. Keduamya merupakan unsur pembangun dalamd karya sastra.
Unsur intrinsik adalha unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Dalamd unsur intrinsik terdapat dua segi, yakni segi isi dan bentuk. Tema dan amanat dapat dimasukkan kedalam segi isi, sedangkan yang gtermasuk kedalam segi bentuk adalah alur, setting, pusat pengisahan, penokohan, dan gaya bahasa. Antar isi dan bentuk merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpaduan yang harmonis akan menghasilakan karya yang bermutu.
Adapaun unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar yang dapat mempebgaruhi dan menunjang kehadiran cipta sastra, seperti faktor politik, filsafat, keagamaan, sosial masyarrakat dan sebagainya.
Sastra sebagai pengungkapan bakuy dari apa yang telah sisasksikan orang dalamd kehidupan, apa yang telah diperenungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung lagi kuat pada bahasa (hardjana, 1981:10).
Dengan demikian untuk memahami karya sastra tidak mudah. Karya sastra sebagai ungkapan bahasa tidadk mungkin dapat dipahami tanpa pengetahuan mengenai bahasa tersebut. Berdasarkan pengertian diatas, maka unsur memahami suatu karya sastra dapat ditempuh dengan jalan menganalisis struktur karya sastra itu.
Analisis struktur membatasi diri pada pembahasan karya sastra itu sendir. Pembahasannya dilakukan secara intrinsik dengan melihat unsur-unsur yang membangun karya sastra sehingga menjadikan kebulatabn makna, yaitu unsur tema, alur, setting, sudut pandangan, penokohan dan gaya bahasa.
Setiapa hasil karya satra akan mencerminkan sifat-sifat dari penciptany. Sastrawan akan menghadirkan dirinya lewat karyanya. Lewat hasil karyaya sastrawan mengungkapkan realita kehidupan untuk direnungi, dihayati, dan dinilmati oleh pembaca. Demikian Halnya para pengarang cerkak adalah seorang cerpenis yang mampu menghidangkan permasalahan tentang kehidupan seorang dan menarkan solusinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah unsur intrinsik cerkak ?
1.3 Batasan Masalah
Pembahsan ini dibatasi dengan pembahasan pada unsur intrinsik cerkak yang telah disajikan .
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
Landsan Teori berisi uraian-uraian teori-teori yang dipakai dalam penelitian. Suatu teori memiliki fungsi yang cukup penting dalam memandu penelitian guna mendekati objek penelitian secara tepat dan akurat. Teori itu sendiri disusun berdasarkan fenomena yang empiris, yaitu gejala-gejala yang kongkrit dalam dalam kehidupan yang memperlihatkan hubungan keterkaitan yang jelas dan dapat diuji kebenarannya.(semi, 1993:43)
Pada Landasan Teori ini akan dibicarakan persolan-persoalan tentang pengertoan (1). Tinjauan Struktural (2) cerpen/cerkak sebagai karya fiksi (3) Pengertian cerpen/cerkak(4) unsur-unsur pembangun cerpen/cerkak (5) Tema Cerita (6) Penokohan. (7) Plot/Alur. (8) latar (9)point of View. (10) gaya bahasa . Pengambilan bahasan-bahasan tersebut berdasarkan pada satuan-satuan bahasan yang tersurat dalam judul penelitian, dengan harapan agar masaslah-masalah yang akan dikemukakan dan dijawab dalam penelitian mendapatkan arah yang tepat.
2.2 Pengertian Sastra
Dalam hal ini perlu diketahui juga bahwa apa sebenarnya sastra itu sendiri?. Untuk mengetahui definisi sastra, para sastrawan membuat batasan-batasan,dan batasan-batasan itupun tidak total dan tidak tepat, maka ada beberapa alasan mengapa batasan tetang sastra sulit untuk dibuat. Menurut jakob sumardjo dan saini K.M. (1986 : 1-2 ) sebagai berikut
1. sastra bukan ilmu, sastra adalah seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk didalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan metode keilmuan.
2. sebuah batasan berusaha mengungkapkan hakekat sebuah sasaran. Dan hakekat sesuatu itu sifatnya universal dan abadi. Padahal apa yang disebut sastra itu tergantung pada tempat dan waktu.
3. batasan sastra itu sulit menjangkau hakekat dari semua jenis bentuk sastra. Sebuah batasan mungkin tepat untuk karya-karya sastra puisi tetapi kurang tepat untuk jenis novel.
4. sebuah batasan tentang sastra biasanya tidak berhenti pada membuat pemerian(deskripsi) saja tetapi juga usaha penilaian
walaupun tidak mungkin membuat batasan sastra yang memuaskan, tetap bermunculan pula batasan –batasan sastra. Ada yang menyatakan bahwa :
1. sastra adalah seni bahasa
2. sastra adalah ungkapan spontandari perasaan yang mendalam.
3. sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, sedang yang dimaksud pikiran disi adalah ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia.
Dan meurut jakob sumardjo dan saini K.M. (1986 : 3 ) kiranya dapat dibuat batasan sastra dalam arti luas, yang tidak menunjuk satu nilai atau norma yang menjadi syarat sesuatu karya disebut karya sastra yang baik dan bermutu. Jadi batasan tadi dapat dinyatakan sebagai berikut :
sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakian dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Batasan ini bersifat deskripsi saja dan dapat mencakup semua karya sastra yang disebut bermutu atau tidak
2.3 Pengertian Analisis Struktur
Setiap karya satra memiliki struktur. Struktur adalah satu-kesatuan dari bagian-bagian yang kalau salah diubah atau dirusak akan berubah atau susaklah seluruh stuktur itu. ( Yakob Sumardjo dan Saini, 1991:142) dari pengertian tersebut dikatakan stuktur adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk satu-kasatuan yang bulat dan utuh. Dengan demikian kesatuan struktur mencakup setiap bagian dadn sebaliknya setiap bagian menunujukkan keseluruhan yang tidak dapat dispisahkan.
Struktur suatu karya sastra terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur itu antara lain tokoh, alur, tema, perwatakan, sudut pandang, setting, dan gaya. Pembahasan sutu karya sastra terhadap unsur-0unsur strukturnya dan bagaimana hubungan tiap-tiap unsur tersebut sisebut tinjauan unsur struktur atau aalisi struktur. Jadi tinjauan struktur dapat diartikan sebagai tinajauan unsur intrinsik karya sastra, yaitu segala unsur yang membangun karya sastra itu dari dalam. Unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam itu adalah hal-hal yang berhubungan dengan bentuk ( alur, latar, sudut pandang, perwatakan, gaya) juga hal-hal yang berhubungan dengan makna ( pembayangan peristiwa, tegangan, nada, suasana dan tema ).
Analisi struktur pada prinsipnay bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, mendetel dan sedalam mungkin keterkaitan semua unsur dan aspek kartya satra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Analisi struktur bukanlah penjumlahan aasir-anasir itu tapi yang penting adalah sumbangan yang diberikan oleh tiap-tiap unsur itu terhadap keseluruhan makna sehingga dapat diketahui keterkaitan antara unsur-unsur itu untuk membentuk satu kesatuan yang utuh.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa analisis struktur merupakan tinjauan terhadap struktur karya satra itu yang bersifat otonom. Jadi yang dianalisis adalah unsur-unsur yang membangun karyua sastra itu. Hubungan antara unsur-unsur tersebut akan memperlihatkan makana yang utuh. Dengan kata lain karya satra harsu dipahami dengan secara intrinsik, dari dalam karya sastra itu sendiri, lepas dari latar belakang dari sejarah penciptaannya, bebas dari niat pengarang waktu mencipta dan lepasa dari efeknya pembaca.
2.3. Cerpen/Cerkak Sebagai Karya Satra
Istilah prosa fiksi atau cerita rekaan adalah cerita olahana pengarang berdasarkan pandanagan, tasfsiran dadn penilaian terhadap suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peranah belangsung dalam khayalan (Chamidah, 1981:8). Aminuddin (1985:59) dalam bukunya mengistilahkan prossa fiksi dengan istilah prosa narasi atau cerita berplot adalah kisahan atau cerita yang diembanopleh pelaku-pelaku tertentu dngan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari imajinasi pengarangnya sehingg aterjalin suatu cerita.
Cerita fiksiu biasanya dituangkan dalam dua bentuk pokok yaitu roman atau novel dan cerita pendek atau cerkak ( cerita cekak). Bentuk-bentuk cerita inilah yang paling populer dan paling banyak dibaca orang. Dalam perkembangannya kemudian lahir bentuk-bentuk campuran antara kedua bentuk tadi. Ada novel yang lebih pendek disebut novelet. Ada cerpen yang panjang yang disebut cerita pendek panjang (long short-story ) dadan ada cerita pendek yang pendek disebut cerita pendek yang pendek ( short-short story ) Sumarjo, 1983:53)
Di Indonesia cerpen berkembang setelah perang dunia II. Bentuk ini tidak digemari oleh pengarang yang dengan spendek itu bisa menulus dan mengutarakan kandungan pikiran yang 20 atau 30 sebelumya harus dilahirkan dalam bentuk roman, tetapi oleh pembaca yang ingin menikmati hasil sastra dengan tidak ingin mengorbankan waktu terlalu banyak.
2.4. Pengertian Cerpen/Cerkak
Cerkak adalah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalamd sekali duduk. Daerah lingkupnya kecil dan karena itu ceritanya bisanya berpusat pada satu tokoh atau satu masalah.ceritanya sangat kompoak tidak ada bagiannya yang berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap tanda bacanya tidak ada yang sia-sia. Semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang sia-sia. (Diponegoro,!994:6).
Sedgwick mengatakan bahwa cerpen/cerkak adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerpen tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang gtidak perlu.(tarigan,1984:34). Sedangkan menurut Satiyagraha Hoerep cerpen adalah karakter yang dijabarakan lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang terjadi didalamnya lazim merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan. Dan reaksi mental itulah pada hakikatnya disebut cerpen (sami, 1988:34)
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan ciri-ciri cerpen/cerkak adalah :
1. singkat, padu dan intensif.
2. ada adegan, tokoh, dan gerak (alur )
3. ceritanya harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian,
4. harus menimbulkan satu pada pikiran pembaca,
5. harus mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
6. harus mempunyai pelaku utama
7. jharus mempunyai efek atau kesan yang menarik,
8. memberikan impresi tunggal,
9. menyajikan satu emosi
10. memiliki jumlah kata-kata tidak lebih dari 10.000 kata (tarigan,1984:177)
2.5. Unsur-Unsur Pembangun Cerpen/Cerkak
Cerpen/cerkak bagian dari salah satu karya satra dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra itu dari dalam. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh, penokohan, sudut pandang, setting dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada diluar karya sasatra ayang turut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, yang meliputi pendidikan pengarang, faktor sosial ekonomi, politik, sgsms, tata nilai yang danut masyarakat dan lain-lain (semi, (1988:35)
Kedua unsur tersebut dalam membengun karya sastra mempunyai satu totalitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Unsur yang satu akan mendukng eksistensi unsur yang lain. Tanpa danya keterkaitan tidak akan tercipta suatu bangunan karya sastara yang utuh, indah dan bermanfaat.
Meskipun totalitas unsur intrinsik dan ekstrinsik tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam peristiwa analisis keberadaan dapat diterangkan bagian demi bagian yang mendukungnya. Jadi secara fungsional kedua unsur intrinsik dan ekstrinsik adalah satu,tetapi sebagai unsur struktur masih sapat dikenali, inilah keunikan yang dimiliki karya sastra.
2.6. Unsur intrinsik cerkak/cerpen
Sebagai salah satu genre sastra karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator (2) isi penciptaan (3) media penyampaian isi berupa bahasa dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsic yang mambangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana. Pada sisi lain dalam rangka memaparkan isi tersebut pengarang akan memaparkannya lewat (1) pemjelasan atau komentar (2) dialog atau monolog dan (3) lewat kelakuan atau action. ( Aminudin, 1987: 66)
Nurgiantoro (1994:23) mengatakan bahwa unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual aan dijumpai jika oang membaca karya sastra.unsur-unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya jika kita lihat kita dari sudut pembaca, unusur-unsur cerita inilah yang akan kita jumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.
Menurut A.G.Sutoyo unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur intrinsic terbagi atas :
Menurut A.G.Sutoyo unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra.
Dari pengertian diatas ada beberapa unsur intrinsik yang ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tema Cerita
Seorang pengarang ketika akan menulis cerita bukan akan sekedar bercerita, tetapi akan mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang akan disampaikah itu bisa berupa pandangan hidupnya, kehidupan dan seluk beluknya atau komentar terhadap kehidupan. Persoalan-persoalan yang disampaikan lewat kejadian dan perbuatan tokoh cerita semuanya didasari tokoh cerita semuanya didasari olah ide dasasr pengarang dan ide dasar itu lazim disebut tema.
Ada beberapa macam pengertian tentang tema. Menurut tjahjono (1988:158) tema atau theme merupakan ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak keberangkatan pengarang dalam menyusun cerita. Jadai sebelum menulis karya sastra, seorang pengarang harus enyiapkan terlebih dahulu. Karena itu penyikapan hterhadap eksistensi tema akan berbeda antara pengarang dan pembaca. Sebelum melakukan kegiatan menulis seorang pengarang harus sudah mempunyai permasalahan yang berupa tema. Sebaliknya, seorang pembaca baru akan mendapatkan tema tema yang terkandung dalam karya satra itu setelah membacanya.
Sedangkan menurut sumarjo (1983:57) tema adalah sebuah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita, cerita bukanlah sekedar berisi sebuah rentetan kejadian yang disusun dalam bagan, tetapi susunan bagan itu sendiri mempunyai maksud tertentu. Pengalaman yang dibeberkan dalam sebuah cerita harus mempunyai permasalahan dan permasalahan itu biasanya tentang hal-hal pokok yang sering dibicarakan. Misalnya tentang kemanusiaan, kemasyarakatan, kejiwaan, kematian, ketuhanan dan lain-lain. Tema-tema besar itu harus dipersempit oelh pengarang sehingga permasalahannya jadi jelas.
Lebih luas lagi sudjiaman ( 1988:50 ) mengatakan bahwa tema adalah gagasan utama atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Pengertian ini menyiratkan adanya suatu permasalahan baik berupa pemikiran, ungkapan, perasaan, ambisi yang ingin ditampilkan pengarang. Jadi dalam hal ini karya sastra adalah ungkapan tentang pemikiran pengarang atau perasaan pengarang.
Menurut sudjiman da beberapa ragam tema duitinjau dari corak maupun kedalamannya. Antar lain :
1. tema ringan,
tema ringan biasanya ada dalam cerita rekaan dalam majalah hiburan. Misalnya kegembiraan cerita yang terbalas, pertengkaran antar kekasih dan lain-lain.
2. tema berat atau besar
tema berat atau tema besar misalnya tema kehidupan keluarga secara serius. Dan yang diutamakan bukan peristiwa yang berlaku dalam kehidupan keluarga. Namun falsafah yang yang terkandung dalam kemanusiaan secara universal.
3. tema biasa
misalnya cinta itu indah, cinta sejati itu abadi, perpisahan itu sesuatau yang menyedihkan.
4. tema tidak biasa
misalnya cinta itu menyedihkan. Miskin membawa kebahagiaan, perpisahan itu menyenangkan dan lain-lain.
Dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide dasar cerita dari suatu karya sastra. Disamping kedudukannya sebagai ide dasar, tema akan mengikat seluruh bagian dari karya sastra. Karena itu tema yang jelas akan mempertegas bangunan karya sastra itu. Kebalikannya, tema yang tidak jelas akan membuat karya sastra itu kendor dan gembur-gembur atau meleleh cair.( Diponegoro, 1994:7)
Walaupun peranan tema sangat penting dalam sebuah karya sastra, namun baik buruk suatu karya sastra tidak semata-mata tidak ditentukan oleh tema. Kepiawian pengarang dalam menggarapnya turut menentukan karena tema suatu cerita dapat berbeda-beda meskipun dari satu gagasan, sehingga gagasan yang sama dapat menjadikan tema tau pokok cerita kedalam bermacam-macam cerita rekaan yang ringan, berat, biasa tau tidak biasa.
Aminuddin (1987 : 91) mendefinisikan ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebiha jauh lagi Aminuddin memberikan beberapa langkah untuk memahami tema. Langkah-langkah tersebut melalui (1) pemahaman setting, (2) memahami penokohan (3) pemahaman satuanm peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa (4) pemahaman plot dan alur (5) hubungan pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa (6) menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan (7) identifikasi pengarang memaparkan cerita (8) menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya.
Setiap fiksi haruslah mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Penulis melukiskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar itu. Dengan demikian tidak berlebihan bila dikatakan bahwa tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Suatu cerita yang tidak mempunyai tema tentu taka ada gunanya dan artinya.
Brooks, Puser dan Warren dalam buku lain mengatakan bahwa “ tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau yang membangun dasar atau gagasn utama dari suatu karya sastra”. Dalam Tarigan (1986 :125)
Jakob Sumardjo dan saini KM ( 1986:56 ) mengatakan bahwa tema tidak perlu selalu berwujud moral atau ajaran moral. Tema hanya bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan.kesimpulannya, atau bahkan hanya bahan mentah pengamatannya saja. Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu masalah kehidupan, dan problem tersebut tak perlu dia pecahkan. Pemecahannya terserah pada masing-masing pembaca.
Untuk menentukan makna pokok sebuah novel, kita perlu memiliki sebuah kejelasan pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto, 1986:142 dalam Nurgiantoro, 1994:68)
Sebagai sebuah makna, pada umumnya tema tidak dilukiskan, paling tidak pelukisan secara langsung atau khusus. Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung tersebut. Hal ini pulalah antara lain yang menyebabkan tidak mudahnya penafsiran tema. Penafsiran tema utama diprasarati oleh pemahaman cerita yang secara keseluruhan. Namun, adakalanya juga dapat ditemukan adanya kalimat-kalimat ( atau alinea-alinea, percakapan) tertentu yang dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengandung tema pokok.( Nurgiantoro, 1994:69)
Beberapa tingkatan tema menurut Shipley (1962:417)dalam Nurgiantoro(1994:80) yang mengartikan tema sebagai subjek wacana, topic umum atau masalah utama yang dituangkan dalam cerita. Shipley membedakan tema –tema karaya satra kedalam tingkatan-tingkatan semuanya ada lima yaitu :
1. Tema tingkat fisik, manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan ) molekul, man as molecul. Tema karya sastra pad atingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditujukan oleh banyaknya aktifitas fisik dari pada kejiwaaan.
2. Tema tingkat organic, manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan)protolasma, man as protoplasma. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan mempersoalkan masalah seksualitas- suatu aktivitas yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dalam tingkat ini khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang.
3. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, kehidupan bermasyarakat yang merupakan tempat aksi-interaksinya sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain lainyang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu berupa ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan bawahan, dan berbagai masalah hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam dalamd karya satra sebgai kritik sosial.
4. Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualisnya.dalam kedudukannya sebagai makhlik individu manusia juga mempunyai banyak permasalahan dan kobnflik misalanya, yang berwujud reaksi manusia terhadap maslah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas itu berupa diantara lain: berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya,yang pada umumnya lebih bersifat batin yang dirasakan oleh yang bersangkutan.
5. Tema tingkat devine, manusia sebagai makhluuk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tingkat ini adalah masalah manusia dengan sang pencipta, Masalah reliogisitas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainya seperti pandangan hidup, visi dan keyakinan.
Akhirnya perlu ditegaskan dalam sebuah karya fiksi mungkn saja ditemukan lebih dari satu tema dari ke lima tingkatan tema diatas.
Menurut Nurgiantoro, (1994:82-83) bahwa tema terbagi menjadi dua yaitu tema utama dan tema tambahan. Tema utma disebut tema mayor artinya makna pokok ceritaq yang menjadi dasar atau gagasan dasar umm sebuah karya. Dan makna minor adalah makna yang hanya terdapat bagin-bagian tertentu cerita.
2. Penokohan
Membecarakan penokohan berarti membicarakan tentang tokoh ceritadan perwatakan. Tokoh cerita adalah individu yang mengemban cerita, sehingga cerita tersebut dapat dinikmati. Menurut Tarigan (1986:141) tokoh adalah pelakau cerita. Sebagai pelaku cerita tokoh harus dilihat sebagai yang berada dalam masa dan tempoat tertentu dan haruslah pula diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilkukaknnya. Artinya sebagai pelaku cerita tokoh harus dilukiskan seperti manusia yang sesungguhnya. Punya perasaan, pikiran, hati nurani dan lain-lain. Sebagai manusia yang bernapasa dan berdarah segala sesuatau yang dilakukannya harus masuk akal.
Menurut fungsi dan kedudukannya, tokoh terdiri dari tokoh utama, tokoh pendamping, tokoh bawahan, tokokh figuran dan tokokh bayangan. Tokoh utama dalah tokoh yang sangat berperan dalam membawa permasalahan, semua tokoh berpusat padanya. Tokoh pendamping adalah tokoh yang mempunyai kedudukan yang sama sama sejajar tetapi selalu menentang tokoh utama. Tokoh bawahan adalah tokoh selain tokoh utama dan tokoh pendamping, tetapi kehadirannya diperlukan karena mendukung tokoh utama dan tokoh pendamping. Tokoh figuran adalah tokoh yang dihadirkan untuk meelengkapi suasana sehingga kehadirannya dapat menggunakan dialog atau tanpa dialog. Tokoh bayangan dalah tokoh yang hanya dibicarakan tetapi tidak perlu hadir.
Terciptanya suatu alur cerita dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari unsur penokohan. Hal itu disebabkan tokoh merupakan pengejawantahan manusia dalam realitas kehidupan tidak lepas dari pemikiran pemikiran puas tidak puas, suka tidak suka, benci, rindu, dendam, ambisi, serakah, dan perasaan-perasaan lain. Pertanyaan yang timbul kemudian apakah yang sebenarnya yang dimaksud dengan penokohan?.
Menurut liverti, penokohan atau karakterisasi adalah proses yang diperginakan oleh seorang pengarang untuk menciptkan tokoh-tokoh fiksinya. Tooh fiksi harus dilihat sebagai yang berada dalam suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula diberikan motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas pengarang adalah membuat tokoh itu sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada. Cara untuk mencapi tujuan itu tentu beraneka raagam, termasuk pemerian atau analisis, apa yang dilkuakan dan yang dikatakan para tokoh, cara mereka beraksi dalam situasi-situasi tertentu, apa yang dikatakan tokoh lain terhdap mereka atau bagaimana mereka bereaksi terhadapnya ( Tarigan, 1986:141)
Sedangkan menurut Aminudin adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Lebih lanjut Aminudin mengatakan bahwa peristiwa dalam karya siksi seperti halnya dalam peristiwa kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh-tokoh atau pelaku tertentu. Pelaku-pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan ( Aminuddin, 1984:85 )
Peristiwa dalam cerita terjadi karena aksi atau perbuatan yang dilakukan oleh pra tokoh. Karakter atau watak adalah ciri khusus dari struktur kepribadian seseorang. (Soekanto, 1983:50 ) struktur kepribadian manusia tidak terlepas dari pengetahuaannya, rasa dan kehendaknya, serta keinginan itu sendir yang dapat membedakan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu. Perwatakan sebagai ciri khusus struktur kepribadian merupakan akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku dan tindakan dari tipa-tiap individu.
Ada bebrapa macam metode untuk menyajikan perwatakan atau penokohan. Panuti sudjiman membagi menjadi tiga metode. 1. metode analisis, atau metode lansung. Dalam metode ini pengarang memaparkan watak tokohnya dengan menambahkan komentar tentag watak tersebut. 2. metode tak langsung atau metode dramataik, yaitu watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambarang lingkungan atau tempat tokoh. Metode ini disebut juga metode ragaan. 3. metode kontekstual yaitu watak dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang dalam mengacu kepada tokoh. (sudjiman, 1988:23-26 ).
Menurut Tarigan (1984:133, ada bebrapa cara yang dapat digunakan oleh pengarang untuk melikiskan rupa, watak atau pribadi tersebut, antara lain:
1. psycal description ( melukiskan bentuk lahir dari pelakon )
2. portrayal of thought stream or conscious thought ( melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa-apa yang terlintas dalam pikirannya )
3. reaction to events ( melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadapo kejadian-kejadian )
4. Direct author analysis ( pengarang dengan langsung menganalisi watak tokoh )
5. pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon
6. pengarang meluiskan bagaimana pandanagan-pandangan pelakon lain pada suatu cerita terhadapa pelakon utama .
7. pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama, dengan demikian secara tidak langsung pembca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenaiu pelakon utama itu.
Pendapat diatas daa kesamaan dengan Aminuddin (1984:87) dalam memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusuri lewat :
1. tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
2. gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaiannya.
3. menunjukkan bagaimana cara perilakunya.
4. bmelihat bagaimana tokoh berbicara tentang dirinya sendiri
5. bagaimana jalan pikirannya
6. melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
7. melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
8. melihat bagaimana tokoh –tokoh yang lain memberikan reaksi terhdapnya.
9. melihat bagaimana tokoh itu mereaksi tokoh hyang lainya.
Pendapat saad dalam Tjahjono ( 1988:138) hampir sama dengan pendapat Panutu Sudjiman. Cara pengarang melukiskan para tokoh-tokohnya dapat melalui dua jalan yaitu :1. cara analitik dan, 2 . cara daramtik. Cara analitik adalah seorang pengarang akan menjelaskan langsung keadaan dan watak-watak tokohnya. Sedangan cara dramatik adalah cara melukiskan watak tokoh dengan tidak lansung, tetapi dengan berbagai cara. Yaitu :
a. dengan melukiskan reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama.
b. Dengan melukiskan keadaan sekitar tempat tokoh tinggal
c. Dengan cara melukiskan jalan pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut
d. Dengan cara melukiskan perbuatan-perbuatan tokoh tersebut.
Tokoh-tkoh sebagai pelaku pengemban cerita, memiliki peranan yang berbeda-beda tersebut menimbulkan bermacam-macam perwatakan. Menurit Ahmad Badrun (1083:88) perwatakan meliputi : 1. penokokhan dasar. 2. penokohan bulat. 3. penokohan kombinasi.
Aminudin (1987 : 79 ) mendefinisikan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.
Menurut Sumarjo ( 1954 : 57 ) bahwa penokohan adalah seluruh pengalaman yang yang dituturkan dalam cerita yang kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalam yang dijalani oleh pelakunya.
Willian dan Addison menggunakan istilah perwatakan dan mendifinisikan sebagai gambaran kreatif tentang tokoh-tokoh bayangan, yang dapat dipercaya demikian rupa, karea mereka hadir didepan pembaca seperti sesungguhnya (dalam Sukada, 1987 : 63)
Ada yang menggunakan istilah karakter dan karakterisasi . penggunaan istilah karakter (character) sendiri dalam berbagai litertuare bahasa ingris menyaran pad dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prisip moril yang dimilikitokoh-tokoh tersebut ( Staton, 1964:17) dengan demikian character dapat diberi arti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’ antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang suatu kepaduan yang utuh.
Ada beberapa macam tokoh dan ada bebrapa perbedaan yang dapat disajikan oleh pengarang dalam sebuah karya fiksi, perbedaan itu sebagaimana keterangan berikut :
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh yang penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita ( central character, main character). Sedang yang tokoh kedua adalah tokoh tambahan. (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan ceritanya dalam novel yang brsangkutan. Ia merupakan tokoh yang banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Dilihat dari segi fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh protagonist dan antagonis. Memkbaca sebuah novel, pembaca sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonist ( alterbernd & Lewia, 1996:59).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satunya jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawentahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita ( alterbernd & Lewia, 1996:59). Tokoh protagonist menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca.
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan. Khususnya konflik dan tegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. ( Nurgiantoro,1994:179 )
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakanke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diaungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton hanya mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan. Perwatakan tokoh yang sederhana yang benar-0benar sederhana dapat dirumuskan denganb sebuah kalimat atau bahkan sebuah frase saja. Misalnya ” ia seorang yang miskin, tetapi jujur”, atau ”ia seorang yang kaya, tapi kikir” ”ia orang yang senantiasa pasrah dan nasib ”
Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya sisi kepribadian dan jati dirinya.ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun iapun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam- macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.oleh karena itu,perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh buat lebih menyerupaikehidupan manusia yang sesungguhnya, karena memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981:201)
d. Tokoh statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat dibedakan dalam tokoh statis, tak berkembang(statis character) dan tokoh berkembang ( developing character).
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-periatiwa yang terjadi ( Altenber dan Lewis, 1966:58).
Tokoh berkembang, dipihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perbahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-peubahan yang terjadi diluar dirinya, dan adnya hubungan antar manusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal, tengah. Dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.
e. Tokoh Tipikal dan Netral
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap ( sekelompok ) manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh tipikal (tipical character) dan tokoh netral ( neutralcharacter ).
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. ( Altenberd dan Lewis, 1966:60 ), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang, atau sekelompok oarang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian suatu lembaga, yang ada didunia nyata.
Tokoh netral, dipihak lain, adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajener yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Is hadair (dihadirkan) semata-mata demi cerita,m atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang diluar dirinya, seorang yang berasal dari dunia nyata. Atau palig tidak, pembaca mengalami kesulitan untuyk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.
3.Alur / plot
Pendapat Jan Van Luxemburk yang di indonesiakan oleh Dick Hartono mengemukakan bahwa alur atau plot adalah kontruksi yang dibuat pengarang mengenai sebuah deretan peristiwa yang logis dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami para pelaku ( Hartoko, 1984 :149)
Aminudin (1987 : 83) mendifinisikan alur adalah rangkai cerita yang dibetuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Staton dalam Nurgiantoro(1994:113) mengatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun kejadian itu dihubung secara sebab akibat, peristiwa yang satu sisebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Kenny (1996:14) dalam Nurgiantoro (1994:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Foster (1970:93)dalam Nurgiantoro(1994:113)juga mengemukakan plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Plot sebuah karya fiksi, menurut foster (1970:94-5) dalm Nurgiantoro(1994:114-115) mengtakan bahwa plot memiliki sifat misterius dan intelektual. Plot menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik bahkan mencekam pembaca. Hal itu mendorong pembaca untuk mengetahui kejadian-kejadian berikutnya. Tentu saja hal itu tidak akan dikemukakan begitu saja secara sekaligus dan cepat oleh pengarang, melainkan mungkin saja, disiasati dengan hanya dituturkan sedikit demi sedikit. Sengaja memisakan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya berhubungan logis-langsung. Atau menunda(baca) menyembunyikan pembeberan sesuatu yang menjadi kunci permasalahn, dengan demikian, justru akan lebih mendorong pembaca untuk mengetahui kelanjutan kejadian yang diharapkan itu. Keadaan yang demikian inilah yang oleh foster disebut sebagai sifat misteriusnya plot.
Dalam plot ada kaidah pemplotan yang diterangkan oleh Kenny(1966:19-22) dalam Nrgiantoro(1994:130) bahwa kaidah-kaidah pemplotan itu adalah meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu ( suspense) dan kepaduan (unity).
Plausibilitas adalah menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita . plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca. Adanya sifat dipercaya itu juga merupakan hal yang esensial dalam karya fikasi. Khususnya yang konvensional.
Suspense menyaran pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca (Abrams, 1981:138) atau menyaran pada adanya harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny, 1966:21). Suspense tidak semata-mata berurusan dengan perasaan ketidaktahuan pembaca terhadap kelanjutan crita, melainkian lebih dari itu, adanya kesadaran diri seolah-olah terlibat dalam kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan dialami tokoh-tokoh cerita. Unsur suspense, bagaimanapun, akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita.
Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca ( Abrams, 1981:138) jadi dalam karya sastra itu terdapat suatu penyimpangan, pelanggaran, dan atau pertentangan apa yang ditampilkan dalm cerita dngan apa yang telah menjadi biasanya. Dengan kata lain yang telah mentradisi, yang telah mengkonvensi dalam penulisan karya fiksi, disimpangi atau dilanggar dalam penulisan karya fiksi itu.
Kasatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa funsional, kaitan, dan acauan yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memilki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Ada benang-benang merah yang menghubungkan berbagai aspek cerita tersebut sehingga seluruhnya dapat terasakan sebagai satu kesatuan
S. Tarif menyebutkan bahwa setiap cerita dapat dibagi dalam lima again:
a. situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
b. generating sircumstances (peristiwa ang bersangkut paut mulai bergerak )
c. rising action (keadaan mulai memuncak )
d. climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)
e.denonement (pengarang mulai memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa) dalam ( tarigan, 1986 : 128)
Didalam memahami buku cerita rekaan dijelaskan pengaluran adalah pengaturan peristiwa membentuk cerita ( sudjiman, 1988 : 31 ). Ada beberapa cara yang dilakuakan untuk mengetahui pengaluran dalam sebuah cerita yaitu :
f. Ad avo, jika sebuah cerita disusun dan dimulai pada awal peristiwa
g. In medis res, jika cerita dimulai ditengah kisah kemudian dipertautkan dengan semua peristiwa sebelum dan sesudahnya.
h. Alih bakih atau sorot balik jika urutan kronologisnya peristawa- peristiwa yag disajikan dalam karaya sastra disela denga peristiwa yang terjadi sebelumnya.
i.
4. Latar
Pendapat Brooks yang dikutip oleh tarigan Henny Guntur (1986 : 136 ) latar adalah latar belakang fisik unsur tempat dan ruang, dalam suatu cerita.
Latar atau stting yang juga disebut landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan( Abrams, 1989:175 dalam Nurgiantoro,1994:216).
Nurgiantoro(1994:227-233) menerangkan Unsur-unsur latar ada tiga yaitu :
a. latar tempat
latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan geografis tempat yang brsangkutan. Masing-masing tempat tentunya mempunyai karakteristiknya sendiri yang membedakannya dengan tempat-tempat yang lain.
Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai medan. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan karakteristik sungai, laut, gubuk reot, rumah, hotel, dan lain-lain mempunyai ciri khas untuk menandainya.
b. latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
c. latar sosial
latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakandalam karya fiksi.
Latar dapat digunakan untuk beberapa maksud atau tujuan antara lain:
Pertama,latar dapat dengan mudah dikenali kembali, dan juga dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerakan serta tindakanya. Kedua, latar suatu cerita dapat mempunyai suatu relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti yang umum dari suatu cerita. Ketiga, kadang-kadang mungkin juga terjdi bahwa latar itu bekerja bagi maksud-maksud tertentu dan terarah dari pada menciptakan atsmosfir yang ermanfaat dan berguna.
5. Point of Viuw ( Penyudut Pandangan )
Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana utuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. ( Abrams, 1981:142 dalam Nurgiantoro,1994:247).
Dengan demikian sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanyaitu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sudut pandang bagaimana merupakan sesuatu yang menyaran pada masalah teknis, sarana untuk menyampaikan maksud yang lebih besar dari pad sudut pandang itu sendiri. Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca ( Booth dalam stevick, 1967:89 ).
Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan kedalam dua macam: pesona pertama, first-person, gaya pandang “aku” dan pesona ketiga, third-person, gaya “dia”. Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia”, dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut masing-masing menyaran dan menuntut konsekuensinya sendiri.
Penggunaan sudut pandang ”aku” ataupun ”dia” yang biasanya juga berarti :tokoh aku atau tokoh dia, dalam karya fiksi adalah untuk memerankan dan menyampaikan berbagai hal yang dimaksudkan pengarang. Ia dapat berupa ide, gagasan, nilai-nilai, sikap dan pandangan hidup, kritik, pelukisan, penjelasan, dan penginformasian namun juga demi kebagusan cerita yang kesemuanya dipertimbangkan dapat mencapai tujuan artistik. Untuk mencapai tujuan tersebut tentulah terkandung pertimbangan: lebih efektif manakah diantara dua ( lengkap dengan variasinya ) sudut pandang itu? Jawab terhadap pertanyaan itu dapat dikembalikan pada argumentasi aristoteles : jika mengharap efek seperti itu, penggunaan sudut pandang tertentu dapat menjadi lebih baik atau buruk ( Booth, dlam stevick, 1967 : 89 )
Titik pandang adalah cara pengarang menampilakan para pelakau dalam cerita yang dipaparkannya( aminudun , 1987 : 90) titik pandang atau bisa di istilahkan dengan poit of view atau titik kisah meliputi :
Narrator Amniscient, Narrator observer, Narrator obserfer amniscient, narrator the third person amniscient.
a. Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
b. Narrator observer adaladh bila pengisah yang berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu prilaku batiniah para pelaku.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk Cerkak
(1)( Sumber: Mekarsari, 11 Mei 2008 )
MBOK KARTO
GENEP limang sasi ngenggoni los anyar ing pasar kuwi, saiki dagangane saya sepi. Kamangka yen dietung-etung meh telung puluh taun, kepara luwih anggone dodolan Sop Kikil.
Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe. Biyen sadurunge pasar paling gedhe ing kutha kabupaten kuwi dibangun, warunge laris manis. Semono uga nalikane isi ana papan penampungan sajroning pasar kuwi dibangun.
Nanging wektu iki, para pelanggan saya suwe saya suda, kepara malah ilang. Menu masakan Mbok Karto Kikil, mangkono tangga-tanggane yen ngundang, kegolong istimewa. Biasane, Sop Kikil alot yen dicakot, nanging sing iki beda. Ana tangane Mbok Karto, kikil kang alot mau dadakan dadi empuk nyamleng jalaran bumbune mrasuk ana ing pori-pori. Ana maneh sing istimewa, teh nasgithel cem-cemane wong tuwa kuwi nikmat, seger ora ana tunggale. Papane ndhewe ana pojok mburi, ora dadi siji karo papane wong dodol ratengan liyane, nanging malah cedhak karo bakul barang loakan. Mbok Karto bisa ngenggoni kapling nyleneh mau, gara-gara papan kang dadi hak-e wis didol marang pedagang anyar.
Sawijining awan, warunge katekan wong wadon ayu, nganggo blus ketat lan rok mini pink, ngatonake lekuk-lekuk awake kang endah trep karo kulite sing kuning mrusuh. Ndadekake kabeh wong sing ana kono kamitenggengen, nggatekake sing lagi teka. Mbok Karto takon, lan wong wadon ayu kuwi mung manthuk semu mesem kaya kepeksa. Wong loro mung padha mbisu, nalikane wong wadon ayu mau noleh, Mbok Karto ngerti yen ana rasa kasedhihan saka sorot mripate. Nganti sore wong wadon ayu mau isih lungguh ana kono, kamangka gelas lan piringe wis kothong kawit mau. Mbok Karto wiwit tata-tata arep kukut.
“Wis sore ndhuk, apa ora bali?” pitakone diwanek-wanekake. Dumadakan wadon ayu malah ndhelikake raine, ungkep-ungkep ana meja, nangis. Mbok Karto mlongo. Nalurine minangka ibu age-age, nyedhaki. Baune wadon ayu mau dicekel “Ana apa ndhuk?” Raine diangkat, katon mripate kaca-kaca. Sabanjure tanpa sungkan-sungkan ngebrukake raine ana pangkone Mbok Karto. Nerusake anggone nangis, nganti jarite Mbok Karto teles kebes. “Ndhuk, gelem mulih menyang nggone simbok, ya? Mengko bisa crita-crita sing luwih dawa,”.
Bengine, nalikane wong loro padha nonton sinetron lokal ing TV, tanpa dijaluk Tiwi mangkono jenenge wadon ayu mau cerita. Wis limang taun nikah, nanging durung duwe anak. Bojone dagang bathik. Sing maune anggone bebrayan rukun, tentrem, ndadak sawijining ndina bojone teka karo wong wadon liya. Sawise padudon, Tiwi diusir lan lunga saparan-paran nganti tekan nggone Mbok Karto.
Tekane Tiwi ana warunge Mbok Karto nggawa pangaribawa gedhe. Sing maune wis endrap-endrip arep mati, sepi, saiki rame maneh. Kabar sumebar yen Mbok Karto anggone dodol Sop Kikil dibantu ponakane kang ayu lindri-lindri. Warunge mbok Karto dadi regeng maneh, senajan diakoni sing andhok ing kono, mung kepengin weruh Tiwi sing ayu, kanthi rok mini lan klambi sing ketat sahengga saranduning awake kang endah katon kabeh. Senajan kentekan Sop Kikil nanging ora gela, jalaran sing baku bisa ndeleng lenggak-lenggoke lan eseme Tiwi.
Ora krasa wis limang sasi luwih Tiwi ngancani Mbok Karto dodolan Sop Kikil. Sasuwene iki wis nggawa panguripan anyar tumraping Mbok Karto, dodolane laris nganti gusis, ateges bathine saya akeh. .
Nanging kahanan ora langgeng, kaya nalika tekane, lungane Tiwi uga ora pepoyan ngerti-ngerti wis ora ana. Nalikane Mbok Karto mulih saka pengajian kampung, ora methuki Tiwi, mung ana layang sa suwek kang isine njaluk pamit lan njaluk ngapura jalaran wis rumangsa nggawe repote Mbok Karto. Mesthi wae lungane Tiwi nggawa owah-owahan maneh ing warunge Mbok Karto, sing maune wis rame, regeng, laris, saiki bali sepi maneh ora ana sing andhok.
Mbok Karto bisane mung ngonggo-onggo ana pojok bangku dawane maneh, nganti sawijining esuk ana kedadeyan kang gawe geger wong akeh. Wong sa pasar padha gemrudug menyang panggonan loakan, kabeh suk-sukan mung kepengin ndeleng Mbok Karto anggone dodolan Sop Kikil nganggo rok mini pink, kaya sing biasane dienggo Tiwi.
2. Tumbal
SĂȘjatinĂ© abĂłt anggĂłnku nindakakĂ© pakaryan iki. NangĂng piyĂ© manĂšh.Aku mĂșng sakwijinĂng bawahan sĂng kudu loyal marang atasan. KamĂ„ngkĂ„ atasanku Drs SĂȘngkuni SH MBA wĂs nginstruksĂškakĂ© yĂšn proyĂšk iki kudu di-mark up.MbĂșh piyĂ© caranĂ© sĂng pĂȘnting kabĂšh bisa olĂšh pangan. PancĂšn iki konsĂȘkuĂšnsinĂ© nduwĂšni jabatan sĂng stratĂȘgis kĂ„yĂ„ awakku iki.Tak akĂłni sakwisĂ© dadi Kasubag PĂȘngĂȘlolaan ProyĂšk iki rĂȘjĂȘkiku mbanyu mili. Paribasan nganti kĂ„yĂ„ diwĂšnĂšh-wĂšnĂšhi.
NangĂng yĂšn Ă„nĂ„ pĂȘrkĂ„rĂ„ sĂng kĂ„yĂ„ mĂȘngkĂ©nĂ© aku ugĂ„ kudu wani ndhadhagi.AwĂt yĂšn ora, bisĂ„ dipĂȘsthĂškkĂ© yĂšn tahĂșn ngarĂȘp aku mĂȘsthi bakal dimutasi."WĂs tĂ„ DĂk Har, ora sah dipikirkĂ© abĂłt-abĂłt. Soal wĂłng sĂ„kĂ„ KPK, mĂȘngko aku sĂng mback-up wĂs," mangkono pangandikanĂ© atasanku kasĂȘbĂșt Ăng sak wijinĂng wĂȘktu nalikĂ„ aku ditimbali Ăng ruangĂ©."SĂng pĂȘntĂng kowĂ© bisĂ„ ngolah Ă„ngkĂ„-Ă„ngkĂ„ iku kanthi layak.
Masalah liyanĂ© mĂȘngko aku sĂng ngatĂșr," sĂȘsambungĂ© Pak SĂȘngkuni karo ngĂȘpĂșk-ĂȘpĂșk pundhakku."Lha piyĂ© kirĂ„-kirĂ„? Ă pĂ„ DhĂk Har kabĂłtan? SoalĂ© DĂk WĂsnu wingi ugĂ„ nawakakĂ© arĂȘp nggarap proyĂšk iki," ujarĂ© Pak SĂȘngkuni kĂ„yĂ„ ngĂȘrti kĂȘmrusuhing atiku."Oh, mbotĂȘn Pak. KulĂ„ taksĂh sagah ngayahi piyambak," ujarku gurawalan. "WĂšll! yĂ„ ngono iku sĂng tak karĂȘpkĂ©. YĂšn pancĂšn kowĂ© sĂȘ-visi karo aku, mĂȘsthi aku ora bakal ninggal kowĂ© DhĂk. WĂs sak iki rampĂșngna aku pĂ©ngĂn Minggu ngarĂȘp wĂs rampĂșng. SanggĂșp tĂ„?""SĂȘndikĂ„ Pak," ujarku karo manthĂșk-manthĂșk.Aku Ă©nggal-Ă©nggal ninggalakĂ© ruang kĂȘrjanĂ© bĂłs tĂȘrĂșs nyĂȘlĂșk DhĂk Wakino wakĂlku sartĂł Ăndah sĂ©krĂȘtarĂsku.Tak jak rĂȘmbugan barĂȘng pĂȘrkĂ„rĂ„ iki. AwĂt pancĂšn wĂłng loro iku sĂng dadi nyawaku. IbaratĂ© DhĂk Wakino karo Ăndah kuwi think-tank-ku. SangĂ©nggĂ„ aku bangĂȘt mbutĂșhakĂ© bantuanĂ© dhĂšwĂškĂ©."NĂšk masalah Ă„ngkĂ„ gampang diowahi, Mas. MĂșng sĂng dadi masalah iki tanggĂșng jawabĂ© abĂłt awĂt nyangkĂșt dana sĂng ora sĂȘthitĂk," ujarĂ© DhĂk Wakino."NangĂng tĂȘrĂșs piyĂ© DhĂk? BĂłs wĂs nĂȘtĂȘpkĂ© kudu bisĂ„. YĂšn ora awakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap ninggalkĂ© kantĂłr iki," sĂȘmaĂșrku.DhĂk Wakino manthĂșk-manthĂșk karo ngulati layar kĂłmputĂȘr Ăng ngarĂȘpĂ©."YĂ„ wĂs, arĂȘp piyĂ© manĂšh. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ iki pancĂšn rĂ©siko pĂȘkĂȘrjaan. AwakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap," sambungĂ© wĂłng sĂng bangĂȘt tak pĂȘrcĂ„yĂ„ iku.
*****
PancĂšn iki dudu masalah sĂng ĂšnthĂšng, awĂt proyĂšk iki gungungĂ© mĂšh nĂȘm bĂȘlas mĂlyar rupiah.SĂng kudu di-mark up mĂšh sĂȘpulĂșh mĂliar dhĂ©wĂ©. Ă pĂ„ ora Ă©dan-Ă©danan. NangĂng piyĂ© manĂšh. Aku iki mĂșng bawahan kudu loyal mĂȘnyang atasan. AwĂt yĂšn ora bisĂ„-bisĂ„ aku dilĂłrĂłt jabatanku.KamĂ„ngkĂ„ ngĂȘrti dhĂ©wĂ© kanggo ningkatakĂ© karir Ăng kantĂłr iki ora barang sĂng gampang.AwĂt mĂšh wĂłlulas tahĂșn anggĂłnku bĂȘrjuang ngrintĂs karir, wiwĂt gĂłlĂłngan tĂȘlu A nganti sak iki bisĂ„ dadi Kasubag sak wijinĂng kantĂłr. MĂȘsthi waĂ© dudu bab sĂng gampang.KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© sĂng wĂȘktu iki kĂȘlĂȘbu Ă„nĂ„ bagian sĂng ĂȘmpĂșk.Ora sithĂk sĂng pĂ„dhĂ„ kĂȘpĂ©ngĂn bisĂ„ nglungguhi kĂșrsiku iki.
AwĂt pancĂšn ya nyĂȘnĂȘngkĂ© tĂȘnan. GolĂšk dhuwĂt paribasan kĂȘcap waĂ© dadi atusan Ă©wĂłn.NangĂng ugĂ„ mujĂșdakĂ© bagian sĂng Ă„nĂ„ pucuking ĂȘri, yĂšn ora ngati-ati bisa ndang ngglĂșndhĂșng tĂȘnan."DurĂșng sarĂ©, Pah?" panyĂ©nggĂłlĂ© Nani, sisihanku.Ora tak rĂ„sĂ„ yĂšn wĂȘktu iki aku nĂȘdhĂȘng ngalamĂșn nĂšng tĂȘras kamar lantai loro.
"DurĂșng ngantĂșk, Mah?" sĂȘmaurku karo nyumĂȘt rĂłkĂłk ĂȘmbĂșh sĂng kĂȘpira mau?
"SajakĂ© Ă„nĂ„ masalah nĂšng kantĂłr?" pitakĂłnĂ© bojoku sĂng wĂs apal lagĂłnku. SabĂȘn Ă„nĂ„ masalah mĂȘsthi tangkĂȘpku dadi sĂ©jĂ© karo padatan.Aku mĂșng manthĂșk. TĂȘrĂșs sisihanku lunggĂșh Ăng sandhĂngku.AwĂt yĂšn wĂs ngono biasanĂ© aku tĂȘrĂșs critĂ„ masalahku marang dhĂšwĂškĂ©. PancĂšn sak suwĂ©nĂ© iki sisihanku sĂng dadi sparing partnĂȘr-ku.
DhĂšwĂškĂ© kuwi wĂłng wadĂłn sĂng istimĂ©wa, sĂȘnadyan mĂșng ibu rumah tangga, nangĂng otakkĂ© ora kalah karo wanita karir. Ora nggumĂșnankĂ© sĂȘjatinĂ© sisihanku lulusan sarjana lan mbiyĂšn tahu dadi dosĂšn Ăng univĂȘrsitas swasta. MĂșng amargĂ„ aku ora kĂȘpĂ©ngĂn bojoku bĂȘrkarir, mula dhĂšwĂškĂ© tak kĂłn dadi ibu rumah tangga thĂłk. SupĂ„yĂ„ anak-anakku bisĂ„ kopĂšn, nyatanĂ© anakku cacah tĂȘlu sakiki wĂs ngancĂk dhĂ©wĂ„sĂ„ kabĂšh, sĂng mbarĂȘp malah wĂs mĂšh lulĂșs sĂ„kĂ„ univĂȘrsitasĂ©.
***
"PancĂšn abĂłt posisi panjĂȘnĂȘngan, Pah. AwĂt iki dilĂ©ma. YĂšn njĂȘnĂȘngan wĂȘgah, mĂȘsthi bakal dilĂłrĂłt. NangĂng yĂšn pĂȘnjĂȘnĂȘngan tindakkĂ©, abĂłt rĂ©sikonĂ©," komĂȘntarĂ© sisihanku sak wisĂ© tak critani pĂȘrmasalahanku."Ya kuwi sĂng gawĂ© bingĂșngku. Lha trĂșs aku kudu piyĂ©?" "YĂșk awakkĂ© dhĂ©wĂ© tahajĂșd, nyoba nyuwĂșn tuntunan Gusti Allah, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mĂȘngko njĂȘnĂȘngan olĂšh pĂȘpadhang," ujarĂ© sisihanku.Aku manthĂșk-manthĂșk tĂȘrus wĂłng loro pĂ„dhĂ„ tumuju kamar mandhi njupĂșk banyu wudu kanggo ngrĂȘsiki badan. Ă nĂ„ sak jroning tahajĂșd tak rasakakĂ© kĂ„yĂ„ ngĂ„pĂ„ jumbal-jumbulĂ© wĂȘwayangan ing alam pikirku. SĂȘnadyan wola-wali tak cobĂ„ nyilĂȘmakĂ© wĂȘwayangan iku nanging krĂ„sĂ„ angĂšl bangĂȘt.SabĂȘn-sabĂȘn wĂȘwayanganĂ© Pak SĂȘngkuni atasanku kanthi polatan nĂȘsu ngulatakĂ© aku. Gonta-ganti karo lapuran proyĂšk sĂng kudu tak gawĂ©. TĂȘrĂșs nglambrang manĂšh wĂȘwayanganku dipĂȘcat dĂ©nĂng atasan.TĂȘrĂșs Ă„nĂ„ gambaran pĂ„rĂ„ polisi sĂng tĂȘkĂ„ ing kantĂłrku tĂȘrĂșs mbĂłrgĂłl tanganku."DĂșh, GĂșsti Allah...... KulĂ„ pasrah wĂłntĂȘn ngarsĂ„ padukĂ„!" pambĂȘngĂłkku Ăng sak jronĂng tahajĂșd. Bubar kuwi aku ngrasakakĂ© pĂȘndĂȘlĂȘnganku pĂȘtĂȘng. Aku ambrĂșk ngambĂșng karpĂšt sĂng dadi lambaran anggĂłnku ngadhĂȘp Ăng PangĂ©ran.
iki DhĂk WĂsnu tĂȘkĂ„ Ăng kantĂłrku karo mĂšnĂšhakĂ© layang kanggo aku. Tak bukak layang iku tibakĂ© surat pĂȘrintah sĂ„kĂ„ Pak SĂȘngkuni supĂ„yĂ„ aku mĂšnĂšhakĂ© proyĂšk iku marang dhĂšwĂškĂ©."Sorry lho Mas, aku mĂșng nindakakĂ© dhawĂșh," ujarĂ© WĂsnu katĂłn pĂȘkĂ©wĂșh karo aku. "Ora Ă„pĂ„-Ă„pĂ„, DhĂk. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ kowĂ© luwĂh pintĂȘr timbang aku," ujarku karo mĂšnĂšhakĂ© bĂȘrkas-bĂȘrkas administrasi proyĂšk. SĂȘnadyan Ă„nĂ„ kang kĂłbĂłng Ăng dhĂ„dhĂ„ iki, nangĂng tak cobĂ„ mĂȘkak hardening kanĂȘpsĂłnku.MugĂ„-mugĂ„ waĂ© Gusti Allah tansah mĂšnĂšhi kĂȘsabaran marang aku. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng ora lĂ„rĂ„ ati, yĂšn nĂšng tĂȘngah dalan gawĂ©yanĂ© dipasrahkĂ© wĂłng liyĂ„. Pak SĂȘngkuni pancĂšn kĂȘbangĂȘtĂȘn. KatĂłnĂ© dhĂšwĂškĂ© wĂs malĂk imanĂ© sak ĂȘnggĂ„ tĂ©gĂ„ karo aku sĂng ora liya anak buahĂ©.Awan iku aku milĂh mulĂh gasik, awĂt yĂšn tak tĂȘrĂșs-tĂȘrĂșskĂ© nĂšng kantĂłr bisa-bisa malah aku dhĂ©wĂ© sĂng ora kuwat.***
Aku wĂs ngrumangsani yĂšn karirku mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ bakal mĂȘntĂłk. AwĂt wĂȘktu iki Pak SĂȘngkuni, atasanku ora gĂȘlĂȘm nyĂ„pĂ„ arĂșh marang aku. SabĂȘn-sabĂȘn dhĂšwĂškĂ© butĂșh, mĂȘsthi Dik WĂsnu sĂng diundang Ă„nĂ„ kantĂłr. Lan tingkah kang kĂ„yĂ„ mangkono mau disĂȘngĂ„jĂ„ ovĂȘr acting nĂšng ngarĂȘpĂ© pĂ„rĂ„ bawahan.Aku rumĂ„ngsĂ„ korban pangrĂ„sĂ„. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng kuwat dipĂȘrlakukan kĂ„yĂ„ mangkono. NangĂng aku nyoba sabar. Karo Ăng batin tansah ndĂȘdongĂ„, mugĂ„-mugĂ„ Pak SĂȘngkuni diapurĂ„ dosanĂ© dĂ©nĂng Gusti Allah, sartĂ„ dibukakakĂ© atinĂ© supĂ„yĂ„ ora bangĂȘt-bangĂȘt anggĂłnĂ© nĂȘsĂłni aku.Lan
sak wijinĂng wĂȘktu sĂ„pĂ„ sĂng bakal ngirĂ„, yĂšn kantĂłrku ditĂȘkani polisi pirang-pirang. WiwitanĂ© ruangku sĂng dipriksĂ„, barĂȘng ora Ă„nĂ„ tĂȘrĂșs ruangĂ© KĂȘpala KantĂłr bubar kuwi tĂȘrĂșs tak tĂłntĂłn Ă„nĂ„ polisi nganggo sĂȘragam nyĂȘrahakĂ© surat marang atasanku kasĂȘbĂșt.Tanpa suwĂ„lĂ„ manĂšh Pak SĂȘngkuni diglandhang dĂ©nĂng pĂȘtugas kĂȘpolisian iku.AwĂt disinyalĂr dhĂšwĂškĂ© wĂs mark up dhuwĂt proyĂšk nganti sĂȘpulĂșh miliar. Ora mĂșng Pak SĂȘngkuni dhĂ©wĂ©, kĂȘlĂȘbu DhĂk Wisnu sĂng kumawani nglancangi gawĂ©yanku. Lan wĂs bisĂ„ diwĂ„cĂ„, Ăng ngĂȘndi papan KĂȘpala iku ora tahu salah. SĂng salah mĂȘsthi bawahan. AwĂt ora gantalan suwĂ© Pak SĂȘngkuni bĂłsku wĂs mĂȘtu sĂ„kĂ„ kantĂłr polisi. DĂ©nĂ© DhĂk WĂsnu ditĂȘtĂȘpkĂ© dadi tĂȘrsangka. Wisnu wĂs dadi tumbal ing kantĂłrku, awĂt dhĂšwĂškĂ© kudu mikĂșl dosanĂ© bĂłsku sĂng wĂȘktu iki mĂșng cukĂșp dimutasi Ăng luar jawa."BĂȘgjĂ„ sampĂ©yan Pah. UntungĂ© nolak Ă„pĂ„ dhawuhĂ© bĂłs mbiyĂšn," ujarĂ© sisihanku karo ngrangkĂșl aku lan nangĂs mingsĂȘg-mingsĂȘg.
"GĂșsti isĂh njampangi awakku, Mah. Lan kabĂšh mau uga ora uwal sĂ„kĂ„ dukunganĂ© Mamah," ujarku.Ah, pancĂšn kabĂšh iki kĂ„yĂ„ wĂs diatĂșr dĂ©nĂng Gusti Allah. KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© rumĂ„ngsĂ„ dislamĂȘtakĂ© dĂ©nĂng PanjĂȘnĂȘnganĂ©. Coba mbiyĂšn aku sĂng nindakakĂ© bab mau, bisĂ„-bisĂ„ aku sĂng mlĂȘbu kunjaran.
::Dening: Tri Wiyono::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
Sumber : Jagad Jawa - Solopos
3. Tamu Kang Pungkasan
LakunĂ© dinĂ„ rumangsaku cĂȘpĂȘt bangĂȘt, wĂȘktu sĂȘwulan sĂng diidinakĂ© sĂ„kĂ„ pĂȘmĂȘrintah rumangsaku lagi dhĂšk wingi, nangĂng ngĂȘrti-ngĂȘrti kari sĂȘdinĂ„ iki. DinĂ„ sĂ©sĂșk aku lan kĂ„ncĂ„-kĂ„ncĂ„ sak profĂšsiku gĂȘlĂȘm ora gĂȘlĂȘm kudu ninggalakĂ© panggĂłnan iki, yĂ„ panggĂłnan Ă„lĂ„ sĂng dadi mungsuhĂ© masyarakat sĂng kĂȘpĂ©ngin uripĂ© slamĂȘt donyĂ„ lan akhirat.PancĂšn wiwitanĂ© aku ora sĂȘngĂ„jĂ„ mlĂȘbu papan ĂšlĂšk sĂng diarani lokalisasi, nangĂng kabĂšh amargĂ„ kĂȘpĂšpĂšt kahanan, biyĂ„sĂ„... masalah klasik sĂng diadhĂȘpi pawĂłngan sĂng urĂp Ăng padĂ©san, kurang pangan lan sandhang lan ora kuwat ngadhĂȘpi sanggan urĂp, gĂšk kamĂłngkĂł sĂng jĂȘnĂȘngĂ© golĂšk pĂȘnggawĂ©yan iki angĂšlĂ© jan ngĂȘpĂłl tĂȘnan.
Ă jĂ„ manĂšh aku sakkĂ„ncĂ„ sĂng mĂșng duwĂ© ijazah SMP tanpĂ„ nduwĂšni kĂȘtrampilan, sanajan sĂng wĂs duwĂ© ĂšmbĂšl-ĂšmbĂšl gĂȘlar sarjana waĂ© akĂšh sĂng kĂȘcĂȘmplĂșng ing profĂšsi iki sanajan bĂ©dĂ„ kĂȘlasĂ©. Ora krĂ„sĂ„ lĂșh tĂȘmĂštĂšs ing pipiku, urĂp kĂłk mĂșng kĂ„yĂ„ ngĂ©nĂ©, gĂšk sĂșk kapan aku bisĂ„ mĂȘntas sĂ„kĂ„ panggĂłnan iki? DhĂșh,... GĂșsti Allah paringĂ„nĂ„ pitudĂșh mĂȘrgi Ăngkang lĂȘrĂȘs lan pinanggihnĂ„ jodho Ăngkang saĂ©. Aku unjal ambĂȘgan landhĂșng, gĂšk kĂ„yĂ„ aku iki Ă„pĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng sudi mĂȘngku? NĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn GĂșsti Allah iku ora sarĂ©, sakwijinĂng dinĂ„ mĂȘngko aku bakal kĂȘtĂȘmu jodhoku.
Dak Ă©lĂng-Ă©lĂng nasibĂ© kĂ„ncĂ„-kĂ„ncĂ„ sak profĂšsiku nyatanĂ© ugĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng gĂȘlĂȘm ngĂȘpĂšk bojo. Mbak Ăndah dipĂšk bojo sopĂr trĂȘk lĂȘnggananĂ© malah nyatanĂ© saiki bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„ Ăng ndĂ©sĂ„. DhĂk HĂšsti ugĂ„ dipĂšk bojo wĂłng lanang sanajan mĂșng dadi mbĂłk ĂȘnĂłm anangĂng kabĂšh kĂȘbutuhanĂ© bisĂ„ dicukupi, Ăndang kancaku sak kampĂșng ugĂ„ diwĂȘngku wĂłng lanang sanajan wĂs rĂ„dĂ„ sĂȘpĂșh yuswanĂ© nangĂng nyatanĂ© gĂȘmati bangĂȘt malah saiki diparingi putrĂ„.Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah, biyĂ„sĂ„,... mancĂng iwak alias nggodhĂ„ wĂłng lanang sĂng kĂȘpĂ©ngin awakĂ© dikĂȘpĂ©nakakĂ© sanajan mĂșng sĂȘdhĂ©lĂ„, syĂșkĂșr yĂšn gĂȘlĂȘm nginĂȘp sĂȘwĂȘngi, wah... mĂȘsti bayaran sĂng dak tĂ„mpĂ„ lumayan kanggo sangu mulĂh mĂȘnyang ndĂ©sĂ„."MampĂr Mas,"... godhaku nalikĂ„ Ă„nĂ„ sakwĂšnĂšhĂng pawĂłngan mlaku ijĂšn karo miling-miling nyawang tĂȘras pĂłndhĂłkanku, dhĂšwĂškĂ© mĂšsĂȘm lan gĂȘlĂȘm mampĂr."NgunjĂșk mĂȘnĂ„pĂ„ Mas?" ujarku karo nggandhĂšng tanganĂ© dak jak lunggĂșh Ăng sandhĂngku. WĂłng lanang mau manĂșt waĂ©."BiyasanĂ© wĂłng lanang iku sĂȘnĂȘnganĂ© ngunjĂșk susu yĂ„, kĂłpi susu Ă„pĂ„ coklat susu?" aku sansaya wani nggodhĂ„, lha wĂłng sĂng digodhĂ„ yĂ„ sansĂ„yĂ„ sĂȘnĂȘng atinĂ©.YĂ„ kĂ„yĂ„ mĂȘngkĂ©nĂ© pĂȘnggawĂ©yanku sabĂȘn ndinĂ„ nglayani tamu sĂng gĂȘlĂȘm mampĂr Ăng kamarku. WĂȘktu limang tahĂșn urĂp Ăng lokalisasi pancĂšn akĂšh bungah lan susahĂ©, nangĂng kĂȘpĂ©nakĂ© mĂșng watĂȘs bab kadonyan, bisa cukĂșp sandhang lan pangan ora nyambĂșt gawĂ© abĂłt, nangĂng rĂȘkasanĂ© bisĂ„-bisĂ„ kĂȘtularan pĂȘnyakit sifilis utawa AIDS lan dadi mungsuhĂ© masarakat, amargĂ„ dianggĂȘp dadi sampah masyarakat sĂng kudu disĂrnakakĂ©. Aku isĂh kĂšlingan nalikĂ„ lokalisasi iki didhĂ©mo warga masyarakat, awakku nganti ndrĂȘdhĂȘg kawĂȘdĂšn.
"Lho kĂłk malah ngalamĂșn?" ujarĂ© wĂłng lanang sĂng dadi tamuku iku ngagĂštakĂ© atiku."Ah, iyĂ„ yĂ„ bĂȘnĂȘr ngĂȘndikamu Mas, lha kĂȘpriyĂ© ora ngalamĂșn, mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ panjĂȘnĂȘngan iku tamuku Ăng papan kĂ©nĂ© kang pungkasan amargĂ„ sĂ©sĂșk aku sak kĂ„ncĂ„ kudu lungĂ„ sĂ„kĂ„ papan iki.""DitĂȘpungakĂ© jĂȘnĂȘngku BagĂșs sanajan rupaku ora bagĂșs," mĂȘngkono tamuku mau nĂȘpĂșngakĂ©. "Sunthi jĂȘnĂȘngku Mas," aku ganti sĂȘmaĂșr. PriyayinĂ© pancĂšn grapyak lan akĂšh gunĂȘmĂ©, lagi tĂȘtĂȘpungan kurang sĂ„kĂ„ limang mĂȘnĂt waĂ© rasanĂ© wĂs bisĂ„ akrab."Aku mrĂ©nĂ© pancĂšn golĂšk kĂȘnangan kang pĂșngkasan sĂ„kĂ„ papan lokalisasi iki, aku ngajab papan iki pancĂšn bisĂ„ rĂȘsĂk sĂ„kĂ„ tumindak maksiyat," mĂȘngkono ujarĂ© Mas BagĂșs. Sak jam luwĂh aku lan Mas BagĂșs ngĂłbrĂłl ngalĂłr ngidĂșl, lan pungkasanĂ© Mas BagĂșs pamitan arĂȘp mulĂh mĂȘnyang omahĂ©. DhĂšwĂškĂ© ninggali dhuwĂt aku sing lumayan akĂšh lan njalĂșk jĂȘnĂȘng lan alamat omahku sĂng sakbĂȘnĂȘrĂ©.
****
AnĂšng ngomah rasanĂ© kĂ„yĂ„ dikunjĂ„ra waĂ©, la kĂȘpriyĂ© ora susah, la anĂšng ngomah yĂ„ mĂșng thĂȘngĂșk-thĂȘngĂșk waĂ© tanpĂ„ duwĂ© gawĂ©yan sĂng ngasilakĂ©. DhuwĂt cĂšlĂšnganku wĂs wiwĂt nipĂs, rasanĂ© ati wĂs kĂȘtar-kĂȘtir, dumadakan pak pĂłs mandhĂȘg anĂšng ngarĂȘp omah, ngĂȘtĂȘrakĂ© layang sĂ„kĂ„ Mas BagĂșs, dhĂșh,... bungahĂ© ati iki, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mbĂ©sĂșkĂ© Mas BagĂșs bisĂ„ ngĂȘntasakĂ© aku sĂ„kĂ„ urĂp kang nisthĂ„ iki. Layang dak bukak kanthi alĂłn, Ă„nĂ„ rĂ„sĂ„ bungah lan ati iki tambah dĂȘg-dĂȘgan waĂ©.
"DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trĂȘsnani," mak dhĂȘg rasanĂ© atiku kaya diumbĂșllakĂ© karo Mas BagĂșs. PancĂšn jĂȘnĂȘngku sĂng asli iku SutinĂȘm, nangĂng ing lokalisasi aku nganggo jĂȘnĂȘng "Sunthi", layang dak waca kanthi ati kang dĂȘg-dĂȘgan
Surabaya, 12 DĂ©sĂšmbĂȘr 2007 "DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trisnani"WiwĂt kĂȘtĂȘmu karo sliramu ing papan kĂ„nĂ„ kaĂ©, aku dadi kĂȘpingĂn omah-omah karo sliramu. Bab sĂ„pĂ„ tĂ„ sliramu aku kabĂšh wĂs mangĂȘrtĂšni, nangĂng Ă„pĂ„ sliramu ngĂȘrtĂšni aku lan sĂ„pĂ„ tĂ„ sĂȘjatinĂ© aku iki? BarĂšs waĂ© ya dhĂk, aku iki wĂłng lanang sĂng ora bĂ©dĂ„ karo sliramu. Tumindak nistĂ„ lan Ă„lĂ„ kabĂšh waĂ© wĂs natĂ© dak tindakakĂ©. NangĂng aku pĂ©ngĂn marĂšni kabĂšh mau sakdurungĂ© kasĂšp. Mula yĂšn sliramu gĂȘlĂȘm dak jak urĂp bĂȘbarĂȘngan nyabrang Ăng samodrĂ„ bĂȘbrayan agĂșng, ayo dhĂk wangsulana layang iki, gĂȘlĂȘmĂ„ DhĂk SutinĂȘm dak jak urĂp anyar Ăng sakjĂȘronĂng balĂ© somah kang rĂȘsmi lan ayo pĂ„dhĂ„ urĂp kang anyar, urĂp kang kĂȘbak laku utĂ„mĂ„ sanajan mĂșng urĂp sarwĂ„ prasĂ„jĂ„, wĂs bĂšn lĂȘlakĂłnmu lan lĂȘlakĂłnku dikubĂșr barĂȘng-barĂȘng lan dilarĂșng Ăng samodra pangapurĂ„. Aku ora njanjĂškakĂ© urĂp kang moncĂšr kĂȘbak kĂȘmĂ©wahan donyĂ„, nangĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn aku karo sliramu bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„. SĂȘpisan manĂšh, aku ora mĂȘksĂ„ nangĂng aku tĂȘtĂȘp nunggu walĂȘsan layang iki bĂšn atiku bisa tĂȘntrĂȘm. SĂ„kĂ„ kĂ„ncĂ„ anyarmu sĂng nĂȘmbĂ© kasmaran.BagĂșs Ora krĂ„sĂ„, kacu cilĂk wĂs tĂȘlĂȘs kĂȘbĂȘs ĂȘlĂșhku, bisaku mĂșng pasrah jiwĂ„ lan rĂ„gĂ„ marang Mas BagĂșs. SunarĂ© srĂȘngĂ©ngĂ© wayah Ă©sĂșk Ăng SurĂ„bĂ„yĂ„ nambahi Ă©ndahĂng swasĂ„nĂ„ balĂ© somahku. KĂȘmbang kĂȘnĂ„ngĂ„ Ăng ngarĂȘp omahku nyĂȘbarakĂ© gĂ„ndĂ„ kang arĂșm. CĂȘpĂȘt-cĂȘpĂȘt aku dandan sak pĂȘrlu arĂȘp ngĂȘtĂȘrakĂ© Panji anakku mbarĂȘp sĂ„kĂ„ titisanĂ© Mas BagĂșs kang saiki makaryĂ„ dadi mĂłntĂr sĂȘpĂ©da mĂłtĂłr, Allahuakbar,... laillahaillallah, alhamdulilllah pujiku marang PangĂ©ran Kang Maha Kuwasa.
::Dening: Sumédi::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
4. DĂșrjĂ„nĂ„
Pak SarmĂn katĂłn gĂȘtĂȘm-gĂȘtĂȘm, ngrungĂłkakĂ© pawartĂ„, yĂšn Ăng wĂȘktu iki akĂšh wĂłng kang kĂ©langan, akĂšh malĂng kang pĂ„dhĂ„ bĂȘropĂ©rasi. Sak liyanĂ© omah-omah biasa, papan kang kanggo jujugan malĂng yĂ„ iku kantĂłr-kantĂłr pĂȘmĂȘrintahan.
Pak SarmĂn katĂłn anyĂȘl amargĂ„ sĂȘtĂȘngah tahĂșn kĂȘpungkĂșr kantĂłrĂ© yĂ„ pĂȘrnah disatrĂłni malĂng. Sanadyan bapak kĂȘpala Ăng kantĂłrĂ© ora parĂng dukĂ„ marang dhĂšwĂškĂ©, nangĂng Pak SarmĂn rumĂ„ngsĂ„ isĂn. Ă pĂ„ manĂšh dhĂšwĂškĂ© kudu ngadhĂȘpi pitakĂłnĂ© bapak-bapak sĂ„kĂ„ kĂȘpulisian, sĂng sĂȘmunĂ© kĂ„yĂ„ nudhĂșh marang dhĂšwĂškĂ©.
Pak SarmĂn anggĂłnĂ© jĂ„gĂ„ malĂȘm Ăng salah sawijinĂ© kantĂłr pĂȘmĂȘrintahan wĂs sawĂȘtĂ„rĂ„ suwĂ©, kurang luwĂh wĂs rĂłng pulĂșh tahun. MbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ umurĂ© wĂs kĂȘtuwan mĂȘnĂ„wĂ„ ngajĂłkakĂ© dadi pĂȘgawai nĂȘgĂȘri, mulĂ„ dhĂšwĂškĂ© wĂs mupĂșs. JĂ„gĂ„ malĂȘm kanggonĂ© dhĂšwĂškĂ© ora nggolĂški lĂȘmbaran rupiah, nangĂng ngiras pantĂȘs kanggo tirakat, mĂȘlĂšk wĂȘngi, kanggo sĂȘsirĂh. Ora Ă„nĂ„ liyĂ„ sĂng diprihatinakĂ©, didongakkĂ© sabĂȘn dinĂ„ yaiku anak lanang siji-sijinĂ©, Parjo. Anak lanang sĂng didĂ„mĂ„-dĂ„mĂ„, digadhang-gadhang lan digayĂșh mugĂ„-mugĂ„ bisa mikĂșl dhuwĂșr mĂȘndhĂȘm jĂȘro marang dhĂšwĂškĂ©. Parjo salah sawijinĂng pĂȘmudha kang gagah, dĂȘdĂȘg piadĂȘgĂ© Ă©ntĂșk, lan praupanĂ© ya ora pati nguciwani. MulĂ„ ora maido yĂšn duwĂ© pĂȘpinginan dadi pulisi. Nanging Pak SarmĂn sĂȘmpat was-was, sawisĂ© lulĂșs SMA, Parjo wĂs nyobĂ„ ndhaftar dadi pulisi kapĂng pindho, nangĂng gagal tĂȘrĂșs, lan ora mangĂȘrtĂšni Ă„pĂ„ sĂng nyĂȘbabakĂ© gagalĂ©. YĂšn ditakoni jarĂ© kabĂšh ujianĂ© yĂ„ bisĂ„ nggarap, ujian fisik yĂ„ bisĂ„, mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ nasibĂ© waĂ© sing durĂșng apĂk.
RĂłng ndinĂ„ iki Pak SarmĂn ora doyan mangan, amargĂ„ mikĂr pĂȘnjalukĂ© anakĂ© lanang. Anak lanang siji-sijinĂ© ora tau njalĂșk, njalĂșk pisan waĂ© dhĂšwĂškĂ© ora bisĂ„ nuruti. Parjo pancĂšn arang nĂȘmbĂșng njalĂșk marang wĂłng tuwanĂ©, wĂs kulinĂ„ sĂ„kĂ„ cilĂk, kĂȘpingĂn klambi waĂ© ora bakal nĂȘmbĂșng marang wĂłng tuwanĂ©. NĂšk ditukĂłknĂ© yĂ„ diĂȘnggo, nĂšk ora yĂ„ mĂșng mĂȘnĂȘng waĂ©. RĂłng ndinĂ„ kĂȘpungkĂșr Parjo sĂȘmpat ngĂłmĂłng marang bapakĂ©, "Pak, pripĂșn nĂšk kulĂ„ pĂȘnjĂȘnĂȘngan pundhĂștkĂ© mĂłtĂłr, krĂ©dit mawĂłn, mĂȘngkĂ© kula tak ngojĂšk, hasilĂ© rak sagĂȘd kanggĂ© ngangsĂșr..., timbanganĂ© kulĂ„ nganggĂșr wĂłntĂȘn ndalĂȘm, sak mĂȘnika padĂłs pĂȘdamĂȘlan nggĂh angĂšl?!". "Jo..., Jo... Ă„pĂ„ kowĂ© ki ra ngĂȘrti, dinggo nyukupi butĂșh sabĂȘn dinanĂ© waĂ© kangĂšlan, la kĂłk dinggo tuku mĂłntĂłr!, kowĂ© kuwi nglindĂșr pĂł piyĂ©?" "NggĂh sampĂșn....".
***
TĂȘlĂșng sasi wĂs mlaku, rikĂ„lĂ„ wĂȘktu ngasar Karmo, adinĂ© lanang Pak SarmĂn nyĂȘdhaki lungguhĂ© Pak SarmĂn tĂȘrĂșs ngĂłmĂłng kanthi sora lan sĂȘmangat makantar-kantar, "Mas... Mas SarmĂn, ati-ati lho Mas... sakiki wis wiwĂt akĂšh pĂȘncurian, malĂng-malĂng wĂs mĂȘrajalĂ©la manĂšh, kĂ„yĂ„ tĂȘlĂșng sasi kĂȘpungkĂșr, iki malah tambah nĂȘmĂȘn." "Mo... Mo! ĂmĂłng kĂłk pathing pĂȘcĂłthĂłt, mĂȘrajalĂ©la ki Ă„pĂ„ cobĂ„?" "HĂ©... hĂ©..., ĂȘmbĂșh Mas, wĂłng aku gĂșr mĂšlu-mĂšlu koran kaĂ© kĂłk! NĂng tĂȘnan lho Mas, soalĂ© sĂng diarah sakiki kantĂłr-kantĂłr manĂšh, biasanĂ© njikĂșk kĂłnmutĂ©r, sĂng di jikĂșk Ă„pĂ„ ya... anu, nĂšk ora salah jĂȘnĂȘngĂ© cĂ©... pĂ©... u." "MbĂłk nĂšk ra mudhĂȘng ki takĂłn sĂk, dadi nĂšk ĂłmĂłng ora ngisin-isini, kĂłnmutĂȘr ki bĂšn mumĂȘt pĂ„?! SĂng bĂȘnĂȘr ki kĂłmputĂȘr....., cah nĂšk ra tau mangan sĂȘkolahan yĂ„ kĂ„yĂ„ kowĂ© kuwi...." NgrungĂłkkĂ© sindhiranĂ© kakangĂ©, Karmo gĂșr njĂȘgĂšgĂšs, malah tĂȘrĂșs nĂȘrangakĂ© nganggo bahasa IndonĂ©sia. "Coba bayangkan dalam satu bulan saja di sĂȘkitar kita ini sudah tĂȘrjadi lima kali pĂȘncurian dan anĂšhnya sĂȘpĂȘrti di jadwal. Hari ini sĂȘbĂȘlah barat, dua hari kĂȘmudian timĂșr, tĂȘrĂșs sĂȘlatan, utara... wah uĂ©dan tĂȘnan. Apa polisi tidak bĂȘrtindak yĂ„ Mas?! Wah..... sungguh tĂȘrlalu!" Karmo nirĂłkakĂ© gayanĂ© salah sawijinĂ© pĂȘran ing sinĂȘtrĂłn ĂntĂłng. "IyĂ„, aku ngĂȘrti, tĂȘrĂșs aku kĂłn ngĂ„pĂ„?" sĂȘmaurĂ© Pak SarmĂn. "Lho.... SampĂ©yan niku pripĂșn tho Mas, lha wĂłng kĂȘmarin kan kantĂłrĂ© Mas SarmĂn baru dapat kiriman lima sĂšt kĂłmputĂȘr lĂȘngkap, pasti mĂȘrĂ©ka sudah tahu. Saya yakin lima ratĂșs pĂȘrsĂšn kalau sĂȘbĂȘntar lagi pasti mĂȘnjadi TO-nya para pĂȘncuri itu!"."KowĂ© kuwi ĂłmĂłngan nyĂȘlĂłt ra nggĂȘnah, lĂ© mu sinau bahasa IndonĂ©sia ki nĂšngĂȘndi to Mo, wĂłng yakin kĂłk limangatĂșs pĂȘrsĂšn, Ă©h.... Mo, TO kuwi Ă„pĂ„ tĂł?" "Wah Mas SarmĂn ki kurang gaĂșl tĂȘnan, TO itu singkatan dari TargĂšt OpĂȘrasi!! you know?!... yĂ„ opĂȘrasinya pĂ„rĂ„ pĂȘncuri itu," Sarmo njawab karo nyĂȘngĂšngĂšs. "O... alah Mo... Mo, mbĂłk nyĂȘbĂșt. Lha wĂłng kowĂ© kuwi gĂșr lulusan kathĂłk cĂȘndhak waĂ© kĂłk kĂȘmaki!"DurĂșng suwĂ© anggĂłnĂ© pĂ„dĂ„ rĂȘmbugan, Parjo katĂłn nyĂȘdhaki bapakĂ© karo nggawa bungkusan. "PĂșn dangu, LĂk? Niki kula tumbaskĂ© gorĂšngan, mumpĂșng taksĂh angĂȘt. Niki Pak kula tumbaskĂ© sĂȘs, rĂȘmĂȘnĂ© bapak!" Parjo ngulĂșngakĂ© rĂłkĂłk marang bapakĂ©. Karmo njawab pitakĂłnĂ© ponakanĂ© tĂ©rĂșs nyaĂșt tĂ©mpĂ© gorĂšng lan lĂłmbĂłk rawĂt."Wah kowĂ© kalĂȘbu wĂłng sĂng untĂșng, Mas! Anak mĂșng siji, gĂšk ngĂȘrti marang wĂłngtuwĂ„. Lha aku iki anak papat, jan blas ora Ă„nĂ„ sĂng ngĂȘrti siji-sijia. Ă pĂ„ manĂšh nukĂłkkĂ© rĂłkĂłk, isanĂ© ya nyĂȘlĂȘri rĂłkĂłkĂ© bapakĂ©! Parjo ki sakiki kĂȘrja nĂšnggĂȘndi ta, Mas?" "Ora kĂȘrjĂ„ Ă„pĂ„-Ă„pĂ„, nĂšk tak takĂłni jarĂ© yĂ„ mĂșng bĂsnĂs kĂȘmbang karo kancanĂ©, kuwi lho... sĂng jĂȘnĂȘngĂ© JĂȘmani karo GĂȘlĂłmbang Cinta Ă„pĂ„ piyĂ©? Aku ra pati mudhĂȘng."
***
WiwĂt sorĂ© rĂ„sĂ„ atinĂ© Pak SarmĂn ora kĂȘpĂ©nak, tansah was-was ora Ă„nĂ„ jalaranĂ©. BisĂ„ ugĂ„ yĂ„ amarga pĂȘngarĂșh ngimpinĂ© dhĂšk wingi bĂȘngi. Ngimpi sĂng kanggonĂ© wĂłng-wĂłng jaman ndhisik Ă„nĂ„ sasmita sĂng ora bĂȘcĂk. MiturĂșt piwulang JĂ„wĂ„, ngimpinĂ© Ă„nĂ„ pĂ©rangan wĂȘngi kang diarani puspĂ„tajĂȘm, miturĂșt pĂ„rĂ„ pinisĂȘpĂșh biyasanĂ© bakal numusi. Pak SarmĂn ngimpi yĂšn untu nduwĂșr pathal siji. "Pak..., mbĂłk rasah digagas, lha wĂłng ngimpi kuwi kĂȘmbangĂ© wĂłng turu...," ngono sĂȘmaurĂ© bojonĂ© rikĂ„lĂ„ dicĂȘritani ngimpinĂ©. UdĂ„kĂ„rĂ„ jam wolu bĂȘngi, Pak SarmĂn mangkat mĂȘnyang kantĂłr nindakakĂ© pakaryanĂ© jĂ„gĂ„ malĂȘm. KirĂ„-kirĂ„ jam sĂȘtĂȘngah siji bĂȘngi Pak SarmĂn wĂȘrĂșh klĂ©batĂ© wĂłng loro kang nuju marang ruang kĂłmputĂȘr, sajakĂ© nyubriyani, tĂȘrĂșs dhĂšwĂškĂ© ndhĂȘdhĂȘpi. Nyumurupi ruang kĂłmputĂȘr kasĂl dibukak, Pak SarmĂn katĂłn gĂȘmĂȘtĂȘr, sikilĂ© kĂ„yĂ„ dipaku nĂšng njogan. Pak SarmĂn gumĂșn, malĂng saiki pancĂšn pintĂȘr-pintĂȘr tĂȘnan, lha wĂłng ruangan Ă„nĂ„ kuncinĂ© kĂłk bisĂ„ dibukak kanthi gampang. DiwanĂšk-wanĂškkĂ©, Pak SarmĂn nyaĂșt kayu pĂłthĂłlan sikĂl kursi, nyĂȘdhaki wĂłng loro kang mbukak ruang kĂłmputĂȘr, Ă©manĂ© praupanĂ© wĂłng loro mau ora katon, amargo ditutupi nganggo topĂšng. SawisĂ© cĂȘdhak, Pak SarmĂn nggĂȘtak sak rosanĂ©, dadi kagĂštĂ© wĂłng sakklĂłrĂłn mau. "ArĂȘp dhĂ„ ngĂ„pĂ„ kuwi???" Krungu suaranĂ© Pak SarmĂn, pawĂłngan sĂng isĂh Ă„nĂ„ njĂ„bĂ„ kagĂšt tĂȘrĂșs mlayu sipat kupĂng. Luwih kagĂšt pawĂłngan sĂng isĂh Ă„nĂ„ njĂȘro, rikĂ„la mlayu mĂȘtu dhadhanĂ© diantĂȘm nganggo kayu sikĂl kursi, "blukk!!!" tanpa sambat sak nalikĂ„ klĂȘngĂȘr, lan njĂȘbabah Ă„nĂ„ tĂȘras. Nyumurupi sĂng digĂȘbĂșg ambrĂșk, Pak SarmĂn tambah gĂȘmĂȘtĂȘr, katĂłn ngĂłs-ngĂłsan, tĂȘrĂșs ndhĂ©prĂłk Ă„nĂ„ cĂȘdhakkĂ© pawĂłngan mau. SakwisĂ© gĂȘmĂȘtĂȘrĂ© rĂ„dĂ„ mĂȘndha, topĂšngĂ© pawongan mau dibukak. "Lho... kĂłk kowĂ©, Parjo!" Pak SarmĂn sĂ©mapĂșt.
::Dening: P Dasihanto FD::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
5. GĂȘlĂ„
Asih unjal ambĂȘgan barĂȘng kumbahan sĂng pungkasan rampĂșng diucĂȘk. SabĂșn buthĂȘk tilas kumbahan disuntak, diganti banyu rĂȘsĂk kanggo mbilasi. NĂȘngah-nĂȘngahi mbilasi, AsĂh kĂšlingan wĂȘlingĂ© ragilĂ© mau Ă©sok, sadurungĂ© mangkat sĂȘkolah."Aku gawĂškna kolak yĂ„, Mak," mĂȘngkono panjalukĂ©."IyĂ„," wangsulanĂ© AsĂh cĂȘkak. KĂšlingan panjalukĂ© anakĂ© kuwi, AsĂh ora nĂȘrĂșsakĂ© anggĂłnĂ© mbilasi. MumpĂșng isĂh Ă©sok gagĂ© ngadĂȘg saprĂȘlu blĂ„njĂ„ kanggo gawĂ© kolak. Ranti, ragilĂ© kuwi, wiwĂt cilĂk angĂšl mangan. AwakĂ© cilĂk. TujunĂ© kĂłk isĂh gĂȘlĂȘm mĂłdĂłt, dadi ora kalah dhuwĂșr karo sabarakanĂ©. MulĂ„ AsĂh kĂȘrĂȘp nuruti yĂšn Ranti njalĂșk digawĂškakĂ© panganan."ArĂȘp nyang ĂȘndi, DhĂk?" Warsi, tangga pas kidulĂ©, arĂșh-arĂșh."TĂȘng nggĂ©nĂ© Supi, DhĂ© War, blĂ„njĂ„," saurĂ© AsĂh tanpĂ„ mandhĂȘg. Wayah ngĂ©nĂ© iki lagi sĂȘpi-sĂȘpinĂ© swasĂ„nĂ„. MĂȘrgĂ„ sĂng sĂȘkolah lan kĂȘrjĂ„ wĂs pĂ„dhĂ„ mangkat, sĂng Ă„nĂ„ ngomah iwut nandhangi pĂȘgawĂ©an omah. AsĂh nyabrang. DhĂšwĂškĂ© kulinĂ„ nyidat dalan liwat kĂȘbĂłnĂ© Mbah Tiah sabĂȘn arĂȘp blĂ„njĂ„ nĂšng pracanganĂ© Supi. Lagi waĂ© tĂȘkan sabrang dalan, AsĂh diawĂ© Sutar, dudĂ„ tangganĂ© sĂng taĂșn-taĂșn pungkasan iki wĂs katĂłn ora sigrak. JarĂ©nĂ© kĂȘna gĂȘjala strok. "MandhĂȘgĂ„ dhisĂk Yu SĂh." "ĂntĂȘn nĂ„pĂ„, Mbah?" takĂłnĂ© AsĂh. "Nuning kayanĂ© arĂȘp babaran, TulĂșng sampĂ©yan ingĂșk..."TanpĂ„ takĂłn-takĂłn manĂšh, AsĂh mlaku rikat mlĂȘbu omah. TansĂ„yĂ„ rikat barĂȘng krungu tangisĂ© bayi. Ăng salah sijinĂ© kamar, NunĂng, ontang-antingĂ© Sutar kuwi ngglĂ©thak Ă„nĂ„ ambĂšn kanthi dlĂšwĂšran kringĂȘt lan ĂȘlĂșh. Ăng sĂȘlanĂ© sikĂl Ă„nĂ„ bayi abang gupak gĂȘtĂh sĂng nangĂs kĂȘjĂȘr."GĂșsti," sambatĂ© AsĂh mĂȘruhi kahanan iku. PĂ„dhĂ„-pĂ„dhĂ„ wĂłng wadĂłn sĂng wĂs ngrasakakĂ© babaran, AsĂh bangĂȘt trĂȘnyĂșh ndulu kahanan sĂng Ă„nĂ„ ngarĂȘpĂ©. Bayi sĂng isĂh jangkĂȘp karo ari-arinĂ© Ă©nggal diupĂ„kĂ„rĂ„ sabisa-bisanĂ©.
AsĂh nolĂšh nalikĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng liya mlĂȘbu kamar iku. Mbah Tiah.
"AndĂșm gawĂ© nggĂh, Mbah," ujarĂ© AsĂh. WĂłng wadĂłn tuwa iku tumandhang tanpĂ„ kakĂšhan ĂłmĂłng. Ora suwĂ© sĂ„kĂ„ tĂȘkanĂ© Mbah Tiah, Munah lan Lastri tĂȘrĂșs mĂ„rĂ„, njĂșr iwut nggĂłdhĂłg banyu. Lastri kĂ„ndhĂ„ yĂšn wĂs kĂłngkĂłnan ipĂ©nĂ© supĂ„yĂ„ ngaturi bidhan ugĂ„ njujuli Kandar, bojonĂ© NunĂng. AsĂh ngopĂšni sĂng bubar babaran. AwakĂ© NunĂng disĂ©kĂ„ banyu angĂȘt nganti rĂȘsĂk."Yu SĂh ki lho olĂšhĂ© dhĂłkĂłh. KĂ„yĂ„ nyang anakĂ© waĂ©," kandhanĂ© Lastri sĂng ngrĂ©wangi AsĂh, ngringkĂȘsi jarĂt-jarĂt rĂȘgĂȘt."BĂšn ndang rĂȘsĂk," mĂșng kuwi sĂng mĂȘtu sĂ„kĂ„ lambĂ©nĂ© AsĂh sinambi masang stagĂšn ing wĂȘtĂȘngĂ© NunĂng.KamĂ„ngkĂ„ sĂȘjatinĂ© sĂȘnajan mĂșng saklĂȘpasan, nalika ngrĂȘsiki gĂȘtĂh babaran iku AsĂh kĂšlingan lĂȘlakĂłn sĂng wĂs mungkĂșr. WĂȘktu NunĂng isĂh duwĂ© anak siji lan panguripanĂ© durĂșng rĂȘkĂ„sĂ„ kĂ„yĂ„ saiki. KajĂ„bĂ„ omah sĂng wĂs tumĂ„tĂ„, NunĂng isĂh duwĂ© tinggalan dhuwĂt lan anggĂłn-anggĂłn cukĂșp sĂ„kĂ„ swargi ibunĂ©. NunĂng njĂșr bribĂk-bribĂk gawĂ© pracangan. AsĂh isĂh Ă©lĂng nalikĂ„ dhĂšwĂškĂ© mlaku rikat mĂȘnyang pracanganĂ© NunĂng saprĂȘlu utang puyĂȘr sakbungkĂșs sĂng diajab bisa nyudĂ„ lĂ„rĂ„ untu sĂng disandhang bojonĂ©. "TĂȘlas, DhĂ© SĂh puyĂȘrĂ©," kandhanĂ© NunĂng. AsĂh tĂȘrĂșs kĂłngkĂłnan anakĂ© tangganĂ© supĂ„yĂ„ nukĂłkakĂ© puyĂȘr. Bocah sĂng dikĂłngkĂłn kĂȘlakĂłn nggĂ„wĂ„ puyĂȘr lan ĂłmĂłng yĂšn tukunĂ© nĂšng nggĂłnĂ© NunĂng. AsĂh ora bisĂ„ ngampĂȘt nĂȘsunĂ©. KĂłk apĂk kowĂ©, Mbak, diutangi puyĂȘr siji aĂ© muni ĂȘntĂšk barĂȘng tuku kĂłk tĂȘrus Ă„nĂ„. UrĂpmu kuwi durĂșng suwĂ©, durĂșng kĂȘsandhĂșng rĂȘkasanĂ©!"AsĂh ngundhĂ„mĂ„nĂ„. SĂng diundhĂ„mĂ„nĂ© ora mangsuli.
"WĂs, Pak, ora usah diombĂ©. MugĂ„-mugĂ„ tanpĂ„ ngombĂ© puyĂȘr iki untumu bias mari," nĂȘsunĂ© AsĂh durĂșng sudĂ„ wĂȘktu tĂȘkan omah. PuyĂȘr siji kuwi ora sidĂ„ diombĂ© bojonĂ©. Dadi tumbal gĂȘni pawĂłn sĂng mramĂłng. BojonĂ© AsĂh mĂșng trimĂ„ kĂȘmu godhĂłgan banyu surĂșh sĂng ditambahi uyah sithĂk. Nganti saiki untunĂ© malah wĂs ora kumat manĂšh. DuwĂ© anak loro, YĂłnĂł lan Titin, uripĂ© NunĂng tansĂ„yĂ„ mulĂșr malah rĂȘkĂ„sĂ„. BojonĂ© sĂng nalikĂ„ mantĂšn anyar bral-brĂłl akĂšh dhuwĂt, ora ngĂȘrti mĂȘrgĂ„ Ă„pĂ„, ujug-ujug lĂšrĂšn sĂ„kĂ„ pĂȘgawĂ©anĂ© Ă„nĂ„ kuthĂ„. Kandar pungkasanĂ© mĂșng bisĂ„ dadi mantri pasar. PĂȘgawĂ©an sĂng dilakĂłni mĂșng sĂȘtĂȘngah dinĂ„ kuwi ora bisa nyukupi butĂșh sabĂȘn dinĂ„. Kandar dhĂ©wĂ© ora mbudidya golĂšk tambahan pamĂȘtu liyanĂ© malah sĂłk kĂšli ombyakĂ© togĂȘl. PrancanganĂ© NunĂng kukĂșt. AnggĂłn-anggĂłnĂ© nganti bĂȘkakas njĂȘro omah kadĂłl diijĂłlakĂ© butĂșh.
AwakĂ© NunĂng tansĂ„yĂ„ kuru. KatĂłn luwĂh tuwĂ„ tinimbang umurĂ©. JĂšngkĂšl sĂng dirasakakĂ© AsĂh nyang NunĂng wis sudĂ„. Mula NunĂng wani nĂȘmbĂșng utang dhuwit. AnggĂȘr ditagĂh pijĂȘr sĂȘmĂ„yĂ„. WĂȘrĂșh kahanan sĂng kĂ„yĂ„ ngĂ„nĂ„, AsĂh malih ora ngarĂȘp-arĂȘp dhuwitĂ©. ApamanĂ©h mĂšh sabĂȘn uwĂłng ngĂȘrti yĂšn utangĂ© NunĂng nganti tĂȘkan ngĂȘndi-ĂȘndi. AsĂh babar pisan ora ngira yĂšn bobotanĂ© NunĂng wis tuwĂ„. AwakĂ© sĂng bangĂȘt kuru nyĂȘbabakĂ© wĂȘtĂȘngĂ© ora katĂłn gĂȘdhi. BarĂȘng wĂs ora isi bayi, wĂȘtĂȘng iku kaya kĂȘlĂšt gĂȘgĂȘr. TujunĂ© GĂșsti Kang Maha Kuwasa isĂh paring wĂȘlas. SĂȘnajan lair sĂ„kĂ„ ibu kang ora kĂȘrumat awakĂ©, bayinĂ© NunĂng lair kanthi ora kurang sawiji Ă„pĂ„. IsĂh Ă„nĂ„ sĂng mĂ„rĂ„ nĂšng omahĂ© Sutar. Patmi tĂȘkĂ„ bĂȘbarĂȘngan karo Bu Wulan, bidhan dĂ©sĂ„. Bidan iku njĂșr ngĂȘthĂłk pusĂȘrĂ© bayi. DĂ©nĂng bidhan tĂȘrĂșs didusi sisan. MĂȘrgĂ„ ora Ă„nĂ„ pasĂȘdiyan wĂȘdak bayi Ă„pĂ„dĂ©nĂ© lĂȘngĂ„ tĂȘlĂłn, bayi anakĂ© NunĂng kĂȘpĂȘksĂ„ langsĂșng digĂȘdhĂłng. SuwĂ© sawisĂ© ibu lan bayinĂ© diupĂ„kĂ„rĂ„, bapakĂ© bayi mĂȘksa durĂșng tĂȘkĂ„. MĂ„ngkĂ„ pasar iku ora adĂłh. UmpĂ„mĂ„ mlaku waĂ© kudunĂ© wĂs tĂȘkan. Ă nĂ„ sĂng budal nyusĂșl manĂšh.
"OranĂ© tĂ„, Mbak NunĂng, nalikĂ„ mbĂłbĂłt sĂng kĂšri iki sampĂ©yan Ă„pĂ„ ora disĂȘnĂȘngi Kandar?" takĂłnĂ© AsĂh ati-ati. Sing ditakĂłni bali dlĂšwĂšran luhĂ©. "Mas Kandar mbotĂȘn purĂșn ngakĂšni nĂšk niki yoganĂ© kĂłk, DhĂ© SĂh..." NunĂng kĂȘrĂ„ntĂ„-rĂ„ntĂ„. "KandhanĂ© BapakĂ© Yono, wĂłng mĂȘsthi ditĂłkakĂȘn wontĂȘn njawi kĂłk sagĂȘd ngandhĂșt." "Lha nĂšk ora ngakoni kuwi rumangsanĂ© Kandar iki anakĂ© sĂ„pĂ„?" gĂȘnti Mbah Tiah sĂng ndhĂȘdĂȘs karo srĂȘngĂȘn. "TĂȘrosĂ© yoganĂ© Bapak... kulĂ„ ngantĂłs sumpah-sumpah yĂšn pancĂšn iki yoganĂ© Bapak kĂȘrsĂ„ nĂ© mbĂłtĂȘn sisah lair." SĂng krungu nganti sawĂȘtĂ„rĂ„ ora bisĂ„ ngucap. "SawangĂȘn tĂ„, DhĂșk, gĂšk anakmu iki nggĂ„wĂ„ rupanĂ© sĂ„pĂ„? WĂłng jĂȘnah jĂšblĂȘs Kandar ngĂ„nĂ„ lho!" Mbah Tiah mbukani ĂłmĂłng, mĂȘcah sĂȘpinĂ© kamar. "KaromanĂšh Ă„pĂ„ Bapakmu wĂs mingĂȘr yĂšn tumindak ngono nĂšng kowĂ©." SawisĂ© ngĂȘrti yĂšn mangkono kĂȘlakuanĂ© Kandar, AsĂh lan Mbah Tiah tumandang nggĂȘntĂšni tanggĂșng jawabĂ© bapakĂ© bayi, ngrĂȘsiki ari-ari. "SampĂ©yan sĂȘbĂșt Mbah, mĂȘngkĂ© yĂšn ĂšntĂȘn napa-napanĂ© kĂȘrsanĂ© bapakĂ© bayi niki sĂng nanggĂșng," ujarĂ© AsĂh gĂȘtĂȘm-gĂȘtĂȘm. Nganti sĂng nusĂșl wĂs ngayahi pĂȘgawĂ©anĂ© manĂšh, Kandar mĂȘksĂ„ durĂșng ngatĂłnakĂ© irungĂ©. Pisan iki wĂłng-wĂłng sĂng Ă„nĂ„ kĂ„nĂ„ njalĂșk tulĂșng RT supĂ„yĂ„ marani Kandar. SĂng pĂ„dhĂ„ rĂ©wang isĂh durĂșng bali. NĂȘrĂșsakĂ© nggawĂ© jĂȘnang abang jĂȘnang sĂȘngkĂ„lĂ„. KabĂšh wĂs bisĂ„ nglĂȘnggĂ„nĂ„ yĂšn bayi kang nĂȘmbĂ© lair iku ora dibrĂłkĂłhi kĂ„yĂ„ adat ing dĂ©sĂ„ kĂ„nĂ„.
"NyuwĂșn pangapuntĂȘn sadĂšrĂšngipĂșn nggĂh, Bu, kulĂ„ badhĂ© matĂșr," kandhanĂ© AsĂh nĂšng Bu bidhan. "Nggih, DhĂ©, wĂłntĂ©n nĂ„pĂ„?" "MbĂłk bilih mangkĂ© Mbak NunĂng badhĂ© suntĂk KB lan mbĂłtĂȘn gadhah dhuwĂt, njĂȘnĂȘngan suntik mawĂłn nggih, Bu. WĂłng kawĂłntĂȘnanĂ© nggĂh kadĂłs ngatĂȘn. MĂȘsakakĂȘn mĂȘnawi gadhah mĂłmĂłngan malĂh," tĂȘmbungĂ© AsĂh nglancangi. "NggĂh, DhĂ© Sih, kulĂ„ mbĂłtĂȘn kawratan," wangsulanĂ© bidhan ayu iku, nglĂȘgakakĂ©. "MĂȘnawi ngĂȘrsakakĂȘn suntĂk mangga mawĂłn, Mbak NunĂng, tindhak griya kulĂ„." "Matur nuwĂșn, Bu," kandhanĂ© Nuning. NyatanĂ© RT kuwagang nggĂ„wĂ„ mulĂh Kandar. Lagi mathĂșk lawang wĂs dipapag AsĂh. "Mas Kandar, tulĂșng sampĂ©yan tumbasakĂȘn wĂȘdhak bayi lan minyak tĂȘlĂłn," pakĂłnĂ© AsĂh kanthi sarĂšh. Ora ngatĂłnakĂ© rasanĂ©. RampĂșng kabĂšh sĂng kudu ditandangi Ă„nĂ„ omahĂ© NunĂng, AsĂh mulih bĂȘbarĂȘngan karo tĂ„nggĂ„ liyanĂ©. Ora sidĂ„ blĂ„njĂ„ mĂȘrgĂ„ wis kawanĂȘn. TĂȘkan ngarĂȘp omahĂ© Warsi, AsĂh wĂȘrĂșh sĂng duwĂ© omah lagi dĂłndĂłm cĂȘdhak lawang. KĂȘbĂȘnĂȘran wĂłngĂ© nolĂšh barĂȘng ngĂȘrti klĂ©batĂ©. "DhĂ© War, kulĂ„ wau sampĂ©yan takĂšni mungĂȘl badhĂ© blanja. TibanĂ© mbĂłtĂȘn sidĂ„. Mbak NunĂng babaran," ora nganggo ditakoni, AsĂh sĂȘngaja muni. "Aku ora krungu Ă© Dhik," wangsulanĂ© Warsi, mĂ„rĂ„tuwanĂ© NunĂng. "Putu sampĂ©yan sĂng nĂȘmbĂ© lair niki Ăšstri. Ayu blĂłngĂłr. Jan jĂȘblĂšs bapakĂ©," AsĂh njĂșr bablas mulĂh. Ora ngĂȘntĂšni tanggĂȘpanĂ© Warsi. MĂșng mbatĂn yĂšn simbĂłk karo anak kĂłk pĂ„dhĂ„ waĂ©, ora Ă„nĂ„ sĂng kĂȘna dipilĂh. Mokal mĂȘnĂ„wĂ„ Warsi nganti ora ngĂȘrti yĂšn NunĂng babaran. OmahĂ© NunĂng isĂh bisĂ„ disawang cĂȘthĂ„ sĂ„kĂ„ omahĂ© Warsi. GĂšk tĂ„nggĂ„ sĂng mĂ„rĂ„ ugĂ„ akĂšh. PancĂšn wĂs sawĂȘtĂ„rĂ„ suwĂ© mĂ„rĂ„tuwĂ„ lan mantu iku anggonĂ© ora cĂłcĂłk. AsĂh ora ngĂȘrti sĂȘbab sĂng sabĂȘnĂȘrĂ©. AsĂh uga Ă©thĂłk-Ă©thĂłk ora ngĂȘrti bab ora cĂłcĂłkĂ© NunĂng lan Warsi.
DurĂșng nganti sĂȘpasar, AsĂh krungu yĂšn bayi wadĂłn anakĂ© NunĂng iku arĂȘp diwĂšnĂšhakĂ© uwĂłng. SĂng ngĂȘpĂšk sĂȘdulurĂ© Sari sĂng wĂs suwĂ© omah-omah nĂng durĂșng duwĂ© mĂłmĂłngan lan manggĂłn Ă„nĂ„ kuthĂ„. "Kandar dhĂ©wĂ© kĂłk, Yu SĂh, biyĂšn sĂng tĂ„wĂ„-tĂ„wĂ„ mbĂłkmĂȘnĂ„wĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng sĂng gĂȘlĂȘm ngĂȘpĂšk anakĂ©. SadurungĂ© babaran kaĂ©. Aku krungu tĂȘrus crita nyang sĂȘdulurĂ© bojoku sĂng tau rasan-rasan arĂȘp golĂšk anak pupĂłn. GolĂškĂ© sĂng cĂȘthĂ„ wĂłng tuwanĂ© sakĂȘlĂłrĂłn. MulĂ„ yĂ„ tĂȘrĂșs digĂȘlĂȘmi dĂ©nĂng sĂȘdulurĂ© bojoku," kandhanĂ© Sari dĂ„wĂ„ nĂšng AsĂh sing nlĂȘsĂh kabar mau. Bubar sĂȘpasar anakĂ© NunĂng digĂ„wĂ„ wĂłng sĂng ngadopsi.
Ora nganti sĂȘwulan, nalika anggĂłnĂ© mĂ©lu lĂ„rĂ„ ati mĂȘrga wĂȘrĂșh pokalĂ© Kandar isĂh dirasakakĂ©, AsĂh wĂȘrĂșh NunĂng lan Kandar gojĂšg nĂšng iringan omah. WĂłng loro katĂłn rukĂșn sajak wĂs nglalĂškakĂ© kĂȘdadĂ©yan-kĂȘdadĂ©yan sadurungĂ©. AsĂh malah gĂȘlĂ„. Ă pĂ„manĂšh sawisĂ© ngĂȘrti ing sasi-sasi sabanjurĂ© Nuning ora mĂ„rĂ„ suntik KB nĂšng Bidan Wulan.
::Dening: Dhiana Andriyani::
Kapethik saking : Jagad Jawa – Solopos
http://www.solopos.co.id
3.2. Analisis Unsur Intrinsik Cerkak
Cerkak (1)
Judul : Mbok Karto
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah perjuangan menghidupkan ekonomi seorang janda yang ditinggal mati suaminya dengan berdagang jualan sob kikil yang pelanggannya pasasng surut dan berupaya agar dagangannya laris.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah Campuran yaitu pertama pengarang dalam menceritakan masa lalu mbok kartu yang julan sudah tiga puluh tahun dan yang kedaua sudah lima tahun saat sekarang menempati los baru di pasar yang dagangannya bertambah menurun.
2. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat satu tokoh utama yaitu mbok karto dan tokoh pendamping yaitu Tiwi dan tokoh bayanagan yaitu suami Mbok Karto.
Tokoh utama mbok karto adalah orang sabar dan ulet bagaimana memperjuanagkan hidupnya bahkan melalukan hal konyol dengan memakai rok mini yang dipakai Tiwi saat Tiwi masih bersamanya Untuk berjualan, karena Tiwi pergi tanpa pamit maka dagangannya sepi kembali agar dagangan laris kembali saat seperti masih ada Tiwi maka Mbok Karto memakai rok mini yang dipakai Tiwi yang seksi untuk mesarik pelanggan.
Pada penjelasan diatas dapat dilihat dari data berikut :
”Mbok Karto bisane mung ngonggo-onggo ana pojok bangku dawane maneh, nganti sawijining esuk ana kedadeyan kang gawe geger wong akeh. Wong sa pasar padha gemrudug menyang panggonan loakan, kabeh suk-sukan mung kepengin ndeleng Mbok Karto anggone dodolan Sop Kikil nganggo rok mini pink, kaya sing biasane dienggo Tiwi”
Tokoh pendamping adalah Tiwi yaitu tiwi sebagai tokoh yang dihadirkan seorang pengarang untuk mendampingi tokoh utama dalam perjalanna hidupnya dan memberi warna dalam kehidupan Mbok Karto yang asalnya dagangan mbok karto yang sepi dengan datangnya Tiwi dagangannya laris kembali karena tiwi mempunyai tubuh yang seksi dan wajah yang cantik dapat kami sajikan data sebagai berikut
“Tekane Tiwi ana warunge Mbok Karto nggawa pangaribawa gedhe. Sing maune wis endrap-endrip arep mati, sepi, saiki rame maneh. Kabar sumebar yen Mbok Karto anggone dodol Sop Kikil dibantu ponakane kang ayu lindri-lindri. Warunge mbok Karto dadi regeng maneh, senajan diakoni sing andhok ing kono, mung kepengin weruh Tiwi sing ayu, kanthi rok mini lan klambi sing ketat sahengga saranduning awake kang endah katon kabeh. Senajan kentekan Sop Kikil nanging ora gela, jalaran sing baku bisa ndeleng lenggak-lenggoke lan eseme Tiwi.”
Tokoh bayangan yaitu tokoh yang hanya diceritakan tetapi tidak ditampilkan dalam cerita ini yaitu tokoh suaminya Mbok karto yang telah lama meninggalkan Mbok Karto. Saya sajikan data sebagai berikut :
“Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe.”
3. setting
setting mempunyai tiga bentuk yaitu setting tempat, waktu dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
1. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah los pasar dan dirumah Mbok karto
“Nanging wektu iki, para pelanggan saya suwe saya suda, kepara malah ilang. Menu masakan Mbok Karto Kikil, mangkono tangga-tanggane yen ngundang, kegolong istimewa. Biasane, Sop Kikil alot yen dicakot, nanging sing iki beda. Ana tangane Mbok Karto, kikil kang alot mau dadakan dadi empuk nyamleng jalaran bumbune mrasuk ana ing pori-pori. Ana maneh sing istimewa, teh nasgithel cem-cemane wong tuwa kuwi nikmat, seger ora ana tunggale. Papane ndhewe ana pojok mburi, ora dadi siji karo papane wong dodol ratengan liyane, nanging malah cedhak karo bakul barang loakan. Mbok Karto bisa ngenggoni kapling nyleneh mau, gara-gara papan kang dadi hak-e wis didol marang pedagang anyar.”
2. setting waktu, pengarang meletakan setting waktu hanya menyebutkan berapa lama Mbok Karto jualan dan Tiwi menemani Mbok Karto. Saya sajikan data sebagai berikut
“Kamangka yen dietung-etung meh telung puluh taun, kepara luwih anggone dodolan Sop Kikil.”
3. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Mbok Karto yang sebagai penjual sob kikil disebuah los pasar dan Tiwi yang menemani yang suka memakai rok mini agar pengunjungya banyak yang datang. Saya sajikan data sebagai berikut :
“Saungkure sing lanang udakara sepuluh taun jalaran tinggal donya, wadon tuwa kuwi tetep nerusake anggone dodolan mbukak usaha dhewe. Biyen sadurunge pasar paling gedhe ing kutha kabupaten kuwi dibangun, warunge laris manis. Semono uga nalikane isi ana papan penampungan sajroning pasar kuwi dibangun.”
4. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiaga yaitu Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
“Wis sore ndhuk, apa ora bali?” pitakone diwanek-wanekake. Dumadakan wadon ayu malah ndhelikake raine, ungkep-ungkep ana meja, nangis. Mbok Karto mlongo. Nalurine minangka ibu age-age, nyedhaki. Baune wadon ayu mau dicekel “Ana apa ndhuk?” Raine diangkat, katon mripate kaca-kaca. Sabanjure tanpa sungkan-sungkan ngebrukake raine ana pangkone Mbok Karto. Nerusake anggone nangis, nganti jarite Mbok Karto teles kebes. “Ndhuk, gelem mulih menyang nggone simbok, ya? Mengko bisa crita-crita sing luwih dawa,”.
Carkak Nomor (2)
Judul : Tumbal
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah berbuat jujur itu sungguh sulit dan tidak gampang dan seringkali orang yang duduk di kursi pegawai yang jabatannya sudah tinggi akan bertindak tidak jujur dan berkorupsi. seperi yang dilakaukan oleh Har sebagai bahawan yang ingin bekerja dengan jujur dan sabar pasti akan selamat walau diiming-iming harta yang banyak unuk berkorupsi pasti akan selamat dan orang yang bekerja dengan tamak dan rakus serta tidak jujur maka pasti akan mendapat hukuman seperti atasannya yaitu Drs. Sengkuni. Yang rakus dan tamak untuk berkorupsi.
Dapat saya sajikan data sebgai berikut :
PancĂšn iki dudu masalah sĂng ĂšnthĂšng, awĂt proyĂšk iki gungungĂ© mĂšh nĂȘm bĂȘlas mĂlyar rupiah.SĂng kudu di-mark up mĂšh sĂȘpulĂșh mĂliar dhĂ©wĂ©. Ă pĂ„ ora Ă©dan-Ă©danan. NangĂng piyĂ© manĂšh. Aku iki mĂșng bawahan kudu loyal mĂȘnyang atasan. AwĂt yĂšn ora bisĂ„-bisĂ„ aku dilĂłrĂłt jabatanku.KamĂ„ngkĂ„ ngĂȘrti dhĂ©wĂ© kanggo ningkatakĂ© karir Ăng kantĂłr iki ora barang sĂng gampang.AwĂt mĂšh wĂłlulas tahĂșn anggĂłnku bĂȘrjuang ngrintĂs karir, wiwĂt gĂłlĂłngan tĂȘlu A nganti sak iki bisĂ„ dadi Kasubag sak wijinĂng kantĂłr. MĂȘsthi waĂ© dudu bab sĂng gampang.KĂ„yĂ„ aku dhĂ©wĂ© sĂng wĂȘktu iki kĂȘlĂȘbu Ă„nĂ„ bagian sĂng ĂȘmpĂșk.Ora sithĂk sĂng pĂ„dhĂ„ kĂȘpĂ©ngĂn bisĂ„ nglungguhi kĂșrsiku iki.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah Campuran yaitu pertama pengarang dalam menceritakan keadaan Har yang bekerja di perusahaan dan kemudian menceritakan istri Har yang dulunya menjadi Dosen di Perguruan Tinggi Swasta dan kemudian menceritakan kehidupannya kembali bersama Bosnya yang ada di kantor.
3. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat satu tokoh utama/protagonis yaitu Har dan tokoh antagois yaitu Drs. Sangkuni SH MBA. Dan tokoh figuran Makino dan Endah dan tokoh bayanagan yaitu Nani.
1. Har (Tokoh utama/protogonis) : sebagai bawahan yang jujur dan tidak mau korupsi dan sabar atas segala kelakuan juragannya /atasannya.
Data yang saya sajikan :
“ Aku wĂs ngrumangsani yĂšn karirku mbĂłk mĂȘnĂ„wĂ„ bakal mĂȘntĂłk. AwĂt wĂȘktu iki Pak SĂȘngkuni, atasanku ora gĂȘlĂȘm nyĂ„pĂ„ arĂșh marang aku. SabĂȘn-sabĂȘn dhĂšwĂškĂ© butĂșh, mĂȘsthi Dik WĂsnu sĂng diundang Ă„nĂ„ kantĂłr. Lan tingkah kang kĂ„yĂ„ mangkono mau disĂȘngĂ„jĂ„ ovĂȘr acting nĂšng ngarĂȘpĂ© pĂ„rĂ„ bawahan.Aku rumĂ„ngsĂ„ korban pangrĂ„sĂ„. AwĂt sĂ„pĂ„ wĂłngĂ© sĂng kuwat dipĂȘrlakukan kĂ„yĂ„ mangkono. NangĂng aku nyoba sabar. Karo Ăng batin tansah ndĂȘdongĂ„, mugĂ„-mugĂ„ Pak SĂȘngkuni diapurĂ„ dosanĂ© dĂ©nĂng Gusti Allah, sartĂ„ dibukakakĂ© atinĂ© supĂ„yĂ„ ora bangĂȘt-bangĂȘt anggĂłnĂ© nĂȘsĂłni aku.Lan”
2. Drs.Sangkuni SH MBA(Tokoh antagonis) : atasan yang serakah dan tamak serta suka korupsi dan menginjak anak buah yang tidak mau diajak kerja sama.
"WĂs tĂ„ DĂk Har, ora sah dipikirkĂ© abĂłt-abĂłt. Soal wĂłng sĂ„kĂ„ KPK, mĂȘngko aku sĂng mback-up wĂs," mangkono pangandikanĂ© atasanku kasĂȘbĂșt Ăng sak wijinĂng wĂȘktu nalikĂ„ aku ditimbali Ăng ruangĂ©."SĂng pĂȘntĂng kowĂ© bisĂ„ ngolah Ă„ngkĂ„-Ă„ngkĂ„ iku kanthi layak.Masalah liyanĂ© mĂȘngko aku sĂng ngatĂșr," sĂȘsambungĂ© Pak SĂȘngkuni karo ngĂȘpĂșk-ĂȘpĂșk pundhakku”
3.Makino dan endah (Tokoh figuran) : bawahan yang tidak mau diajak sekongkol untuk korupsi karena dia bertanggung jawab.
“IbaratĂ© DhĂk Wakino karo Ăndah kuwi think-tank-ku. SangĂ©nggĂ„ aku bangĂȘt mbutĂșhakĂ© bantuanĂ© dhĂšwĂškĂ©."NĂšk masalah Ă„ngkĂ„ gampang diowahi, Mas. MĂșng sĂng dadi masalah iki tanggĂșng jawabĂ© abĂłt awĂt nyangkĂșt dana sĂng ora sĂȘthitĂk," ujarĂ© DhĂk Wakino."NangĂng tĂȘrĂșs piyĂ© DhĂk? BĂłs wĂs nĂȘtĂȘpkĂ© kudu bisĂ„. YĂšn ora awakkĂ© dhĂ©wĂ© kudu siap ninggalkĂ© kantĂłr iki,"
5. Nani (tokoh pendamping ) : sabar dan istri yang sholehah, tidak mau suaminya terlibat korupsi..
"PancĂšn abĂłt posisi panjĂȘnĂȘngan, Pah. AwĂt iki dilĂ©ma. YĂšn njĂȘnĂȘngan wĂȘgah, mĂȘsthi bakal dilĂłrĂłt. NangĂng yĂšn pĂȘnjĂȘnĂȘngan tindakkĂ©, abĂłt rĂ©sikonĂ©," komĂȘntarĂ© sisihanku sak wisĂ© tak critani pĂȘrmasalahanku."Ya kuwi sĂng gawĂ© bingĂșngku. Lha trĂșs aku kudu piyĂ©?" "YĂșk awakkĂ© dhĂ©wĂ© tahajĂșd, nyoba nyuwĂșn tuntunan Gusti Allah, sĂ„pĂ„ ngĂȘrti mĂȘngko njĂȘnĂȘngan olĂšh pĂȘpadhang,
4. setting
setting mempunyai tiga bentuk yaitu setting tempat, waktu dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah perkantoran tempat bekerja dan rumah dimana tempat Har berdiskusi dengan istrinya ketika ada masalah dikantor
b. setting waktu, pengarang meletakan setting waktu ketika menceritakan sudah lama perjuangan Har untuk menempati kedudukan menjadi Kasubag di kantornya tempat bekerja
c. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Har yang bekerja sebagai Kasubag dikantor dan rekan-rekanya bekerja dan mempunyai atsan yang tamak dan Rakus akan harta.
5. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang pertama yaitu Aku. Dan memakai orang ketiaga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
Carkak Nomor (3)
Judul : Tamu Kang Pungkasan
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah bahwa orang yang masuk ke lembah lokalisasi adalah orang sama halnya dengan orang yang hidupnya bersosial normal dan yang bukan Amoral. Mereka kelembah itu karena terpaksa untuk mempertahankan hidup yang disebabkan oleh himpitan ekonomi. Dan mereka juga ingin hidup layaknya manusia juga ingin mempunyai suami yang sah dan hidup bahagia berdua.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur maju, menceritakan kehidupan ketika mendapatkan tamu yang terakhir dan pualng kekampung kemudian tamu yang datang ingin mempersunting dirinya menjadi istrinya
3. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu sunti yang sebagai PSK yang ingin bertobat dari pekerjaannya dan mendapatkan suami hidup berbahagia berdua dengan kehidupan yang baru.
Dapat saya sajikan data berikut :
”Ora krĂ„sĂ„ lĂșh tĂȘmĂštĂšs ing pipiku, urĂp kĂłk mĂșng kĂ„yĂ„ ngĂ©nĂ©, gĂšk sĂșk kapan aku bisĂ„ mĂȘntas sĂ„kĂ„ panggĂłnan iki? DhĂșh,... GĂșsti Allah paringĂ„nĂ„ pitudĂșh mĂȘrgi Ăngkang lĂȘrĂȘs lan pinanggihnĂ„ jodho Ăngkang saĂ©. Aku unjal ambĂȘgan landhĂșng, gĂšk kĂ„yĂ„ aku iki Ă„pĂ„ Ă„nĂ„ wĂłng lanang sĂng sudi mĂȘngku? NĂng aku pĂȘrcĂ„yĂ„ yĂšn GĂșsti Allah iku ora sarĂ©, sakwijinĂng dinĂ„ mĂȘngko aku bakal kĂȘtĂȘmu jodhoku”.
Dan tokoh pendamping yaitu Bagus seorang leleki yang dulunya juga punya pekerjaan yang Amoral yang juga ingin bertobat dengan mempersunting sunti mejadi istrinya. Dapat saya sajikan data sebagai berikut :
"DhĂk SutinĂȘm sĂng dak trisnani"WiwĂt kĂȘtĂȘmu karo sliramu ing papan kĂ„nĂ„ kaĂ©, aku dadi kĂȘpingĂn omah-omah karo sliramu. Bab sĂ„pĂ„ tĂ„ sliramu aku kabĂšh wĂs mangĂȘrtĂšni, nangĂng Ă„pĂ„ sliramu ngĂȘrtĂšni aku lan sĂ„pĂ„ tĂ„ sĂȘjatinĂ© aku iki? BarĂšs waĂ© ya dhĂk, aku iki wĂłng lanang sĂng ora bĂ©dĂ„ karo sliramu. Tumindak nistĂ„ lan Ă„lĂ„ kabĂšh waĂ© wĂs natĂ© dak tindakakĂ©. NangĂng aku pĂ©ngĂn marĂšni kabĂšh mau sakdurungĂ© kasĂšp. Mula yĂšn sliramu gĂȘlĂȘm dak jak urĂp bĂȘbarĂȘngan nyabrang Ăng samodrĂ„ bĂȘbrayan agĂșng, ayo dhĂk wangsulana layang iki, gĂȘlĂȘmĂ„ DhĂk SutinĂȘm dak jak urĂp anyar Ăng sakjĂȘronĂng balĂ© somah kang rĂȘsmi lan ayo pĂ„dhĂ„ urĂp kang anyar, urĂp kang kĂȘbak laku utĂ„mĂ„ sanajan mĂșng urĂp sarwĂ„ prasĂ„jĂ„, wĂs bĂšn lĂȘlakĂłnmu lan lĂȘlakĂłnku dikubĂșr barĂȘng-barĂȘng lan dilarĂșng Ăng samodra pangapurĂ„.
Tokoh bayangan teman-teman sunti yang sudah keluar dari lokalisasi karena dinikahi orang. Dapat saya sajkan data sebagai berikut :
Mbak Ăndah dipĂšk bojo sopĂr trĂȘk lĂȘnggananĂ© malah nyatanĂ© saiki bisĂ„ urĂp bagyĂ„ mĂșlyĂ„ Ăng ndĂ©sĂ„. DhĂk HĂšsti ugĂ„ dipĂšk bojo wĂłng lanang sanajan mĂșng dadi mbĂłk ĂȘnĂłm anangĂng kabĂšh kĂȘbutuhanĂ© bisĂ„ dicukupi, Ăndang kancaku sak kampĂșng ugĂ„ diwĂȘngku wĂłng lanang sanajan wĂs rĂ„dĂ„ sĂȘpĂșh yuswanĂ© nangĂng nyatanĂ© gĂȘmati bangĂȘt malah saiki diparingi putrĂ„.Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah,
4. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah lokalisasi dimana tempat sunti bekerja. Dapat sasya sajikan data sebagai berikut:
”PancĂšn wiwitanĂ© aku ora sĂȘngĂ„jĂ„ mlĂȘbu papan ĂšlĂšk sĂng diarani lokalisasi, nangĂng kabĂšh amargĂ„ kĂȘpĂšpĂšt kahanan, biyĂ„sĂ„... masalah klasik sĂng diadhĂȘpi pawĂłngan sĂng urĂp Ăng padĂ©san, kurang pangan lan sandhang lan ora kuwat ngadhĂȘpi sanggan urĂp, gĂšk kamĂłngkĂł sĂng jĂȘnĂȘngĂ© golĂšk pĂȘnggawĂ©yan iki angĂšlĂ© jan ngĂȘpĂłl tĂȘnan.”
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan sunthi yang sebagai pekerja seks komersil. Dapat saya sajikan data sebagai berikut :
Bubar macak kĂ„yĂ„ biyasanĂ© aku lungguhan Ăng tĂȘras omah, biyĂ„sĂ„,... mancĂng iwak alias nggodhĂ„ wĂłng lanang sĂng kĂȘpĂ©ngin awakĂ© dikĂȘpĂ©nakakĂ© sanajan mĂșng sĂȘdhĂ©lĂ„, syĂșkĂșr yĂšn gĂȘlĂȘm nginĂȘp sĂȘwĂȘngi, wah... mĂȘsti bayaran sĂng dak tĂ„mpĂ„ lumayan kanggo sangu mulĂh mĂȘnyang ndĂ©sĂ„."MampĂr Mas,"... godhaku nalikĂ„ Ă„nĂ„ sakwĂšnĂšhĂng pawĂłngan mlaku ijĂšn karo miling-miling nyawang tĂȘras pĂłndhĂłkanku,
5. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang pertama yaitu Aku. Dan memakai orang ketiaga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
Carkak Nomor (4)
Judul : DĂșrjĂ„nĂ„
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah orang itu tidak bisa dilihat dari luarnya saja, tidak semua orang yang kelihatan kelakuan baik dan sopan dia itu baik. Karena manusia jika sudah terdesak dan kepepet tidak punya uang dan tidak kuat imannya maka orang itu akan melakukan apa saja termasuk mencuri sepertii yang dilakukan oleh parjo yang kelihatannya baik tapi dia hantam oleh bapaknya sendiri karena mencuri.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur maju, menceritakan kehidupan seorang penjaga perkantoran pemerintah yang mempunyai anak laki-laki yang ingin menjadi polisi. Karena sudah daftar dua kali tidak lulus dan dia menganggur belum kerja yang didamkan keluarganya menjadi seorang yang baik dan luhur malah dia menjadi pencuri ditempat kantor bapaknya berjaga.
6. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu pak sarmin yang bekerja sebagai penjaga malam disebuah perusahaan swasta dan berambisi anak satu-satunya dijadikan polisi tapi malah anaknya jadi poencuri.
Dan tokoh pendamping yaitu Parjo seorang leleki yang baik kesehariannya yangsudah dua kali daftar polisi tidak lulus dan dia penganguran sehingga entah kenapa dia malah menjadi pencuri ditempat bapaknya bekerja jaga malam.
Tokoh figuran yaitu karmo adiknya laki-lakinya pak sarmin dia orang yang sok tau dan lucu yang dengan sok modern.
7. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di sebuah kantor pemerintahan
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan pak sarmin sebagai penjaga kantor pemerintahan yang sering didatangi pencuri.
8. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiga yaitu yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
CERKAK KE (5)
Judul : GĂȘlĂ„
1. Tema :
Tema dari cerkak ini adalah hidup bermasyarakat haruslah saling tolong menolong dan menghargai kebaikan orang yang menolong walau sekecil apapun dan jangan penah bosan untuk saling mengingatkan.
2. Plot/ alur
Alur yang dipakai adalah alur campuran yaitu maju mundur, menceritakan kehidupan Asih seorang ibu rumah tangga yang ringan tangan istilahnya suka membantu walaupun orang yang dibantu itu pernah menyakitinya.
9. penokohan
Dalam cerkak ini terdapat tokoh utama yaitu asih seorang ibu rumah tangga yang menolong tetangganya yang bernama Nuning yang dulu peranah menyakitinya, walaupun pernah disakiti tidak sedikitpun pernah untuk membalas dendam malah membantu Nuning pertama kali sebelum orang lain menolongnya ketika saat nuning melahirakan.
Dan tokoh pendamping yaitu Nuning tokoh yang hidupnya tidak enak karena ketiaka melahirkan anaknya tidak diakui oleh suaminya dan tidak mau berKB
Tokoh figuran yaitu mbok Tiah yang baik yang juga menolong kepada nuning saat melahirkan.
10. setting
setting mempunyai 2 bentuk yaitu setting tempat, dan sosial. Dalam cerkak ini setting yang digunakan oleh pengarang meliputi tiga bentuk itu sebagai berikut :
a. setting tempat, pengarang meletakkan setting di perumahan penduduk
b. setting sosial, pengarang meletakkan setting sosial pada kehidupan Asih dengan masyarkat setempat dan tetangganya yang kadang membuat Asih marah karena tidak bertepo selero.
11. point of view
Pada penyudut pandangan pada cerkak ini menggunakan orang ketiga yaitu dia dan juga pengarang sebagai Narrator amniscient adalah narator atau pengisah yang berfungsi sebagi pelaku cerita merupakan penutur yang serba tahu apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya baik secara fisikal maupun psikologus.
BAB IV
PENUTUP
4. 1. SIMPULAN
1. Untuk memahami sebuah cerkak perlu pengkajian yang lebih dalam agar bisa benar-benar dipahami. Dan pesan pengarang kepada pembaca dapat tersampaikan .
2. Pengkajian ini perlu untuk mengetahui lebih dalam sastra daerah
3. pengakajian ini dapat diambil berbagai pegalaman pengarang cerkak tentang kehidupan.
4. pengkajian ini memberikan sumabangan pemahaman tehadap kumpulan cerkak yang telah dipilih penulis untuk danalisis.
4.2. KRITIK DAN SARAN
Dalam analisis ini tentunya masuih jauh dari sempurna dan saya memomohon dari semua pihak yang membaca analisis ini untuk memberiakan saran dan kritikannya yang membangun agar analisis ini menjadi sempurna. Dan saya berharap analisis ini bermanfaat dan dapat dibaca oleh semua kalangan sehingga menjadi khasanah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi.2004. Metodologi Sastra.Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Ratna, Nyoman kuta.2004. Teori dan teknik penelitian sastra. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Faizah, Nur. 2001. Bahasa dan Sastra Indonesia. Kirana OFFSET:Jombang
Ratna, Kutha Nyoman. S.U. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Sudikan, Yuwana Styo. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Citra Wacana:Surabay
Langganan:
Postingan (Atom)